4. I've Totally Fallen For You

2.5K 359 220
                                    

Pukul lima sore, sudah hampir satu jam mereka mengerjakan berdua di perpustakaan. Memilih meja di samping jendela, cahaya matahari senja menembus menyinari dua insan. Saling berhadapan. [Name] berusaha terlihat normal. Tapi rasanya sia-sia saja.

Bagaiaman bisa? Todoroki di hadapannya tengah mengerjakan dengan tekun. Rambut dwi warnanya tertiup angin sepoi-sepoi. Matanya mengedip tiap beberapa detik. Dan lirikannya saat membaca tiap soal, terlalu misterius. Apalagi, cahaya senja ikut menyinari wajahnya—benar-benar ciptaan Tuhan paling indah.

[Name] ingin waktu berhenti di sini, saat memandang wajah Todoroki yang menenangkan.

Aizawa-sensei memberikan dua jenis soal. [Name] dan Todoroki mengerjakan satu-satu dan nanti baru dibahas keesokan harinya. Untung saja [Name] tidak lupa mengerjakan milliknya selagi memandangi wajah Todoroki.

[Name] mengetuk-ngetuk pensil di dagunya. Soal ke 45 dari 50 soal, [Name] belum menemukan jawabannya. Memang pertanyaan itu materinya tidak ada di buku pelajaran. Tapi berkat hobinya yaitu membaca, [Name] tahu harus menemukan di mana sumber bacaannya.

[Name] bangkit dari duduknya. “Todoroki-kun, aku cari buku dulu ya,”

Todoroki mendongak, “Ada yang tidak ditemukan?”

“Iya, aku mau mencari referensi dulu,”

Hai,” Todoroki kembali menunduk.

[Name] memegangi dadanya yang berdegup kencang. Tidak pernah separah ini bicara dengannya. Kalau terus-terusan begini, bisa-bisa aku pingsan.

Todoroki tampaknya lupa perihal pernyataan cinta [Name]. Nyatanya, dia masih bersikap Todoroki selayaknya. Atau mungkin lebih buruknya, dia hanya menganggap perasaan [Name] sebagai angin lalu.

Seharusnya tidak usah kukatakan. Seharusnya tidak usah kukatakan, [Name] menepuk pipinya keras.

Rak buku yang diincar berada di pojok ruangan, tempat yang paling banyak diterangi matahari senja. Jendelanya dibangun dari beberapa sisi menyorot ke bagian pojok, mungkin ditujukan agar tidak terlalu gelap.

Buku itu, [Name] sudah pernah membacanya. Tapi dia tak ingat kalau lokasinya dari baris ketiga jadi naik ke baris ke lima. Kalau seperti ini, [Name] harus mencari kursi agar bisa menggapainya. Kalau memaksakan diri, [Name] bisa saja memanjat rak—yang jelas itu tidak mugkin. Maka [Name] memusatkan seluruh kekuatannya di kaki dan mencoba melompat sekuat tenaga. Berharap lompatannya dapat setinggi tokoh anime voli yang ditontonnya.

Sudah keenam kalinya [Name] melompat, tetap saja tidak sampai. Ia melompat lagi dan berakhir dengan pendaratan tidak sempurna, kakinya terkilir dan hampir jatuh.

Hampir.

Jika saja tidak ada tangan yang memegangi pinggang [Name].

[Name] refleks langsung menoleh ke belakang, tempat seseorang itu menangkapnya. Tatapan teduh. Wajah [Name] memanas, mulutnya menganga.

Orang itu, Todoroki—menyentuhnya! Ditambah, posisi ini, wajah mereka begitu dekat, mungkin sejengkal. Diam-diam hembusan napas masing-masing semakin terasa menabrak wajah.


“Kenapa kau terlihat menghindariku?”

Todoroki bertanya tanpa mengubah posisi tangannya. Masih memegang pinggang ramping [Name]. Sementara tangan kanannya mengambil buku yang berusaha diraih oleh [Name].

[Name] mengerjapkan mata beberapa kali. Terlalu syok menyadari kenyataan yang menimpanya. “Apa, apa maksudmu?” [Name] gelagapan.


“Bukankah sudah jelas kau berusaha menghindariku?” Todoroki menatap tajam.

Kepala [Name] menunduk, “Maaf, aku hanya—“

“Hanya apa?”

Todoroki melepaskan tangannya dan membanting buku. [Name] berjengit. Kali ini mereka saling berhadapan. Intensitas Todoroki terkunci pada dirinya. meneguk ludah pun [Name] merasa sukar apalagi mengedipkan mata.

“Hanya tidak siap bertemu denganmu,”

Todoroki mengernyit dan selangkah lebih maju, [Name] berusaha memundurkan diri namun kakinya sudah menatap rak buku. “Mengapa tidak siap bertemu denganku?”

[Name] memalingkan wajah. Dalam posisi sedekat ini, ekspresi wajah [Name] pasti telihat memalukan saat menjawab, “Tidakkah kau mengerti bagaimana mengungkapkan perasaan pada seseorang, tapi orang itu tidak menyukaimu? Sekalipun tidak mengerti, kau pasti tahu bukan? Maaf Todoroki-kun, aku merasa sangat memalukan,”

“Siapa orang yang tidak menyukaimu?”

[Name] kali ini terang-terangan menatap Todoroki. Kenapa Todoroki berlagak tidak tahu? Kenapa Todoroki begitu polos? Menyebalkan! Padahal [Name] sudah gugup begini tapi Todoroki malah tidak peka. Membuuatnya harus menjelaskan kepada Todoroki dan itu sangat-sangat memalukan!

“Jadi Todoroki, kejadian kemarin kau ini—“

Todoroki ganti memalingkan wajah dan tangan kanannya tergenggam menutupi tawanya. Todoroki tertawa?

“Aku bercanda,” Todoroki menatap [Name] yang cemberut. “Siapa bilang aku tidak menyukaimu?” senyuman ia pasang di wajahnya. Senyuman yang bisa meluluhkan hati wanita manapun.

[Name] membulatkan mata, tak percaya. Mimpi? Dia mencubit lengannya sendiri, sakit. Ini bukan mimpi!

“Kenapa kau kemarin diam saja?” mata [Name] mulai berkaca-kaca, dia berusaha menahannya. Antara kesal, senang, terkejut semuanya menjadi satu bagian ambigu yang tak dapat dijelaskan.

“Kau yang terburu-buru berlari,” Todoroki terkekeh pelan. “Kau bilang, kau menyukaiku sejak kelas satu kan? Kebetulan sekali. Aku juga mulai menyukaimu saat itu,”

Telapak tangan Todoroki hinggap di kepala [Name]. Entah keberanian dari mana, entah dia belajar dari mana, ataukah hanya intuisi? Intinya, Todoroki melakukan kontak. [Name] yang mendapat kejutan mendadak seperti ini hanya mampu terdiam dengan perasaan campur aduknya.

“Aku menyukaimu, [Name],” ulangnya sekali lagi.

Dengar? Bahkan Todoroki sekarang memanggil nama depan. 

Todoroki menyatukan dahi, tangan satunya bahkan sempat menyilakan beberapa helai rambut yang menutupi wajah [Name]. Todoroki membungkuk dalam posisinya. Siapa mengira Todoroki memiliki sisi ini?

Jantung [Name] rasanya seperti berlarian di sekujur badannya. Tubuhnya menegang seperti dialiri aliran listrik. Kupu-kupu berterbangan dalam dirinya. Masa remaja yang paling menyenangkan. Renjana yang telah lama dipendam, kini telah terbalaskan sebagaimana mestinya.

Todoroki melepaskan pegangannya dan kembali berdiri tegak. Senyuman terukir pada bibir [Name] dan Todoroki. keduanya lalu terkikik kecil.

Sekali lagi, di bawah temaram cahaya jingga, mereka mengatakannya bersamaan.

“Aku menyukaimu.”

[.]

END.


Woa apa ini'-'. Awalnya aku cuma nulis cerpen di Ms. Word dan nyampe sekitar 8/9 lembar dengan font 12 spasi 1.5. Oke gak penting.

AKU SEBENERNYA PENGEN BIKIN LANJUTAN INI DARI SUDUT PANDANG TODOROKI. TAPI YA, SEMENTARA INI DULA AJA DEH HWHWHW.

Gaje banget ini ceritanya:(. Tapi pengen aplot huhu:( 😂. Mohon maaf atas segala banyak kekurangan.

HOPE U LIKE IT!

I'm Ready to Take it to The Next Level ✔  [Todoroki x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang