Bagian Tiga (Luka Lama)

46 6 1
                                    

"Ada luka yang dalam di balik luka lama kian sembuh. Hingga luka lama mampu melenyapkan rasa luka yang baru ataupun yang akan datang"


Wanita lajang 25 tahun sepertiku memang menjadi momok untuk orang tuaku. Terlebih dalam ruang lingkup pedesaan kurang pantas jika seorang putri masih menjadi tanggung jawab ayahnya.
Tapi, aku masih menikmati kesendirianku sambil menata diriku yang sudah tidak percaya lagi perihal Cinta.

Cinta.
Begitu ku menyebutnya.
Tak akan tumbuh jika hati tak dibuka oleh tuannya.
Sialnya aku sebagai tuan mempersilahkan tokoh yang
salah untuk membangun cinta.

Aku bukan perempuan yang sedikit-sedikit jatuh hati.
Tapi dia mampu menembus batas yang kubuat.
Aku luluh seiring waktu.
Aku jatuh dalam keheningan yang tenang.
Aku mencintainya.
Hingga aku berada dalam puncak dimana aku takut di pisahkan oleh Tuhanku atas cemburunya dengan rasaku yang tak wajar untuk makhluknya.

Hingga bagian cerita terakhir dimulai.
Ada ambisi dibalik cinta yang kuat.
Dia ingin aku bahagia esok hari.
Dia harus pergi jauh untuk itu.
Dia pamit. "Maaf aku harus pergi jauh"
Dia pamit. "Tidak lama, tujuh tahun lagi aku penuhi keinginan kita"

Dalam benakku.
Aku tak serendah itu.
Aku tak membutuhkan itu.
Dia menganggapku sama rata dengan perempuan lain yang mayoritas butuh materi untuk memenuhi kepuasannya.

Aku mencintainya, tapi aku tak menyukai caranya mencintaiku yang kian lama kian berubah.
Berat rasanya jika harus menjadikannya sebagai tokoh
"sebatas hampir".

Bimbang.
Aku tak tau harus bagaimana.
Aku malu bersimpuh meminta petunjuk Tuhan.
Aku mencintai makhluknya begitu dalam.
Aku lupa bahwa masih ada neraka yang membentang diantara aku dengannya.
Aku malu untuk kembali.

Sahabat bersuara atas kebimbanganku.
"Cinta yang baru. Mampu mengikhlaskannya dan
menemukan dirimu yang baru dan lebih baik".
Sialnya, pendapatnya tak cocok untuk karakterku yang baru merasakan jatuh cinta malah ku pakai tanpa pikir panjang.

Aku dekat dengan satu tokoh baru.
Hari demi hari ia mulai memperjuangkan sesuai khas karakternya.
Aku mempersilahkan dia masuk mengetahui kehidupanku.
Aku belajar perlahan demi perlahan menumbuhkan rasa untuknya.
Sialnya aku tidak bisa.
Ku paksa lagi. Tidak bisa lagi.
Ku paksa lagi. Tidak bisa lagi.
Hingga aku muak dengan diriku sendiri.
Dalam benakku. *Aku tak pantas membuka hati dalam keadaan aku masih dalam zona harapan tuan yang menguasai separuh hatiku.

Aku memutuskan untuk..
"Saya siap menunggumu asalkan kamu bersedia melamarku sebelum kamu pergi jauh."
"Tapi saya belum punya banyak materi Kinara,bagaimana saya bisa melamarmu? Saya tidak mau menjadi beban abah saya."
"Anda tau, saya dari latar belakang keluarga berbeda. Saya memilih bukan asal pilih, ada banyak pertimbangan didalamnya. Bagi saya tak pantas bila harapan dijadikan bola permainan. Saya butuh kepastian. Kepastian tak melulu perihal lamaran dengan sebuah pesta. Jika tak cukup mampu melamar. Anda cukup berbicara empat mata dengan wali saya."
Demi Tuhan Pencipta Alam. Aku sadar ucapanku yang terakhir merendahkan diriku pun keluargaku.
"Baik"
"Saya izinkan kepada orangtua saya bulan depan anda
kerumah saya."
"Iya"

..

Takdir begitu ku menyebutnya.
Di umur tujuh belas, delapan belas, sembilan belas dan nyaris dua puluh aku di pertemukan, di dekatkan, dan di pisahkan dengan tokoh yang memiliki tanggal lahir sama denganku.

Sepuluh November
hanya berbeda tahun.
Unik bukan?

Delapan November tepat dua hari sebelum tanggal lahirku dengannya.
Dia mengatakan
"Saya tau kamu bermain dibelakang saya. Wanita yang saya pikir mampu tak terbawa arus dunia luar ternyata lebih licik. Saya bersumpah kamu tidak akan mendapatkan jodoh yang kamu inginkan. Cukup sampai disini silaturahim kita. Jangan hubungi saya lagi. Besok saya akan kerumah orang tua kamu untuk menjelaskan hubungan kita"

"Tidak perlu. Cukup saya yang memberitahunya. Anda tidak perlu menginjakkan kaki kerumah saya."

Tergores luka.
Membara menganga.
Tercabik.
Dalam keadaan tak baik.
Air mataku jatuh.
Pertahananku runtuh.

Perihal aku.
Perihal kamu.
Tak akan ada lagi cinta.
Tak akan ada lagi bagian cerita.
Tak akan ada lagi tawa.

Sekarang aku..
Aku..
Selesai.

"Dalam sujudku terbesit kata.
Hati, Tolong jangan ubah dia yang baik menjadi tokoh jahat atas perannya yang hanya sebatas hampir.
Tuhan, ajarkan aku melupakan tanpa membenci dengan mengkihlaskannya"

...

Minta vote dan coment yang berkualitas dong kak. Biar makin semangat nulis. Ntar coment balik deh. 😁✌

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Don't Touch My HeartWhere stories live. Discover now