Lutte | 01

44 7 1
                                    

Terlahir menjadi anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, membuat Caca serasa hidup dalam penuh tekanan batin.

Apalagi semenjak Papa nya pensiun satu tahun lalu. Caca bukan hanya tertekan, rasa nya seperti dipenjara dirumah sendiri.

Papa Caca pensiunan tentara, sejak kecil semua anak nya sudah dibiasakan untuk hidup disiplin dan mandiri.

Tapi khusus untuk Caca si anak bungsu, Papa nya sangat protektif. Caca dilarang ini dan itu, pulang sekolah harus langsung pulang. Tidak ada yang namanya main atau jalan-jalan bersama teman. Paling mentok juga main di rumah sendiri, teman-teman nya yang kerumah.

Karena itu makannya Caca senang membuat video tektok, karena hanya itu satu-satunya hal yang dapat membuatnya senang dan merasa terhibur.

"Ca! Dipanggil Papa tuh di ruang tamu," ujar Deon, kakak pertama Caca.

Caca segera bangkit dari kasur lalu beranjak membuka pintu, "Di ruang tamu ada siapa aja?" tanya Caca.

Deon tampak berpikir sejenak, "Ada Papa lah."

"Ya iya lah, maksud nya ada orang lain gak selain Papa?" tanya Caca lagi.

"Ada," ujar Deon.

Caca seketika melotot, "Siapa? Ngapain? Kalau gak ada kepentingan suruh usir aja Bang!"

"Gue, haha..."

Abang nya yang satu ini memang paling senang melihat Caca dalam kesusahan. Bukan hanya itu, Deon juga tukang ngadu.

Waktu itu sepulang sekolah, Caca sedang mengobrol dengan teman lelaki satu kelas nya sambil menunggu jemputan Bang Deon. Hanya mengobrol dan tahu apa yang Deon bilang ke Papa?

"Pa! Tadi Caca di depan sekolah malah pacaran coba!" adu Deon dengan senang nya.

"Yang benar kamu?" Papa yang tadinya sibuk membaca koran pun menghentikan kegiatannya.

Deon menghampiri Papa dan dengan suka rela mengarang cerita sesuka hatinya, "Gatau juga sih, mending tanya langsung aja ke anak nya."

Sejak saat itu hubungan Caca dengan Deon sedikit merenggang karena sampai saat ini Caca masih dendam dengan abang nya itu.

"Bisa gak sehari aja gak usah ikut campur urusan gue!?" ucap Caca kesal.

Deon tertawa melihat adik nya yang masih tampak menggemaskan walau sudah menginjak remaja, "Enggak! Kan Papa pernah bilang kalau," sebelum menyelesaikan ucapannya, Caca lebih dulu memotong ucapan abang nya, "Kalau kalian harus jagain adik kalian apapun alasannya."

"Nah seratus buat lo kali ini."

"Minggir ah, dimarahin Papa gue kalau kelmaan," Caca berlari menuju ruang tamu.

Disana sudah ada Papa dan Mama nya yang duduk berdampingan.

"Udah ditungguin tuh tuan puteri," ledek Deon.

"Bang!"

"Apa?"

"Doain gue ya," pinta Caca terdengar serius.

"Doain apa?" tanya Deon.

"Semoga selamat sampai kamar gue lagi."

"Aamiin paling serius, Ca."

***

"Siapa yang ngajarin kamu lagu kaya gitu?" tanya Papa dengan kedua mata menatap tajam ke arah Caca.

LutteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang