3 | stalking

25 8 6
                                    

Memulai hari kedua kelas sebelas, Sinus berangkat sangat pagi dan sekarang, pukul 6.30, dirinya sudah berada di bangku kelas. Alih-alih membaca buku atau belajar, dia lebih memilih membuka Instagram, jarinya mengetik nama sebuah akun, @gilanngggggg dan, “Unfollow!!!” pekiknya pagi-pagi dan tersenyum bangga.

Ya. Akhirnya. Setelah sedih semalaman, Sinus memutusknan untuk benar-benar melupakan Gilang yang menjadi pangerannya selama ini. Cowok, yang berhasil membuatnya teramat semangat untuk pergi ke sekolah tanpa beban walaupun dia sering tidak mengerjakan PR. Cowok yang membuatnya harus membawa bekal setiap hari dan akan diberikannya kepada Gilang, tetapi yang memakan bekalnya justru  Reno. Selama ini, memang selalu penolakan yang ada. Tapi dengan itu, hati Sinus benar-benar dikuatkan.

Masih sepi.

Sinus berangkat terlalu pagi. Hanya ada sekitar enam siswa di kelas. Wawal dan Uza sama sekali tidak kelihatan penampakannya.

“Oh!” Sinus tersadar sesuatu, jari-jarinya mengetik nama akun di pencarian Instagram. “Nattan!”.

Hasil pencarian teratas tidak ada yang menunjukkan Nattan yang Sinus maksud. “Apa sih IG-nya?” Sinus menggerutu.

“Lo stalking gue?” mendadak suara tidak asing mengagetkan Sinus yang terlalu fokus dengan gadget.

Nattan, kini dia melepas tasnya dan sudah mau duduk. “Singkirin tas lo!” dia protes karena mendapati tas milik Sinus justru ditaruh di tempat duduknya, sedangkan Sinus duduk di bangkunya sendiri.

“Biarin ih! Lo gue pecat jadi temen sebangku!” ucap Sinus semena-mena, membuat Nattan mengerutkan keningnya seolah-olah, ‘lo yang terakhir ngikut gue duduk di sini, dan lo sekarang ngusir gue?’

“Lo sejak kapan di situ?” Tanya Sinus tanpa mengubah posisi tasnya, yang justru membuat Nattan menyingkirkan tas itu dengan tangannya sendiri.

“Mau lo bawa kemana?” gadis itu lekas berdiri mendapati tasnya dibawa Nattan menuju jendela. “Natt!” Sinus menyusul cepat.

Bukan bercanda. Dari jendela kelas yang berada di lantai dua, Nattan nampak mengecek ke bawah apakah ada seseorang di sana. Ya, ada dua orang siswi yang sedang lewat di bawah. "Oi! Minggir!!" Nattan meneriaki dua manusia itu. Walaupun bingung apa yang sedang terjadi, dua siswi itu benar-benar menepi.

Sekarang, sudah kosong. Dan dengan jijiknya dia menenteng tas sinus, di sodorkan ke luar jendela yang terbuka. “Gue buang!”

“Nattan!!!!!” Sinus memekik, tetapi belum sempat dia menolong nyawa tas miliknya, benda itu sudah terlanjur jatuh ke bawah tanpa penyelamat. ”Tasss gueeeeee! Bangsul lo jadi cowok!” Sinus berteriak lantang.

Nattan menyeringai puas. Pagi-pagi, membuat kesal Sinus adalah kebanggaan, dia suka dengan reaksi gadis itu. Dan sekarang Nattan justru tertawa sambil berjalan menuju bangku. Teman-teman sekelas yang sudah ramai hanya bisa menonton kejadian itu tanpa berkomentar, termasuk Uza dan Wawal.

“Sinus, Nattan, cepet ambil, nanti keburu ada Pak Zaenal.” Fajar, sebagai ketua kelas dia menasihati.

Sinus menarik napas berat, sedang Nattan dengan cueknya mengeluarkan buku seolah tidak terjadi apa-apa. Gadis itu, dalam marah yang sudah tidak bisa dicairkan, mengepalkan jari-jari tangannya. Dengan langkah mantap dia mendekati Nattan, telapak tangannya menggebrak meja cukup keras.

“Natt!!!!”

“Apa Sinus? Apaaa?? Hm?” reaksi Nattan pelan dan halus, membuat Sinus teraduk perasaannya. Ingin sekali membunuh cowok di depannya itu.

“Ambilin tas gue nggak?”

“Kan itu tas lo, kok gue yang ambil?” Nattan pura-pura lupa kalau dirinya yang membuang tas milik Sinus.

“Lo yang udah buat dia jatoh!”

“Nggak papa, kan dia nggak bernyawa?”

“Yang punya tas itu bernyawa. Dan gue lagi pengen bunuh lo sekarang juga kalo lo nggak mau ambilin tas gue!” ancam Sinus.

“Yaudah, bunuh aja.” Nattan semakin membuat Sinus kesal. Dia seolah menyerahkan dirinya kepada Sinus untuk dibunuh. Didekatinya gadis itu dan dia mematung, bagai pasrah.

“Iiiiiiiiii!!! Nattaaaaannnn!!! Di tas ada laptop gueeeee!!!”

Dan jeritan Sinus membuat Nattan kaget, begitupun dengan teman-teman seisi kelas. Cowok itu menoleh tidak percaya.

“Kok lo nggak bilang anjirrr!” Nattan memekik. Dia membulatkan matanya karena panik. “Tolol!!” dia mengutuk diri sendiri. Tanpa Sinus menjawab, dia bergegas turun ke bawah tanpa aba-aba. Setelah sikap bodo amatnya yang dibuat-buat tadi, kini dia benar-benar merasa bersalah atas apa yang dia lakukan.

Jelas, dari ketinggian lantai dua, bagaimana keadaan laptop yang sudah terlanjur ia jatuhkan dengan sengaja?



YOURS : Sin (cos) TanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang