Fatimah adalah teman satu angkatan Restu saat SMU. Dia seorang gadis yang manis. Dengan jilbab dan kerudung yang tidak pernah lepas menutupi auratnya. Tentu saja begitu, karena dia anak seorang ustadz di kampung itu.
Restu berusaha mendekatinya, meski Cicih pun tidak henti menghalangi usahanya. Gadis bertubuh subur itu selalu mengikuti Restu ke mana pun.
"Aihh ... Akang, dicariin ternyata di sini." Tiba-tiba Cicih menubruk Restu yang sedang berdiri di depan kelas Fatimah.
"Cih, ngapain ke sini? Jangan ngikutin saya terus atuh!" Restu berusaha melepaskan rangkulan Cicih.
"Dari tadi dicariin. Cicih bawa sandwich tempe bacem. Enak, lho, Kang. Yuk!" Cicih mempererat rangkulannya di pundak Restu.
"Cih! Malu dilihatin teman-teman. Lepasin, ih!"
"Gak usah malu, Akang .... Mereka tahu, kok, kita pacaran."
"Siapa yang pacaran? Sejak kapan? Jangan nyebarin berita hoax! Nanti saya laporin!"
"Ah, Akang mah ...." Cicih memajukan bibirnya hingga kalau dikuncir dan diberi pita pun kayanya bakalan bisa.
Fatimah yang mendengar ribut-ribut, menghampiri mereka. "Iya, Cih ... gak boleh kaya gitu. Kalian bukan makhram," ucap Fatimah.
"Tuh, denger! Ini yang bener." Restu merasa ada yang membela, segera dia melepaskan tangan Cicih yang mengendur.
Fatimah tersenyum, kemudian berlalu ke arah kantin.
"Fat, tunggu!" Restu segera berlari menyusulnya.
"Akang!" Cicih pun mengikuti sambil balapan sama bibirnya. Dia bertambah merasa kesal karena ucapan Fatimah.
"Fat, saya mau ngomong sesuatu." Restu mensejajarkan langkahnya dengan Fatimah.
"Ngomong apa?"
"Gak di sini. Kita cari tempat aman dan nyaman."
"Di mana?" Fatimah mengerutkan dahi.
"Di mana saja. Bisa sambil makan atau nonton, mungkin."
"Maaf, saya gak bisa."
"Kenapa?"
"Gak akan diizinin sama bapak."
"Atau, nanti kita pulang bareng? Saya bawa mobil abah."
Lagi-lagi Fatimah menggeleng.
"Kenapa lagi?"
"Gak baik berdua-duaan."
"Terus, gimana atuh?"
"Katanya gak boleh berdua-duaan. Ini, kalian berduaan," timbrung Cicih, tiba-tiba saja sudah menyusul mereka.
"Ya sudah, nanti aku cari cara lain, deh," ucap Restu. "Kamu, makan yang banyak, ya. Biar makin cantik," ucap Restu sambil melemparkan senyuman kepada Fatimah. Kemudian berbalik dan cepat-cepat meninggalkan Fatimah yang tersipu dan Cicih yang cemberut.
Restu memeras otak. Mencari cara supaya bisa mengungkapkan perasaannya, sebelum perpisahan tiba. Kalau secara langsung, tidak pernah ada kesempatan. Fatimah selalu menghindar untuk berduaan. Kalau diungkapkan saat ada temannya atau Cicih, Restu yang merasa gugup dan canggung.
Hingga suatu hari, Fatimah menemukan sepucuk surat di dalam tasnya. Setelah dibuka, ternyata itu surat dari Restu.
'Juru tulis bawa mesin tik
Pengamen membawa gitar
Neng Fatimah yang paling cantik
Bolehkah minta waktunya sebentar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Papaku Ganteng
RomanceSyafira--gadis berusia enam belas tahun--merasa tidak suka karena Restu--papanya--yang seorang 'duren' disukai banyak perempuan. Selain itu, Syafira pun masih merasa kesal karena keputusan yang pernah Restu ambil ketika mamanya baru meninggal dunia...