Rumah

1 0 0
                                    

Sean Pov

"Pulanglah ke rumah. Rumah diamana tempatmu berpijak..."

·

Dhana membantuku menaruh semua barang di apartement yang akan ku tinggal nanti. Aku memutuskn untuk tinggal bersamanya di apartement. Aku nggak ingin merepotkan perempuan tua yang selalu mempersiapkan segala yang kubutuhkan, Oma. Untung saja Oma menghargai keputusanku untuk pindah dan lagipula Oma tidak akan khawatir sebab aku bersama Dhana.

Setelah mengangkut semua barang-barang ke apartement, Dhana mengajakku ke sebuah cafetaria di ujung jalan yang tidak jauh dari bangunan apartement yang bertingkat itu. Dhana mencoba memaksaku kesana. Sabtu yang akan kuhabiskan bersama Dhana.

"Ini memang bukan tempat yang terlalu bagus, apalagi untuk membawa seorang gadis. Nanti pamor kamu sebagai anak band bisa hilang." Tawanya menggodaku.

Kami duduk dimeja sudut menghadap jendela. Di luar, langit terlihat cerah meskipun udara dingin menusuk tulang. Aku dan Dhana bercanda, tertawa dan berdebat dengan seru, seolah-olah kami nggak memiliki masalah yang berat. Jadi, aku memutuskan untuk bersenang-senang hari ini.

Dari jendela caferataria, aku melihat seorang gadis kecil yang sedang duduk memakan cokelat. Mulutnya belepotan. Gadis kecil itu menarik perhatianku, sampai-sampai Dhana ikut menoleh, memandang ke arah yang sama.

"Mirip, Mina," kataku.

"Mina?"

"Anak Papa yang ingin menjadi pacarkku, dia berusia sekitar 5 tahunan."

Ucapanku membuat Dhana terbengong sesasat lalu tertawa terbahak-bahak. Apa yang dipikirnya tentang Mina? Mungkin gadis kecil yang polos.

"Nggak kusangka, kamu juga berhasil menghipnotis gadis kecil." Tawanya belum saja mereda. Aku jadi tersipu malu.

"Dia gadis yang cantik, Dhana. Aku tahu aku nggak bisa menyalahkan perbuatan Mamanya kepada gadis secantik dia. Tetapi dia dengan tenangnya memintaku untuk jadi pacarnya, aku nggak tahu apakah dia tahu kalau aku ini kakaknya."

"Oh, jadi kamu sudah mengakui dia sebagai adikmu?" lagi-lagi Dhana menertawakanku. Aku memasang muka cemberut seakan ingin menjawab iya. Hanya saja, luka yang disebabkan oleh Papa dan perempuan itu membuatku enggan untuk mengatakannya.

"Aku rasa, gadis itu menyukai kamu, Sean. Kamu memang laki-laki yang mudah mengikat hati seorang gadis. Harus aku akui itu, jadi bersikaplah baik kepada para gadis yang suka menyapamu. Jangan memasang wajah sok cool," ujar Dhana.

Kalau benar semua gadis terpikat olehku, lalu bagaimana dengan She. Apakah dia juga terpikat? She sepertinya sudah nggak ingin bicara denganku lagi. Senyum polos Mina mirip dengan She. Tetapi She yang kutemui sekarang sangat berbeda dari She yang dulu. Dia kelihatan jutek padaku dan juga menghindariku. Kenapa She, sebenci itukah kamu padaku? Aku ingin kamu bisa jadi rumahku, ketika aku sedih ataupun senang.

·

She Pov

"Ada dua orang sahabatku yang sangat aku sayangi. Setiap melihat wajah mereka, aku merasa sangat menyayangi dan menghargai mereka.."

·

"Ludwig.. ayo makan sarapanmu. Kamu nggak mengerti, ya?" teriak seorang wanita saat kami sedang video call. Kupastikan itu Tante Chinatsu, Mama Ludwig.

"Aku minta maaf atas perkataanku yang kasar waktu itu," ujar Ludwig sedih.

"Kamu benar-benar menyebalkan, Ludi!" marahku. "Tapi aku nggak bisa berlama-lama marah padamu, Ludi.." ujarku kemudian.

SHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang