Prolog

4.5K 120 11
                                    

Author Note's

Aku minta maaf yang baru baca novel ini, karena novel ini bukan hanya sekedar pindah ke platform kwikku, tapi akan banyak perubahan mungkin sekitar 95 persen. Kalian bisa baca di sana nama akun FAKIHA, dengan JUDUL THE JOURNEY OF SHA

-Athiya Fakiha

-Athiya Fakiha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________

Setiap makhluk individu memang memiliki perjalanan hidup yang berbeda. Dan seringkali ketika kita berada dititik masalah yang mainstream, kita selalu menganggap hidup itu tidak pernah adil. Padahal kenyataannya hidup selalu berdampingan, antara bahagia dan sedih, antara masalah dan solusi, antara bersyukur dan kufur. Dan hal itu benar adanya. Seperti yang sedang aku lalui sekarang.

Apapun yang aku lalui itulah perjalananku. Allah telah berfirman, Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

Bagiku, akan sangat sulit menerima sesuatu yang selalu bertentangan denganku. Aku memiliki saudara kembar non identik, namanya Alesha Sannaya Adnan. Kami lahir hanya berbeda sekitar 7 menit. Hampir semua yang ada dalam diri kami itu berbeda. Tidak ada kesamaan sedikit pun. Kesamaan kami hanya terletak pada hari, tanggal, dan tahun kelahiran. Cara kasarnya, yang aku suka, dia benci. Begitu pun sebaliknya. Yang dia suka, aku tidak menyukainya.

Mirisnya, keberadaanku hanyalah bayangan yang tak pernah diinginkan oleh kedua orang tuaku sendiri. Aku merasa hanya menumpang di rahim Mama. Setelah lahir, aku pun hidup tanpa kasih sayang dari mereka. Hidup menjadi seorang Alisha Elizha Adnan merupakan kesedihan terberat bagi diriku sendiri. Sampai semua hal harus aku sembunyikan. Aku tidak mau terlihat menyedihkan di mata orang lain.Aku tidak mau mereka memandangku sebagai saudara kembarnya Alesha. Rasanya sudah lebih dari cukup orang-orang membandingkan aku dengan Alesha. Mereka menyebut kami dengan sebutan,

Si kurus dan si gemuk. Si cantik dan si dekil. Si kaya yang berbeda nasib.

Aku tumbuh menjadi orang yang ambisius dalam segala hal. Aku memiliki satu motif yaitu karena aku ingin diakui oleh kedua orang tuaku. Sampai sahabatku selalu memperingatkanku agar tidak memforsir semua tenagaku.

"Ck, Al,"

"Alisha Adnan, tolong dengarkan aku dulu!"

"Setiap hari aku lihat kamu belajar terus apa nggak pernah ngerasa capek? Kita aja yang cuman modal ngeliatin kamu doang udah capek banget." Kata Azura sudah berdecak kesal sedari tadi. Anak itu selalu mengomeliku. Aku selalu menganggap omelannya itu sebuah bentuk perhatian. Sangat terlihat jelas jika aku kekurangan kasih sayang.

Sepertinya mereka telah salah menjadikan aku sebagai salah satu sahabat mereka. Mereka yang terlalu santai condong ke malas, sementara aku orang yang sangat ambisius. Kami saling bertolak belakang. Kami sama-sama cerdasnya, namun caranya saja yang berbeda. Mereka nafas saja langsung paham apa yang dijelaskan oleh dosen. Sementara aku sangat memerlukan fokus yang tinggi untuk memahami materi yang dijelaskan oleh para dosen. Kami sedang memasuki semester ketiga jurusan psikolog di salah satu Universitas swasta ternama.

"Belum. Baru juga tiga jam," Aku mengatakan hal itu tanpa memandang wajah mereka, sekaligus menjawabnya dengan santai.

"Lagian ya Al, hari Minggu itu diadakan untuk istirahat, bukan malah ambis belajar. Kalau kamu belajar terus, kapan istirahatnya?" akhirnya Sabiya buka mulut setelah berhasil menghabiskan kuaci satu toples ukuran 200 mili.

"Namanya juga orang ambis," dengan santainya aku mengatakan hal itu. Akibatnya bantal sofa dekat Shabiya melayang ke wajahku.

"Sudahlah, capek kalau aku ngomongin kamu untuk berhenti belajar. Kamu tuh orang paling aneh di dunia tau nggak? Orang lain tuh pada alergi belajar, nah kamu malah hobi belajar." Kata Azura menimpali Shabiya. Aku sengaja membuat mereka mengomel seperti itu, tandanya mereka sedang perhatian padaku. Karena di rumah tidak ada yang memperhatikan aku. Hal aneh yang aku pernah inginkan adalah, aku menginginkan Mama ataupun Papa menyuruhku belajar. Tapi sayangnya, aku hanya bayangan mereka. Mana peduli apa yang aku mau.

"Bukannya belajar itu bagus? apalagi literasi orang Indonesia itu rendah banget. Bahkan menurut data UNESCO orang Indonesia yang suka baca itu hanya 0,001 persen. Bayangkan saja, kalau misalnya kita nggak belajar, otomatis bakalan malas membaca,"

"Setidaknya aku termasuk golongan manusia dalam persentase langka 0,001 persen." Jelasku, mereka berdua mengangguk bukan paham, melainkan pasrah.

"Terserah kamu Al, terserah." Kata Sabiya kesal, namun hal itu berhasil membuat aku terkekeh.

"Jangan terlalu ambis banget deh Al, belajar boleh sampai cerdas. Tapi istirahat itu diperlukan. Kalau kamu maksain diri kayak gini terus, bisa-bisa kamu jatuh sakit." Kata Azura-si manusia penasihat di antara pertemanan kami.

"Ingat, semua yang berlebihan itu nggak baik. Waktu itu aku pernah ngeliat video siswi atau mahasiswi meninggal, akibat kebanyakan belajar." Kata Sabiya membuat aku merinding. Kenapa dia selalu mengatakan, jangan racuni aku untuk belajar Al, aku terlalu alergi untuk melihat setiap materi Penelitian Kuantitatif & Statistik Inferensial. Anehnya anak itu malah terjun di dunia psikolog. Padahal ketika di kampus selalu tidur atau memijat kepala. Ajaibnya lagi, ketika ada kuis atau ujian mendadak, nilainya selalu tinggi.

Fakta sebenarnya kami semua terjun di jurusan psikolog bukan karena kemauan sendiri, terkecuali aku sendiri, itupun karena aku hampir gila karena Mama melarangku masuk fakultas kedokteran. Jika mereka terjun di dunia psikolog karena kemauan orang tua mereka atas dasar background mereka semuanya dari psikolog. Mungkin hal ini akan berarti untukku sendiri, yaitu mengobati luka bathin. Padahal sudah jelas, dokter yang hebat saja belum bisa mengobati dirinya sendiri, apalagi aku.

"Terus, kamu mau doain aku meninggal? Sahabat macam apa kalian berdua ini?" Kataku merapikan buku binder dan bolpoin serta handphone di tas ransel denim berwarna biru dongker.

"Baiklah, karena kebetulan leherku juga udah pegal, aku selesai. Terima kasih atas tumpangan rumahnya Azura yang baik hati. Sebelum kalian usir aku dari rumahnya kamu, aku berterima kasih atas semuanya." Kataku sangat dramatis.

"Aku sangat menghormati nasehat kalian. Tapi kali ini aku minta maaf, karena aku nggak akan dengarkan ucapan kalian. Kalian selalu kesal kenapa aku selalu mati-matian belajar, mati-matian ingin menjadi yang terbaik, aku akan berikan alasannya."

"Kita bosan dengar alasan kamu yang membuat kita makin emosi," Kata Azura.

"Kali ini nggak, aku akan bilang yang sebenarnya. Yang kalian nggak tau apapun yang sebenarnya terjadi sama aku." Kataku membuat mereka berdua langsung memasang wajah serius mendengarkan lanjutan penjelasanku.

"Aku ngelakuin semua ini karena aku pengen terlihat di mata mama dan papa, kalau aku juga anaknya." Jelasku membuat mereka seketika terdiam tak berkutik. Aku memang kalah telak dari Alesha, kembaranku. Alesha itu cantik, cantik banget malah. Cerdas, disukai banyak orang termasuk anak emas mama dan papa. Tingginya sekitar 175 senti, hidungnya benar-benar mancung tidak bengkok. Kulitnya putih agak kemerahan, apalagi ketika tersorot matahari, dia akan terlihat sangat menawan seperti orang bule.

Aku hanyalah bayangan di antara kehidupan orang terdekatku, seperti bayangan yang tidak akan pernah dianggap spesial. Itulah aku,

The Journey Of Sha & Sha

_______

Follow me athiyafakiha >> vote, komen dan share mention igs athiya_faqiha
Maaf yang baru baca, kalau semua babnya pindah ke kwikku. Dan nantinya akan ada banyak perubahan di setiap babnya. Terima kasih sudah membaca. Salah dari author, Fakiha.

 Sha & Sha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang