Menciduk

5.8K 274 10
                                    

Aku pastikan make up ku sempurna. Blush on cek, lipstik cek, alisku cek, bagus. Kemeja sifon berwarna putih tulangku rapih. Rok span diatas lututku juga tidak kusut. Terakhir stiletto hitamku haknya aku pastikan tidak akan patah nanti. Oke, aku sekarang sudah siap pergi. Tas hitam yang ada di atas meja aku sambar dengan emosi.

    Langsung ku tekan call di kontak bernama Niken, sahabatku. Di dering pertama, panggilanku langsung diangkat. "Loe yakin kan dia masih disana?." Tanyaku langsung tanpa basa-basi.

    "Yakin. Loe cepetan dateng, gue udah kaya jomblo menderita diem disini sendirian. Awas jangan nyasar ya Nad, ikutin aja petunjuk dari alamat yang gue kasih soalnya tempatnya ngumpet." Jawab panjang Niken dengan berbisik-bisik.

    "Oke. Tunggu, gue sekarang berangkat."

    Aku berjalan dengan cepat karena emosiku sudah tidak bisa ditahan lagi. Aku sekarang yakin buat menyerah mencoba jadi cewek lemah lembut seperti pemeran utama prontagonis yang ada di film atau novel yang hanya menangis saja ketika diperlakukan tidak adil. Sorry, aku ternyata tidak bisa jadi seperti itu. Aku Nadila Putri Utomo, anak dari Bapak Utomo dan Ibu Desi yang tidak pernah menye-menye dan bersikap lembut sehingga mudah ditindas.

    Saking emosinya, begitu masuk lift tanganku menekan tombol dengan brutal. Orang-orang disekitar melihatku aneh. Urat malu ku putus untuk hari ini, Bahkan ketika aku keluar dari lift dan terus berjalan ke mobil dengan pandangan siap memakan siapapun, semua melihatku dengan pandangan bertanya. Aku tidak mau pusing mempedulikan itu semua, yang penting aku sekarang cepat sampai disana. Aku tidak mau kehilangan kesempatan.

    Untung saja jalanan tidak macet, sehingga aku bisa membawa mobil Honda Civic ku dengan kecepatan tinggi. Hanya perlu waktu 30 menit dan aku langsung saja turun dari mobil, melihat ke sekeliling tempat yang tadi di shareloc oleh Niken. Rumah makan dengan halaman yang luas dan agak jauh dari jalanan jadi terasa sangat sepi. Mencari keberadaan si suara cempreng, Niken. Sampai aku melihat tangan yang melambai-lambai padaku. Dia sedang duduk lesehan di salah satu saung. Aku segera berlari ke arahnya. "Mana?." Tanyaku langsung emosi tanpa basa basi.

    "Loe tuh ya dateng-dateng salam kek apa kek. Tuh mereka disana." Tangan Niken menunjuk ke sebuah saung yang ada di pojokan dan lumayan jauh dari tempat Niken. Selain itu juga jauh dari saung lesehan yang lainnya. Huft, memang kalau berbuat salah itu pasti milih tempat yang jauh dari orang banyak. Aku makin menggeram saja. "Loe tunggu gue disini." Titahku galak pada Niken.

    Menghirup nafasku dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Berjalan dengan santai namun pasti. "Hai sayang." Sapaku begitu sampai didepan saungnya dengan suara yang dibuat semanis mungkin, padahal aku sudah ingin berteriak dan melemparinya dengan batu, tapi aku tahan itu semua demi harga diriku.

    Wajah laki-laki yang memakai kemeja abu muda itu terlihat sangat terkejut. "Nad kok disini?." Perempuan yang duduk di sampingnya pun tidak kalah terkejut.

    "Sayang, bukannya aku yang harusnya nanya gitu sama kamu?. Katanya hari ini kamu mau ikut Pak Rio meeting di luar. Kok malah nyangkut meeting disini sama Kak Hani berduaan?. Nanti suaminya liat kamu bisa digebukkin loh." Tanyaku dengan sorot mata tajam masih dengan posisi berdiri didepan mereka.

    "Ayo kita ngomong di sana. Aku bisa jelasin." Laki-laki itu berdiri namun sempat-sempatnya melirik pada Hani yang mukanya sok takut padahal aku yakin dia gak ada takut-takutnya sama sekali. "Tunggu ya, aku mau ngobrol dulu sama Nadila."

    "Iya Bim." Jawabnya dengan sok anggun dan aku benar-benar muak.

    Tangan Bima menarikku ke pojokkan. Aku masih tetap saja memasang wajah badak dan tenang, padahal jangan ditanya gimana ketar-ketirnya hatiku sekarang. "Apa sih sayang?. Kita kayak lagi mau selingkuh aja ngobrol di pojokkan." Sindirku yang langsung membuatnya mengusap wajah. Dia mendudukkan ku di kursi kosong, yang untungnya sepi dan jauh dari para karyawan restaurant jadi tidak jadi tontonan lah seenggaknya.

Spektrum NadilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang