"Aduuuuuuhhhh! Gue telat!"
Seorang gadis menggerutu sendiri sambil mengayuh sepedanya cepat-cepat. Perutnya yang sudah diisi dengan nasi sepiring rasanya sudah terkuras habis. Seragam yang sudah disetrika rapi justru menjadi basah karena keringat. Juga rambut, yang dipotong sebahu menjadi tak karuan bentuknya. Padahal, jarak rumahnya ke sekolah tidak terlalu jauh.
"Ah!" dia kesal. "Pak! Pak! Pak! Gerbangnya jangan ditutup dulu, cewek cantik mau masuk!" teriaknya semena-mena ketika pak satpam hampir menutup pintu gerbang rapat-rapat.
Pak satpam kesal, "jam segini baru berangkat. Cepat neng!"
"Uwu! Sayang pak satpam!" balas gadis itu sambil diiringi tawa. Untung dia masih bisa masuk.
Yang tadinya kesal, pak satpam jadi tertawa, "maaf neng, saya sudah punya istri." Kemudian hanya dibalas tawa oleh Sinus.
Ya, nama gadis itu, Sinus. Yang sekarang sedang memarkir sepedanya, dan berlari sekencang-kencangnya menuju kelas XI BAHASA 1.
Pukul 7.15.
Baru hari pertama semester tiga, Sinus sudah menghancurkan kesan pertamanya di kelas. Dia terlambat, dan memang sudah menjadi duta telat sejak kali pertama masuk SMA. Sebetulnya, dia kesal dengan dirinya sendiri, tapi mau bagaimana lagi. Kemalasan ini tidak ada yang bisa menyembuhkan, termasuk dirinya sendiri. Andai, ada pangeran berkuda yang setiap pagi mau menjemputnya dari rumah, mungkin hidup tidak akan se'kesiangan' ini. Tapi, andai tetap menjadi andai. Harapan belaka.
Sinus mengetuk pintu kelas. Tentu saja, dia membuka sendiri pintu kelasnya dan permisi masuk. Pelan-pelan dia menata kalimat di otak, mencari alasan paling masuk akal mengapa dirinya telat.
Sinus menggigit bibir bawah. Cemas-cemas campur takut diusir keluar.
"Permisi," dia membuka suara, masih di dekat pintu.
Bu Atik, guru matematika, satu pelajaran yang paling membunuh Sinus, menoleh. Wanita yang berumur sekitar 40an tersebut menatap Sinus, menurunkan tangan kanannya yang menulis rumus di papan tulis.
"Kamu salah kelas?" tanya bu Atik. Nadanya tidak menginterograsi, dan cukup ramah untuk seorang Sinus yang sering telat.
"Ngg.. nggak, Bu. Saya kelas ini." Sinus menciut. Aslinya, dia malu dilihat oleh teman-teman sekelasnya yang baru. Cantik-cantik tapi keringetan. Ah.
"Oh! Langsung duduk saja!" tutur bu Atik.
Dan dibanding lama-lama menjadi sorotan di kelas, dia langsung meluncur ke belakang, mencari bangku kosong.
"Huh! Nggak ditanya kenapa telat," Sinus membatin lega.
Sumpah! Hari ini dirinya sial. Seluruh bangku sudah dihuni manusia, cuma ada satu yang belum. Cowok! Sinus tidak suka sebangku dengan cowok. Tapi, dia tidak mungkin lama-lama berdiri.
"Gue boleh duduk sini?" tanyanya setelah mendekati bangku kosong tersebut. Berada di barisan kedua dari belakang. Sebenarnya cukup nyaman untuk bersembunyi dari perhatian guru.
Sinus mendehem, cowok tersebut tidak menyadari keberadaannya. "Halooooo! Manusia! Gue boleh duduk di sini nggak?" gadis itu berusaha menyapa. Tapi, cowok itu tidak mengindahkannya sama sekali. Bereaksi sedikitpun tidak.
"Woy!!" tanpa sadar, Sinus mengeraskan suaranya dan lagi-lagi menjadi pusat perhatian seluruh mata di kelas. Juga, termasuk cowok yang akan satu bangku dengannya kini menatap Sinus dengan dahi mengernyit.
"Eh, maaf, Bu." Gadis itu mendelik canggung. Kemudian langsung duduk, diam.
Hari pertama. Kesiangan. Telat. Menjadi pusat perhatian. Benar-benar keadaan yang tidak menguntungkan. Apalagi, satu bangku dengan orang yang tidak ia kenal. Kelas jadi terasa asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS : Sin (cos) Tan
Teen FictionPRANKKKK!!!!! Bola basket mendarat hebat mengenai kaca kelas yang sedang berlangsung pelajaran. "Sin!! Lo nggak papa?" Seluruh murid langsung cemas usai melihat bola tersebut menghantam kepala seorang gadis yang tengah menyesuaikan nada senar gitarn...