Langit telah berubah menjadi warna hitam pekat.
Seakan Tuhan menumpahkan sebuah tinta yang mencemari warna keemasan ribuan bintang yang menghiasi jubah langit malam itu.
Tapi tidak untuk dunia dibawahnya. Sebuah lidah api raksasa. Memberi warna orange yang menyala di penjuru langit malam. Memberikan kengerian tersendiri bagi orang-orang yang melihatnya. Bahkan untuk sebuah mata kecil yang menjadi pantulan api yang menghanguskan segala kabahagiannya.
Bukan hanya api.
Bahkan pantulan orang yang dikasihinya didalam kobaran api yang takkan padam walaupun di padamkan dengan jutaan liter air yang ada didunia ikut terpantul dimata kecilnya.
Ia hanya melihat tanpa dapat berbuat sesuatu,
Mata kecilnya menjadi sebuah cermin kenyataan pada malam itu.
Kenyataan bahwa kebahagiaannya menghilang tepat di depan mata kecilnya.
***
Makan malam di rumah paman Rihan benar-benar sunyi. Tidak ada suara sama sekali. Mereka semua entah kenapa diam seribu bahasa. Membuat Rihan tidak nyaman dan akhirnya membuka percakapan.
“tumben paman diem hari ini?”
“emang kenapa nggak boleh?”
Sunyiii...
SSREKK.. Rihan berdiri dari tempat duduknya
“aku kekamar mau tidur duluan”
“eh? Han katanya Putri mau kesini masa kamu mau tinggal tidur?” kata Eri menghentikan Rihan
“gampangkan bilang aja aku kecapean terus ketiduran”
“tapi...”
“udalah biarin aja bener kok katanya, Rihan juga perlu istirahatkan”
“ya sih...nanti aku beri tahu Putri kalau kamu sudah tidur”
“lagian kalau Rihan tidur kitakan bisa pacaran” kata paman Rihan sambil memegang tangan Eri dengan berbinar-binar
BLETAK!! Sebuah sepatu melayang tepat di wajah paman Rihan. Ternyata Rihan melempar pamannya dengan sepatu(?)
“ keponakan sialan, sini kalau berani!!!”
“dasar paman homo” kata Rihan belari menuju kamarnya dan segera menguncinya
“hoiii buka pintunya!!!”
BRAK BRAK BRAK
“sudah Di jangan seperti anak kecil”
“awass ya!!!”
(-.-)
Malam belum larut saat Rihan berada dikamarnya, ia tiduran sambil memikirkan gadis mesterius yang ia temui di danau, ada sesuatu dari gadis itu. Sesuatu yang tidak asing. Sesuatu yang membuat mata Rihan tidak dapat berpaling darinya. Seakan Rihan mengenalnya sejak lama.
Karena bosen akhirnya Rihan memutuskan keluar dari kamarnya. Ia pergi kedapur dan membuat segelas kopi, saat berjalan kekamarnya ia melihat pamannya duduk di ruang tamu sendiran.
Rihan segera menghampirinya, ia duduk di sebelah pamannya.
“tumben sendirian, kak Eri mana?” tanya Rihan sambil menyeruput kopinya.
“emm.. uda tidur” kata Ardi sambil mengambil kopi Rihan dan meminumnya
“paman, aku mau tanya tapi jawab yang jujur”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rihan Story - Mystery
SpiritualUdara hutan yang nyaman terbawa angin hingga tempat seorang pria yang duduk di dekat cendela sebuah bis yang berusia hampir seperempat abad. Rambut hitam kecoklatannyanya seakan menari-nari mengikuti nyanyian hutan yang terbawa angin. Pria itu duduk...