Ketegangan dua insan yang tidak lekang menatap satu sama lain itu belumlah usai. Tak sedikit yang beringsut-ingsut, senggol lalu berbisik, seakan bertaruh siapa pemenangnya.
Laki-laki yang belum genap satu hari menginjak lantai fakultas itu menggaruk tengkuk. Ia mengabsen barisan kakak tingkat di belakang gadis yang melotot tajam. Alis hitam lebat Al tampak naik-turun meremehkan. Bola matanya berputar malas. Ia pun mendengkus.
"Kenapa saya harus melakukannya? Kakak pikir tugas sebanyak itu bisa dilakukan dalam satu hari? Bukan, bukan satu hari, tapi sekian jam," ujar Al santai. Ia menggigit kukunya dan meludahkan ke kiri.
Ubun-ubun gadis itu lekas mendidih. Ia mundur satu langkah seraya mengepalkan tangan. Sebelum mengayun, dengan cepat salah seorang rekannya menahan dari belakang.
"Jangan, Mel," larangnya sambil menggeleng. Ia bahkan memejamkan mata erat, memohon dengan sangat.
"Tapi, Go--"
Vigo terus menggeleng, begitu pula kawan panitia yang lain. Tidak lucu jika masalah seperti ini mengundang kemahasiswaan untuk turun tangan. Sekeras apa pun pelayanan yang diberikan, mereka tetap patuh pada norma hukum yang mengatur.
Melody mengembuskan napas panjang. Ia menghempaskan tangannya lalu merapikan almamater. Ia pun mengangguk lalu kembali menyantap anak baru superbelagu yang sudah muncul di hari pertama tersebut.
"Bisa. Kalian bisa--"
"Enggak," potong Al datar.
"Bisa! Kalau kalian belum mencoba, dari mana kalian tau itu?" Melody berucap lantang, memastikan bahwa tidak hanya Al, melainkan seluruh mahasiswa baru di aula tersebut dapat mendengar jawabannya.
Al kembali tertawa receh. Ujung bibir sisi kirinya tertarik, menyeringai. Ia mengangkat bahu lalu menajamkan fokus pada senior yang kalah tinggi darinya.
Dahi laki-laki itu berkerut. Ia bubuhkan senyum manis saat mimik Melody hendak memakannya hidup-hidup. Mata minimalis dengan pipi penuh membuat gadis itu semakin menggemaskan. Terlebih alisnya yang tak sama rata bertaut membentuk jembatan gantung. Al cukup salah fokus.
Laki-laki itu membuang napas dan mendekatkan diri lagi. "Have the courage to say no. Have the courage to face the truth. Do the right thing because it is right."
Melody kian memicing saat bahasa kalbu itu mampir ke telinganya. Ia lantas berseru tanpa berpikir, "Hah?"
"These are the magic keys to living your life with integrity."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imposition ✔ [Terbit]
Romance[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Al adalah mahasiswa teknik mesin yang selama hidupnya tidak pernah merasakan sakit. Sampai suatu hari, jantungnya berdebar cepat setelah berdekatan dengan Melody, senior yang harus berurusan dengannya di hari pertama...