Bagian [1]

3 0 0
                                    

Ada yang berbeda hari ini. Saat Lucas mengajak Charlotte untuk tak ikut makan siang bersama yang lain, gadis berambut pendek itu sadar kalau tak biasanya Lucas begitu. Mungkin ia ingin menceritakan sesuatu, pikir Charlotte, jadilah mereka berdua kini duduk di taman belakang sekolah. Charlotte hanya membawa satu kotak susu stoberi favoritnya, berbeda dengan Lucas yang terlihat memegang dua buah roti isi yang cukup tebal.

“Sudah kuduga kau tak membawa apa pun,” Lucas langsung menaruh salah satu bungkus roti itu di pangkuan sang sahabat, yang disambut Charlotte dengan tatapan mata apakah-kau-tak-bisa-melihat-apa-yang-ada-di-genggamanku-ini.

Baiklah, rencana Charlotte untuk diet hari ini terpaksa gagal. Bukan diet, sebenarnya, melainkan entah kenapa nafsu makannya mendadak hilang sejak kemarin.

Iya, sejak insiden pengakuan dosa yang berujung hal tak mengenakkan terujar begitu saja dan menyebabkan Charlotte terdiam bagai manekin untuk waktu yang cukup lama.

Benar-benar berbeda. Tak ada obrolan di antara mereka. Hanya suara bungkus plastik yang dibuka juga helaan napas Charlotte yang terlampau pelan. Keduanya memikirkan hal berbeda yang mana berindikasi membuat mereka tak ada bahan pembicaraan sekarang ini.

“Lucas,” hingga akhirnya Charlotte-lah yang lebih dulu membuka suara. “Apakah menurutmu aku seharusnya tetap tinggal dan sekolah di Kanada saja?” Masih tak menyentuh rotinya, Charlotte pun hanya memainkan sedotan dalam sela jemarinya.

Lucas yang duduk tepat berhadapan dengan Charlotte sontak berhenti mengunyah dan fokus menatap kedua matanya. “What do you mean?”

“What I’m saying is …. Lucas, have you ever thought that you’re living in a ridiculous world? People are just smiling at you and most of them confess about their feeling to you blue, and weird. You get that?”

“So …?” Lucas masih memandangi raut wajah Charlotte yang bisa dibilang cukup serius. Ada apa dengan gadis itu hingga tiba-tiba bisa membahas hal yang menurut Lucas tak ada hubungannya dengan hari yang cerah ini?

“So, how about me going back toOttawa and leave everyone here?”

“God, when pigs fly! Kupastikan hal itu tak akan pernah terjadi, Char. How can you even just think about that silly plan? Just hang in thereplease.”

Nada bicara Lucas meninggi, tanda kalu ia agak kesal dengan pemikiran konyol Charlotte. Apa salahnya disukai oleh banyak orang? Kenapa justru Charlotte merasa kalau hal itu adalah sebuah beban?

Di sisi lain, hati Charlotte sudah memerintahkan dirinya untuk mulai menangis sekencang mungkin, melepaskan beban akan hal-hal yang membuatnya tak nyaman. Tetap saja, Charlotte hanya terdiam menatap balik pada Lucas yang raut wajahnya terlihat sedikit menyeramkan.

“Jadi, menurutmu aku harus tetap di sini?”

“Ya, benar.”

“Sampai lulus?”

“Selamanya, kalau perlu,” jawab Lucas dengan mantap. Wajah seramnya telah berubah kembali, memancarkan aura yang pada kenyataannya sangat digilai gadis-gadis satu sekolah.

“Even you’re a Chinese …,” celetuk Charlotte, mulai meminum susunya.

“Girl, don’t be racist. Apa salahnya dengan orang Tiongkok yang betah tinggal di Seoul?”

Percakapan ditutup dengan tawa dari keduanya. Pikiran yang rumit, mengingat mereka bahkan belum genap menginjak usia dewasa. Tapi begitulah remaja, dipenuhi hal-hal ajaib yang menurut orang lain bisa saja sangat konyol.

“By the way,” kali ini mereka sama-sama memandang lapangan luas yang di sana terdapat banyak murid bermain basket. Salah satunya adalah Jihoon, kalau Lucas tidak salah lihat. “Apakah kau melihat itu? Ada Jihoon di sana,” ucapnya sembari menunjuk tepat pada si empunya nama.

“Lalu?” tanya Charlotte dengan sebelah alis terangkat.

“Lalu …. O, lihat, ada banyak bunga bermekaran di kepalamu!”

“Lucas! Stop it!”


BERSAMBUNG.

Aku,Kamu Dan Ia Yang Melihat Di KejuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang