Dia pergi, meninggalkanku dengan puluhan keping kenang.
Saat ini aku mencoba terus menghubungi.
Berharap setidaknya dia masih ingat dengan janjinya untuk datang.
Hingga bertahu-tahun terlewati.
Kini aku berhenti berharap dan mencoba hidup sendirian.
"Yang datang punya peluang untuk pergi." Begitu kalimat yang aku temukan berkali-kali.
Waktu berjalan dan aku masih bertahan dengan keadaan.
Hingga saat dimana semua kembali dan terulang.
Kamis, 13 April.
Cuaca sore itu terlihat lebih ramah dari pada sebelumnya.
Jalanan yang berlubang menampung genangan air yang barusaja tumpah dari langit.
Aku masih tidak merasa ada yang berbeda selain hujan datang lebih cepat dari yang diperkirakan.
Tapi sore itu aku ingin rasanya mengendalikan waktu lebih cepat dari biasanya.
Hari itu aku melihatmu disebrang jalan.
Eksistensi yang tak pernah aku lupakan.
Aku bisa melihatnya, bibirmu tersenyum saat menemukanku diantara 7 orang lain.
Aku terdiam, mencoba mengamatimu sekedar meyakinkan.
Minggu lalu kabar tentangmu akhirnya terdengar.
Tayangan memasak yang aku tunggu berubah menjadi program berita sekilas.
Di depan layar aku melihatmu melamar salah satu selebritas terkenal diantara indahnya kota paris.
Sangat romantis.
Lampu penyebrangan berubah hijau.
Kita mengambil satu langkah di jalan yang sama.
Aku tersenyum menyapamu.
Kita bersinggungan.
"Hei, lama tak jumpa!"
"Hmm, aku duluan."
Aku mempercepat langkah.
Kembali mengenyahkan perasaan aneh.
Dari yang aku lihat kamu lebih baik dariku.
Yah, setidaknya keputusanmu hari itu tak akan kamu sesali.
Aku turut bahagia.