Bagian satu

18 3 0
                                    





"Jadi sepakat ya, acara resepsinya akan diadakan tepat di hari ulang tahun Sera tanggal 13 september. Persiapannya 5 bulan dari sekarang," ucap seorang lelaki gagah yang sebentar lagi akan menjadi seorang 'ayah' dari Rara.

Semua orang yang berada di ruangan itu senang. Sangat senang. Sampai-sampai tidak memperhatikan seorang laki-laki dengan tatapan yang penuh dengan amarah yang berdiri tidak jauh dari tempat dimana mereka berkumpul. Laki-laki itu perlahan menghampiri sosok yang bernama Choi Siwon itu.

Dengan tatapan sendu, ia berkata, "Enggak..bukan ini yang San mau ayah. San memang menyuruh ayah untuk mencari pengganti ibu agar ayah bahagia lagi. Tapi bukan ini yang aku mau. Kenapa harus..," ucap San yang perlahan-lahan meneteskan air mata.

Ayahnya langsung menarik San untuk berbicara di luar, "San, ayah sudah menemukan kebahagiaan ayah kembali. Dan itu adalah ibunya Rara. Ayah hanya temukan sifat mendiang ibumu di ibunya Rara, Tiffany," kata Siwon dengan nada yang sangat lembut. San memang mengakui itu. Ibunya Rara memang sangatlah baik persis seperti mendiang ibunya.

"Ayah nggak tahu perasaan San.. Ayah nggak ngerti," ucap San dan melangkahkan kakinya keluar dan pergi menjauh dari ayahnya. Yang dia butuhkan saat ini adalah mendinginkan kembali kepalanya. Ia berjalan tanpa memperhatikan kendaraan-kendaraan yang hampir akan menabraknya. Persetan jika dia harus mati tertabrak oleh mobil saat ini.

Untung saja, Tuhan masih mengizinkan San untuk hidup —San tiba di sebuah tempat yang tidak jauh dari rumahnya itu. Setiap kali hati San merasa tidak tenang, tujuan San selalu ke tempat ini.

Ia menujukan pandangannya ke langit sambil bergumam, "Kenapa harus Ibu Rara? Kenapa tidak orang lain saja.." perlahan-lahan San mulai mengeluarkan air matanya.

Tiba-tiba seorang perempuan duduk di sebelah San dan berkata, "Udah kuduga kamu disini. Dasar cengeng. Udah lah San, kita sebagai anak nggak bisa menentang kebahagiaan orang tua kita. Lagian bagus kan kalo kita berdua jadi sodaraan? Kamu bisa jadi ojek aku tiap hari --Eh tapi kan kamu udah jadi ojek aku dari dulu hehe," ucap Rara sembari tertawa kepada Choi San.

'Cih, padahal aku menentang pernikahan orangtua kita karena kita bakal jadi saudara'

"Iya Ra, aku tahu. Aku cuman merasa aneh aja. Entah kenapa aku nggak bisa menerimanya begitu saja. Aku nggak ngerti sama perasaanku sendiri," jawab San. Tentu saja dia berbohong. Manusia mana yang tidak mengerti dengan perasaannya sendiri? Toh yang menciptakan perasaan itu ya diri kita sendiri. Sudah semestinya kita mengerti akan perasaan kita sendiri. Hanya saja, dia tidak mungkin akan mengatakan alasan yang sebenarnya kepada seorang perempuan di depannya ini.

"Dasar aneh. Udah ah, ayo pulang. Entar kamu kemasukan kuyang disini kan jadi horror San. Aku sih gak mau temenan sama kamu kalo kamu udah kemasukan kuyang," Rara berhasil mengembalikan mood San yang hancur.











Bel istirahat pun berbunyi. Seperti biasa, Rara akan menemui kekasih nya --Namun jika biasanya Rara akan menemui kekasihnya itu dengan perasaan senang, kali ini berbeda.

Sesampainya di kantin, Rara langsung menujukan pertanyaan kepada oknum di depannya itu, "Maksud dari foto ini apa Bin? Berapa kali aku bilang ke kamu kalo kamu harus berhenti minum minuman keras? Terus ini apa?"

"Jangan ngerusak hari gue deh Ra, itu gue minum karena lagi pengen aja. Lagian sekali doang," jawab Changbin acuh.

"Aku ngelarang juga buat kesehatan kamu Changbin. Kal-" niat Rara baik, namun Changbin tetaplah Changbin. Dia tak terima jika dirinya di atur-atur. "Bego banget sih. Udah gue bilang jangan ngerusak hari gue."

Entah apa yang membuat Rara bisa menjalin hubungan dengan preman ini. Rara benar-benar merasa bodoh karena memercayai perkataan manis Changbin 'aku bakal ngilangin sifat burukku kalo kamu nerima aku'.

"Bego? orang tua gue susah-susah ya sekolahin gue. Trus lo seenaknya ngatain gue bego?" Amarah Rara sukses membuat seisi kantin memandang mereka berdua.

Changbin melayangkan tangannya tepat di pipi Rara. Sakit dan malu. Itu yang Rara rasakan saat ini. Dia tak percaya dengan apa yang Changbin lakukan kepadanya saat ini. Keadaan di kantin pun semakin ramai membicarakan mereka berdua.

Bruk

Rara kaget setengah mati saat melihat Changbin yang sudah tergeletak di lantai. Dia melihat San berdiri di dekat Changbin. Sepertinya laki-laki itu yang menyebabkan Changbin babak belur dalam sekali pukul.

Tatapan San saat ini sangat mengerikan. Dengan cepat Rara menarik San menjauh dari tempat itu, karena jika dia membiarkan San disitu, San benar-benar akan membunuh Changbin.

Dengan terpaksa Rara dan San harus bolos di jam pelajaran setelah istirahat. "Pasti sakit," ucap San sembari menatap pipi Rara. Sepertinya laki-laki itu sudah sadar dari kegilaannya tadi.

"Kamu ngapain sih mukul dia? Pasti besok kamu bakal disuruh ke ruang bk. Dasar pahlawan kesiangan," Rara benar-benar tak mengerti dengan San. Dia suka sekali ikut campur masalah Rara.

"Ya tugas seorang 'calon kakak' emang harus begini kan?"

Halo semuanya, Sebelum itu aku mau minta maaf jika cerita ini punya banyak banget kekurangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo semuanya,
Sebelum itu aku mau minta maaf jika cerita ini punya banyak banget kekurangan. Maklum lah, menulis adalah hal yang baru buat aku hehe.

(Padahal mah aslinya nulis udah lama tapi di unpub mulu, dasar aku🙂)

Anyway, buat stay jangan dendam ama aku ya:') karena karakter Changbin disini aku buat jahat karena otak aku buntuh banget buat nyari lagi ngehehe

Jangan lupa vote ya^^

CONSEQUENCES 《 Choi San 》  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang