Bagian V: Jaga Jarak

125 21 18
                                    

Luna berjalan menuju halte dengan pandangan kosong. Pikirannya melanglang ke banyak hal. Dari Taehyung yang kian mencoba akrab dalam tiap kesempatan ataupun sang ibu yang masih berada dalam trauma masa lalu. Sebersit kesadarannya memaksa dia berpikir rasional. Dia baru menyadari bahwa selama bersama Taehyung dia terlalu bebas.

Dia tidak mau menaruh percaya pada siapapun itu dan yakin bahwa keadaannya yang sekarang tidak akan pernah diterima tanpa tatapan kasihan dari orang-orang.

Saat Luna hendak menaiki bus, dia bisa lihat Taehyung duduk di dekat jendela. Pandangan mereka bertemu. Taehyung nyaris melempar senyuman lebar kalau saja tak menyadari Luna tak jadi naik. Pemuda itu tampak keheranan, berbeda dengan Luna yang melempar seraut muka datar pada Taehyung. Dia akan mencoba sebisa mungkin menjaga jarak. Kedekatan ini akan membuatnya jadi lemah. Lagipula, Taehyung terlalu baik untuk berteman akrab dengannya.

Bus itu bergerak lambat, meninggalkan Luna yang masih saja diam. Dalam keterdiamannya, Luna memutuskan akan sendirian lagi seperti kemarin-kemarin. Tak apa. Dia sudah biasa.

...

Langkahnya terasa berat menuju kelas. Bel masuk akan berbunyi 3 menit lagi. Luna mendapati hanya bangkunya yang kosong. Setelah menduduki kursinya, dia berusaha untuk menyibukkan diri dengan menyiapkan barang-barang. Namun, agaknya dia tidak bisa hidup tenang barang sebentar saja.

Kursinya didorong menggunakan kaki oleh orang di belakangnya. Siapa lagi kalau bukan Kim Taehyung. Dia mencoba tak peduli, tapi perbuatan Taehyung sungguh menyebalkan. Luna meletakkan pulpennya dengan keras, menarik napas kasar sebelum berbalik.

"Bisakah kau tidak mendorong kursiku?" pintanya dengan nada datar.

Senyuman yang semula ada di ranum Taehyung mendadak hilang digantikan kerutan di dahinya. Taehyung memandang kedua netra Luna yang tajam. Dia bisa menangkap pandangan menolak pada iris itu. Berbeda dengan Luna yang kemarin melempar tatapan rapuh.

Ada apa? batin Taehyung menyerukan hal itu.

"Kau baik?"

"Tidak. Aku ingin fokus belajar, tapi kau terus menggangguku," balas Luna sambil menghadap ke depan lagi.

Taehyung mengamati punggung itu, mencoba mencari letak kesalahan yang sudah dia lakukan. Namun, nihil. Tak ada satu hal pun yang terbersit di akalnya. Taehyung menyangga dagunya dengan telapak tangan, bertanya-tanya kenapa Luna mendadak berubah 180°. Bahkan, sampai jam istirahat pertama pun gadis itu tidak menengok ke belakang.

Kali ini Luna pergi ke kantin bersama Jihee. Gadis itu bisa melihat Taehyung dan Jungkook yang berjalan di belakang keduanya. Dia tidak mau berprasangka buruk dan berpikir Taehyung sengaja mengikutinya. Namun, semua prasangka itu tertampik fakta bahwa Taehyung malah mendekati meja Luna dan Jihee. Pemuda itu duduk di depan Luna dengan senyuman lebar andalannya.

Alih-alih pergi, gadis itu lebih memilih diam saja. Luna mencoba menghabiskan makan siangnya dengan tenang tanpa mau terlibat percakapan Jihee, Taehyung, dan Jungkook. Sampai bel jam keempat berbunyi, Luna tetap saja bergeming. Langkahnya hendak memasuki kelas sekembalinya dari kantin, tapi tangannya ditahan Taehyung.

Gadia itu melirik sebentar dan bertanya, "Ada apa?"

"Aku yang harusnya bertanya ada apa. Kau aneh sejak pagi," balas Taehyung dengan raut tidak mengerti.

"Aku sedang tidak ingin bicara denganmu."

"Kenapa? Apa aku ada salah?"

Luna melirik koridor yang mulai sepi karena jam pelajaran keempat sudah dimulai. Gadis itu melepas pegangan Taehyung di tangannya dan berbisik, "Aku hanya tak ingin bicara denganmu."

Taehyung mengembus napasnya, menahan kekesalan yang mulai menguap ke udara. Sedangkan, Luna bersusah payah meninggalkan Taehyung yang kebingungan di belakang punggungnya. Keduanya menjadi diam sejak masuk ke kelas. Hal itu sontak membuat Jihee merasa aneh.

"Apa yang terjadi dengan kalian? Taehyung melukaimu?"

Luna melirik Jihee yang berbisik padanya, menggeleng pelan sebagai jawaban. "Aku hanya tidak ingin menimbulkan masalah."

"Masalah? Memang kalian berbuat apa?"

Luna melempar pandangan tajam pada Jihee yang menciut. Gadis itu bisa tahu bahwa Luna tak suka dengan topik pembicaraan mereka. Jadi, Jihee memutuskan pembicaraan itu sepihak.

"Baiklah. Aku tidak akan ingin tahu. Kau urus saja urusanmu sendiri."

...

Taehyung menghadang jalan Luna saat gadis itu sedang berusaha untuk langsung pulang tepat setelah bel pulang berbunyi. Beberapa orang yang hendak keluar dari pintu belakang kelas lantas Taehyung suruh keluar lewat pintu depan. Hanya ada gerutuan dari teman sekelasnya yang menjadi korban kekesalan Taehyung pada Luna.

Luna yang ingin menghindar segera Taehyung tarik tangannya menuju ke atap sekolah. Dia tahu membicarakan permasalahan mereka akan jadi buah bibir seluruh angkatan keesokan harinya. Mereka berdua sampai di atap sekolah dengan Luna yang menundukkan kepala. Taehyung memandang gadis itu dalam diam, menunggu Luna menjelaskan semuanya. Namun, ketimbang mendapatkan alasan Luna mengabaikannya lagi, Taehyung justru terpaku pada bekas luka di lutut gadis itu.

Meskipun terlihat samar dan kecil, Taehyung bisa menangkap garis berwarna kemerahan yang jumlahnya lumayan banyak. Tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, Taehyung bertanya dengan nada kebingungan, "Ada apa dengan kakimu?"

"Kurasa ini bukan urusanmu," balas Luna yang hendak berbalik dan meninggalkan Taehyung.

"Tidak lagi," kata pria itu sembari meraih tangan Luna.

Kali ini tangan itu digenggam erat hingga sang empunya merasa kesakitan. Taehyung merasa ada yang aneh karena dia tidak menggenggam tangan gadis itu terlalu kuat. Jadi, setelah berhasil membuat Luna berhenti memberontak, pemuda itu membalik telapak tangan Luna dan menemukan bekas luka yang sama seperti di lutut gadis itu.

Dia tak sanggup untuk diam saja setelah melihat itu semua. Dengan sorot mata yang menajam, Taehyung meminta kejelasan. "Kenapa kau terluka? Kau habis jatuh?"

"Aku sudah bilang bukan urusanmu."

"Moon Luna!" pekik Taehyung marah.

Dalam netra yang mulai diselimuti kekesalan itu, Taehyung bisa melihat bagaimana jemari gadis itu gemetar. Saking tidak bisa menumpahkan kekesalannya pada Luna, Taehyung berteriak ke udara. Jemari pria itu menyibak poninya dengan hembusan napas berat.

"Baiklah. Aku tahu kita belum sedekat itu sampai aku bisa mencampuri urusanmu. Tapi, tolong biarkan aku tahu di mana letak kesalahanku."

Hening menyelimuti mereka. Angin yang mulai berdesir kencang dan matahari yang mulai turun itu jadi saksi seberapa kuat Luna menahan tangisnya. Dia tak ingin terlihat lemah maupun membutuhkan seseorang. Jadi, dengan satu tegukan kasar, gadis itu menyahut dingin.

"Aku hanya muak dengan kepedulianmu. Itu saja."

Taehyung melebarkan bola matanya. Sungguh ucapan Luna terdengar seperti kalimat penipu ulung. Dia jelas mengerti Luna membutuhkan kepeduliannya, tapi gadis itu berlagak baik-baik saja. Taehyung sudah tak bisa menahan kesabarannya.

"Baiklah. Jika kau muak, aku akan berhenti mencemaskanmu. Mari kita jalani hidup seperti orang asing," ucap Taehyung pada akhirnya.

Pemuda itu berlalu meninggalkan Luna yang kini sendirian di atap sekolah. Ah, dia telah menghancurkan segalanya. Tanpa diperintahkan, air mata gadis itu mengalir melewati pipinya yang dingin karena terlalu lama terkena angin. Tubuhnya gemetar merasakan sakit baik di dada dan badannya. Dia sendirian lagi sekarang.[]

Tristful. [ Kim Taehyung ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang