Penyesalan itu pasti datang di akhir

2K 199 5
                                    


     "Gimana...?, Gimana Pak Alif?." Niken menaik turunkan alisnya yang tanpa pensil alis itu dengan genit ketika aku sudah mandi dan sedang memakai body lotion. "Cerita cepetan!, gak usah sok misterius gitu."

     Aku mengangkat bahu saja, sengaja membuatnya bertambah penasaran. Syukurin, suruh siapa cerita seenaknya sama Alif. Sifat dasarnya yang kepo membuat Niken terus saja mengikutiku dan mengguncang badanku. Haha aku ingin tertawa keras, tapi aku tahan dan memperlihatkan wajah tidak bersemangat. "Gak berhasil Nad?. Tapi kalau gak berhasil kok loe bisa pulang duluan sama dia." Benarkan?. Niken memang si super kepo.

    Lama-lama kasihan juga melihat wajah Niken yang sedang berpikir keras. Tidak tega, akhirnya runtuh juga pertahanan ku dan menceritakan pada Niken apa yang tadi terjadi antara aku dengan Alif. Dia tertawa bahagia sambil menggerutu."Rasain tuh si Bima. Bagus.. bagus.., loe lanjutin aja terus sama Alif."

    "Udah gak manggil pake Pak lagi?. Langsung Alif?." Godaku.

    Niken mengibaskan tangannya sambil tertawa, "halah mau jadi pacar loe ini."

    "Songong loe." Aku menarik selimutku sampai diatas dada. Ah hangatnya. "Udah loe tidur juga cepet, katanya besok mau sok-sok an joging. Nyari mangsa baru karena Romi udah mulai ngebosenin." Aku tidak menghiraukan lagi Niken.

    "Eh.., eh.. itu handphone loe bunyi.".... "Dari Alif."

    Niken heboh. Dasar kepo banget. Sementara aku santai saja. "Udah gak usah diangkat dulu, biar dia tau gue gini-gini jinak-jinak merpati." Kataku cuek tanpa membuka mata.

    "Iya iya deh yang jinak-jinak merpati sekarang. Jamannya si Bima, ada telepon dari dia langsung diangkat sambil mesem-mesem."

    "Berisik!."
**

Besoknya aku dan Niken sok-sok an joging di Car Fred Day. Padahal aku malas sekali, dasar saja si Niken ngebet banget cari cowok. Ya kali cowok tinggal nyomot, sampai akhirnya dia ngaku. "Jadi gue itu lagi naksir sama temen kita, inget gak si Bayu?." Aku mengingat dulu, Bayu itu yang mana ya lalu aku ingat dan mengangguk-ngangguk. "Nah gue kemarin contact an sama dia lewat ig. Katanya dia hari ini mau joging disini."

    "Emang sekarang dia ganteng banget ya sampei harus loe yang kesini?. Biasanya juga kan loe jual mahal." Aneh, selama ini Niken selalu mendekati cowok dengan gaya jual mahal. Aku yakin ada sesuatu yang Niken sembunyikan.

    Betul ternyata. Niken tersenyum-senyum malu sambil terus berjalan santai. "Sebenernya lagi nih ya, gue itu udah suka sama dia dari jaman kita SMA. Nah kemaren kebetulan dia follow ig gue. Dan dia juga DM gue duluan. Ya gue ngerasa yakin mungkin ini jawaban buat doa gue selama ini yang minta jodoh."

    "Loe yakin status di KTP dia single." Niken mendorong bahuku pelan sambil mengumpat. "Ya kali aja kayak si Heru kemaren."

    "Loe tuh ya temen lagi seneng malah di takut-takutin. Tenang gue udah liat ig nya terus nanya ke temen yang juga untungnya satu kantor sama si Bayu. Dia single dan belum punya istri." Jawab Niken yakin dengan wajah berbunga-bunga.

    "Berarti sebenarnya loe udah ngamatin si Bayu ini dari lama dong?, sampei loe bisa nanya ke temen loe dan sebagainya." Niken mengangguk malu. Dasar, bisa aja dia kemarin terus ngolok-ngolok aku karena cinta sama si Bima sekarang malah dia yang kaya gitu.

    Bukan Bayu yang kami temukan, kami malah bertemu dengan Alif  yang sedang menunggu pesanan buburnya ketika kami memutuskan buat makan. "Pak Alif?." Tanya Niken heboh seperti melihat undian berhadiah.

    "Hai Ken. Sama Nadila juga." Pak Alif berdiri dan menggeser duduknya. "Sini aja duduknya. Saya juga baru pesen."

    "Loe duduk aja dulu, gue mau pesen." Titah Niken. Aku duduk disamping Alif. Dari dekat, aku bisa mencium parfum Alif yang sudah bercampur dengan keringat. Wangi. Alif memakai kaos dengan celana pendek dan sepatu olah raga.

    "Kamu udah sering makan bubur disini?." Tanya Alif ketika aku sedang menelitinya. Ah sial, ketahuan. 

    "Ehm..., baru pertama kali. Biasanya sih males pagi-pagi gini mesti keluar. Niken aja tuh maksa." Jawabku sambil melirik pada Niken yang sedang sibuk sama requestannya yang seabrek. Jangan terlalu banyak seledri, jangan pake kacang, empingnya sedikit aja.

    Alif menerima pesanan buburnya sambil berterima kasih pada pelayannya. Dari jarak sedekat ini aku bisa lebih mencium keringat Alif yang gak tau kenapa enak aja gitu diendus. Ya ampun Nadila tobat. Pikiran mu ngelantur. "Kalau aku udah sering makan bubur disini, tiap minggu. Deket apartemenku juga kan."

    "Oh emangnya apartemen kamu dimana?."

    Alif menyuap dulu buburnya. Mengunyah dulu, baru menjawab. "Deket sini kok. Kalau jogingnya biasanya 45 menit."

    "Bukan deket itu mah." Balasku. Dia tertawa dan tiba-tiba Alif memajukan wajahnya, berbisik padaku. "Kenapa malem telepon ku gak diangkat?."

    Saat aku akan menjawab Niken kembali dan langsung duduk di sebelahku. "Banyak banget yang pesennya jadi lama deh. Eh Pak Alif emang suka joging atau lagi cari mangsa di sini?." Tanya Niken sok polos membuat Alif tertawa.

    "Kamu kali Ken yang lagi cari mangsa." Niken tersenyum malu. "Jangan turunin pasar saya di depan Nadila dong Ken. Saya emang suka joging tiap minggu."

    Bubur pesanan kami pun datang, aku yang menerima lebih dulu baru Niken. "Pantesan ya badan Pak Alif bagus." Puji Niken yang langsung aku cubit pahanya.

    "Makasih. Oh ya panggil Alif aja kalau diluar Ken." Ucap Alif dengan tersenyum manis. Hatiku langsung meleleh. Pantas aja dia jadi playboy. Senyumannya bikin orang yang liat klepek-klepek. Ditambah lesung pipinya di kiri dan kanan. Kacamatanya juga bikin kegantengannya meningkat beberapa puluh persen. Penampilannya juga modis. Ya Tuhan, sadar Nadila. "Kalian mau kemana abis ini?." Tanya Alif setelah mengunyah suapannya yang terakhir dan membersihkan mulutnya dengan tissue.

    "Kita mau pulang." Jawabku, tapi beda dengan jawaban Niken. "Mau jalan lagi."

    "Ken, kita udah muter-muter daritadi. Gak ketemu juga. Udah pulang aja."

Spektrum NadilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang