Yogyakarta, 11 November 2019
Hari itu, hari senin. Dan aku hanya kuliah sampai jam 1 siang. Setelah pulang kuliah, aku dan Mimi duduk di depan Gedung Soekarno untuk beristirahat. Kebetulan Gedung Soekarno berdekatan dengan tempat parkir, sehingga aku bisa melihat dengan jelas mahasiswa Teknik Mesin yang sedang bersiap-siap untuk makrab jurusan di Pantai Greweng, Gunung Kidul.
Mereka akan makrab selama 3 hari, aku tau hal ini dari salah satu temanku yang juga merupakan mahasiswa jurusan Teknik Mesin. Seperti yang pernah kuceritakan, aku punya cukup banyak teman di jurusan itu.
"Wah, mereka keren banget Liv." -Mimi.
Aku sedang mengarahkan lensa kamera HPku untuk merekam konvoi mereka melintasi jalanan di depanku, pergi meninggalkan kampus.
Yang dikatakan Mimi memang benar, mereka terlihat sangat keren. Hampir mirip dengan konvoi geng Dilan kurasa. Dengan tas carier yang menempel di punggung, membuat mereka terlihat gagah. Oh astaga, aku terpesona melihatnya.
Setelah rombongan itu meninggalkan kampus, aku mengupload video tadi di snap wa dengan caption yang kutuliskan "semangat makrabnya!!"
Aku tak tau pasti ucapan itu kuberikan kepada siapa, mereka terihat keren semua hehe.
----------------
Yogyakarta, 20 November 2019
Aku sedang sibuk latihan tari jaipong selama beberapa minggu ini. Sebentar lagi Himpunan kami (HMJM) akan mengadakan acara anniversary dan aku ikut mengisi acara tersebut dengan membawakan tarian Jaipong.
Jujur saja, sebenarnya aku tak punya bakat tari sedikitpun. Tapi setelah dibujuk oleh teman-teman dan kakak tingkat akhirnya aku mau. Tari Jaipong itu termasuk tarian yang sulit dipelajari, banyak sekali gerakannya.
Sebenarnya ada 3 grup tari dengan tarian masing-masing yaitu tari jaipong, tari bali, dan tari sawat(maluku). Tetapi dari ketiga grup tersebut, grup kami lah yang paling rajin latihan.
Grup kami terdiri dari 4 orang penari, aku, mimi, dan 2 orang teman lainnya. Hampir setiap hari kami latihan, hingga aku merasa nyeri di paha dan betisku.
Hari itu hari Rabu, saat aku dan Mimi sedang duduk di emperan masjid. Kami baru saja selesai mengerjakan shalat dhuhur tadi. Hari ini, Putra bilang akan mengembalikan almamater yang dipinjamnya dulu. Dipinjam temennya lebih tepatnya.
Padahal dia janji akan mengembalikan almamater itu hari senin, tapi dia suka mengingkari janji mungkin. Aku bukan orang sok sibuk, tapi jelas aku butuh almamater itu dan dia harus mengembalikannya bukan?
Syukurlah hari itu dia tidak berbohong, dia datang menghampiriku dan Mimi lalu menyerahkan almamater itu. "Makasih, ya." ucapnya. Aku membalasnya dengan anggukan.
Setelah merasa cukup dia pergi meninggalkan kami. Putra memang bukan orang yang suka berbicara menurutku, tidak sepertiku yang cerewet banget wkwk.
Sebenarnya aku tak terlalu dekat dengan Putra, aku mengenalnya saat mengikuti project kampus yang kebetulan dia lah ketuanya.
Dan saat itu dia menyuruhku meminta file proposal kepada pak Andri (dosen teknik lingkungan), tapi belum kuberikan padanya. Aku baru mendapatkannya senin lalu, dan ada beberapa hal yang perlu aku bicarakan dengan pak Andri. Itulah alasanku belum memberikan proposal itu kepadanya.
Sesuai perjanjian awal, tugasku di project itu memang menyusun proposal dan anggaran dana. Berhubung jurusanku memang mempelajari bab anggaran, aku menyetujuinya. Lebih tepatnya ini mandat dari dekan di fakultasku sih, hmm.
Beruntungnya siang itu aku menemukan Pak Andri duduk di kantin dekat mushola. Bukannya aku bermaksud mengganggu waktu istirahatnya, tapi kukira pak Andri memang suka duduk santai di kantin untuk sekedar ngobrol atau mengerjakan tugasnya sebagai salah satu dosen di kampus.
Saat itu lah aku bertemu lagi dengannya. Siapa nama cowok itu? Ya, Iyan. Rupanya dia sedang duduk di salah satu meja kantin ditemani Putra. Sepertinya dia sedang mengerjakan tugas menggambar, entahlah anak teknik sering berhubungan dengan buku gambar sepertinya.
Aku mengajak Mimi menghampiri mereka. Awalnya Mimi menolak, tapi aku berhasil membujuknya untuk ikut. Sungkan. Aku tak terlalu dekat dengan mereka, agak sungkan untuk mengajaknya mengobrol.
"Hay, Put." -Oliv.
Aku menghampiri meja mereka dan dudu di kursi kosong samping Iyan dan Mimi di samping Putra. Aku berbasa-basi sebentar dengan Iyan untuk sekedar bertanya apa yang sedang dilakukannya sebelum akhirnya fokus berbincang dengan Putra mengenai project kami, mungkin aku bisa meminta saran darinya terlebih dahulu sebelum menghadap pak Andri.
Dari raut wajahnya, aku menilik Iyan tidak nyaman dengan keberadaanku. Mungkin dia terganggu, air muka nya menunjukan tatapan tidak suka. Jika urusanku tidak penting, mungkin dia sudah mengusirku dari sana. Atau dia yang akan melenggang pergi meninggalkan kami.
Aku tak terlalu menghiraukannya karena tujuan awalku memang ingin membahas proposal project dengan Putra, yang kebetulan sedang duduk di kantin dengannya.
Cowok itu. Ya, dia memang sangat menyebalkan memang, bahkan semenjak pertama kali aku melihatnya. Dan lagi, menurut Mimi dia cowok mesum. Iya kan memang semua cowok punya aura itu menurutku, mereka punya nafsu yang siap menyala kapanpun dia sempat.
Pertemuan kedua kami cuma sekedar saling melempar raut wajah tidak suka. Kukira aku gak akan akur dengannya. Dan dia juga tak ingin berteman denganku kurasa. Entahlah, dia susah ditebak.
Aku dan Mimi memutuskan untuk meninggalkan mereka setelah urusanku selesai. Teman-teman pasti sudah menunggu kami untuk bergabung dengan mereka latihan Tari.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last
Novela JuvenilCerita ini hanya cerita fiksi ya teman-teman. Mengisahkan kisah cinta dua manusia di bumi Yogyakarta 2020. "Jadi tadi yang pertama? Fix gaakan bisa lupa." -Iyan.