[4] Orientasi Diri

4.2K 519 138
                                    

Mau sampai kapan pun, sosok yang tergolek lemah itu tetaplah menarik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau sampai kapan pun, sosok yang tergolek lemah itu tetaplah menarik. Bekas luka di atas alis dan pelipisnya menambah pesona tersendiri. Melody masih saja mengerjap-ngerjap.

"Enak banget jadi lo, gak perlu takut foundation luntur," gumamnya kala mengabsen garis wajah Al.

Gadis itu menggeleng, mengusir kalimat tak penting yang mampir. Ia memundurkan badan lalu merapikan duduknya. Kain setengah basah pun ia letakkan kembali ke dalam baskom.

Melody mengelap tangannya ke celana sebelum mengusap wajah gusar. Embusan napas lolos begitu saja saat ia mendongak, bersandar pada kursi tua yang dipinjam dari perlengkapan. Hari masih panjang dan ia mesti sabar menanti, menunggu pengganggu tersebut untuk bangkit dan membebaskannya.

Terlampau bosan, ia menegapkan tubuh dan berusaha meraih novelnya. Susah payah Melody lakukan tanpa enyah sedikit pun dari tempat duduk. Maklum, tangan panjangnya tak dapat menjangkau nakas--tempat ia meletakkan buku--dengan mudah.

Mahasiswi tahun ketiga itu kembali membaca halaman-halaman buku yang sempat ia tangguhkan. Sesekali ia melirik Al, barangkali ada pergerakan yang ia tunggu-tunggu. Melody berdecak dan memandang remeh, masih tak habis pikir dengan kapasitas laki-laki tersebut.

"Ganteng doang, tapi push up dikit langsung pingsan," ejeknya sambil menggeleng.

Tentu Melody masih ingat bagaimana para senior menyiksa angkatannya di hari pertama. Tidak hanya triple kill--push up, sit up dan squat jump--ia dan kawan-kawannya juga harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali. Mereka menghabiskan waktu sehari penuh hanya untuk membayar sanksi. Disiplin dan solidaritas di fakultasnya sungguh mendarah daging.

Meski banyak yang mengumpat sana-sini dan berakhir tumbang, Melody tetap menikmatinya. Ia hanya merapalkan doa agar suatu saat bisa membalas dendam ke adik-adik tingkat. Sampai akhirnya di sinilah Melody sekarang. Menjadi salah satu panitia killer yang beralih fungsi menjadi penunggu orang sakit.

Bosan, gadis itu berniat beranjak. Akan tetapi, kakinya membeku saat bajunya ditarik dari samping.

"Woi!" serunya seraya mengelus dada. Melody menghela napas lalu kembali duduk, mengamati gerak-gerik Al. "Ada yang lo butuhin?"

Mata laki-laki itu masih berkedip pelan, menyesuaikan cahaya terang yang menabrak masuk korneanya. Ia melepaskan tangan Melody dan meremas kasur kuat-kuat, menjadikannya tumpuan agar bisa bangkit dari tidur. Terlampau peka, Melody berdiri 'tuk membantunya hingga duduk dengan tegap. Ia bahkan menata bantal yang disandarkan pada tembok supaya Al bisa bersantai.

"Mau minum?" tawarnya lembut.

Al menggeleng. Pandangannya masih kosong dan linglung. Melody kembali duduk dan merapikan selimut.

Namun, Al buru-buru menyibak benda tersebut, seakan sudah benar-benar sadar dan tahu harus berbuat apa. Laki-laki itu meraba seluruh tubuhnya tanpa terkecuali. Ia menyingsingkan lengan baju dan melipat celananya sampai lutut.

Imposition ✔ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang