2 | patah hati

23 8 0
                                    

Sore itu lebih cerah dari matahari terbit. Pukul empat lebih lima belas, Sinus ditemani Uza sudah stay di kursi penonton NBM Futsal Center, memberi semangat untuk Gilang yang sedang latihan. Aslinya, sore itu Uza harus mengerjakan proposal kegiatan, tapi karena Sinus terus memaksa untuk menemani dirinya ke Futsal Center, jadilah sekarang dia di sini dan merasa asing sekaligus bosan. Tidak ada yang ingin didukungnya.

"Za, sumpah tadi Gilang keren banget," ujar Sinus saat Gilang menepi dari tengah lapangan. Latihan sudah usai.

Uza mengalihkan pandangannya dari handphone menuju Sinus yang merogoh botol minum dari tasnya. "Gilang gitu-gitu aja dari dulu," komentarnya. "Eh, Lo mau ke mana?" tambah Uza ketika Sinus tiba-tiba melipir menuju tepi lapangan.

"Wait!" Tukas gadis yang memakai stripped pant dengan kaos putih pendek tersebut. Kemudian lengannya dibalut dengan  cardigan rajut berwarna beige yang membuatnya tampak kalem.

Uza mengamati sahabatnya itu dari jauh.

"Gilang," panggil Sinus. “Nih, minum buat Lo!” dia menyodorkan botolnya untuk Gilang.

Cowok yang lengkap dengan seragam futsalnya itu hanya tersenyum, lalu menanggapi, “Ngapain bawain minum segala, gue udah bawa, kok,” dia mengedikkan kepalanya ke arah botol minum di dekat miliknya. “Thanks,” ujarnya kemudian, tanpa menerima.

Tidak berinteraksi lebih lanjut, Gilang justru mengambil tas dan pergi untuk mengganti pakaian. “Duluan, Sin!” Reno menyapa dalam pamit, dia, teman satu tim Gilang.

“Oh? Iya!”

Sinus tersenyum, melambaikan tangan kirinya pelan. Sedang jari-jari tangan kanannya menggenggam botol miliknya yang tergantung lemas sejajar dengan paha. Ia tinggalkan juga tepi lapangan dan melangkah menuju Uza yang tertawa di tempat duduknya melihat penolakan yang kesekian kali, seolah tak habis-habis.

“Eh?!!” Sinus tersentak. Begitu beberapa jarak gadis itu melangkah, seseorang menyambar botol minum yang dibawanya.

Waktu Sinus menolehkan kepala, dia menajamkan pandangan sejadinya. Didapatinya Nattan minum air dalam botol yang dibawanya, dia, cowok itu berseragam futsal.

“Lo ngapain di sini?” Sinus bertanya heran.

“Emang lo pikir gue ngapain di sini?” Nattan menyodorkan kembali botol minum milik Sinus. Gadis itu menerima dalam cemberutnya. Masih kesal dengan sikap Gilang tetapi justru Nattan yang menanggapinya seperti ini.

“Jangan bilang lo satu tim sama Gilang?”

Nattan cuma tersenyum. Yang mana Sinus sudah paham arti dari senyuman itu. Ya, Nattan satu tim dengan Gilang. Dan, Sinus menghela napas kasar, tidak berbicara apa-apa lagi.

“Lo kenapa?” Nattan bertanya, sambil mengeluarkan handphonenya dari dalam tas.

“Nggak papa,”

“Ditolak , ya?” Nattan menahan tawa.

“Hiiiihhh!! Pergi lo dari dunia gue! Rese!” Sinus memekik, menghentakkan satu kakinya ke lantai saking kesalnya. Mendadak dia terduduk, sedang kedua telapak tangannya memegang kepala. Rambutnya jadi berantakan. Dia, seolah menjadi manusia paling kesal di bumi.

Segera diketahui: Sinus menangis. Tapi, bukan menangis sedih. Dia menangis kesal. Bibirnya cemberut bukan main. Sekarang, gadis itu sudah sangat jengkel dengan keadaan.

Nattan tertawa sejadinya. Dia ikut jongkok, membuka helai poni rambut Sinus. “Iiiiih! Lo ngapain sih?” Sinus risih. Tapi, dengan itu tawa Nattan justru menjadi-jadi.

“Sini muka lo!” dengan hp di tangannya, Nattan merekam Sinus yang semakin kesal. Dia berusaha membuka tangan dan rambut gadis itu yang menutupi wajah. Ternyata, bagi Nattan membuat Sinus kesal adalah kebahagiaan.

Dari kursi penonton, Uza turun menuju dua manusia yang ada di tepi lapangan.

“Za, temen lo nangis nih!” Nattan mengadu pada Uza setengah berteriak, disertai tawa mengejek.

“Biarin, udah biasa!” ujar Uza yang membuat Sinus mendongak dan menatap sahabatnya dengan cemberut lucu.

Uza dan Nattan menahan tawa.

Kini, Sinus berdiri dengan cemberutnya dan berjalan cepat keluar gedung futsal. Nampaknya ia sudah sangat tidak mood untuk menanggapi candaan orang lain. Juga, rasanya sudah tidak mood untuk menyebut nama Gilang yang sudah disukainya semenjak kelas sepuluh. Ujung-ujungnya, tidak ada apresiasi secuil pun dari Gilang untuk perasaannya.

Terlebih lagi. Seorang Nattan, sebagai teman sebangku yang baru kenal, dia benar-benar mengganggu. Bangun kesiangan menjadi alasan kuat penyesalan Sinus pagi tadi. Andai saja dia berangkat lebih pagi, setidak-tidaknya, tidak akan mendapat teman sebangku semacam itu.

Lembar  pertama kelas sebelas, patah hati!







YOURS : Sin (cos) TanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang