Tentang Cinta Pertama

3 1 0
                                    


"Pasti ada beberapa moment yang tidak bisa kamu lupakan. Saat itu, kami masih SMP. Sepulang sekolah. Tiba-tiba turun hujan. Pertemuanku dengan cinta pertamaku. Cowok itu adalah teman satu sekolah. Dia bertubuh kecil dan nada bicaranya lembut. Namanya Sean".

·

Lima tahun yang lalu,

"Kok, hujannya tiba-tiba turun ya?" itu dia, suara laki-laki yang aku kagumi. Sean namanya.

"Iya."

"Kamu tahu nggak, dari setiap tetes air hujan itu ada sebuah kata dan cerita loh." Tutur Sean kemudian. Mendengar hal itu aku tergerak juga untuk mengumpulkan setiap tetes air hujan.

"She, kamu tau nggak kalau hujan juga selalu membawa inspirasi. Senyumnya kepadaku. "Hujan selalu bisa memberi kesan ya, hehehehe."

Sean begitu romantis. Aku juga ingin mengumpulkan kata-kata dari tiap tetes air hujan. Aku percaya Sean, kalau hujan selalu membawa cerita. Mungkin saja tetes air hujan sekarang ini jadi sebuah cerita tentang kita.

Aku selalu suka ketika mendengarkan cerita tentang hujan dari Sean. Ada sepoi angin yang menyapa, ada rintik air yang menggoda, ada pelangi yang indah terlihat.

Malam itu pukul 07.00 di taman sesuai janji kami. Sean mengajak aku ketemu katanya ada yang ingin dia sampaikan. Aku menunggu dan terus menunggu. Sean nggak datang. Beberapa hari berlalu, tetap nggak ada kabar tetang Sean. Nggak ada jawaban ketika aku menghubunginya. Kemudian aku mendengar kalau Sean pindah sekolah. Aku bahkan nggak diberitahu. Kejam !

Sean itu orang yang pemalu juga sulit ditebak. Dia selalu canggung dalam menghadapi berbagai hal, tapi aku benar-benar menyukai Sean. Bahkan sampai sekarang Sean masih membekas di dalam hatiku meski dia ,membuat hatiku sakit, tapi aku nggak berhenti menyukainya. Namun, harus kuakui, membayangkan Sean berkali-kali itu nggak ada gunanya lagi. Sean adalah cinta pertamaku. Seseorang yang berarti dari bagian cerita masa laluku. Kadang aku berpikir, betapa inginnya aku kembali ke masa-masa itu.

Sore ini turun hujan. Saking kedinginan, aku menyudut dan meratapkan tubuhku pada tembok kamar yang sebagian catnya sudah mengelupas. Aku hanya dapat memandani hujan dari balik jendela kaca kamarku, alunan musik Singing in the Rain-nya Jamie Cullum yang lembut mengalun indah memanjakan kupingku semakin membuatku rindu akan sosok Sean.

"Woi, kamu gila yaa? Di sini sekarang jam 3 pagi!" teriak Ludwig, saat aku tiba-tiba video call. Kalian harus tahu, Ludwig adalah mantan pacarku sejak kelas 2 smp. Kami berpisah karena nggak sanggup pacaran jarak jauh. Ludwig sekarang tinggal dan berkuliah di Jepang. Meskipun sudah nggak pacaran lagi, kami masih menjalin hubungan pertemanan yang baik kok.

"Aku bakalan selalu bangunin kamu," ujarku tenang.

"Kamu kenap, sih? Kamu kangen aku , ya?"

"Pengen lihat wajah kamu, lu." tawaku lepas.

"Apa? Kamu video call cumangomong gitu doang? Sekarang mending cepat tidur dan jangan video call lagi, aku capek seharian kerja, oke." ujar Ludwig kesal menutup telpon.

Setelah melihat wajah kesalnya aku merasa jadi sedikit lega. Meski dalam keadaan kesalpun, aku tahu Ludwig selalu ada untuk aku. Dia menyayangiku lebih dari siapapun. Dan Aku juga menghargainya lebih dari siapapun.

·

Sean Pov

"I don't know why, I can say I love you. Always, only you. I feelings more..."

SHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang