Scintilla.

20 2 0
                                    

Dunia hanyalah perpaduan ketidaksempurnaan yang abstrak

kalimat itu selalu jadi pembuka dari tiap kisah yang di ceritakan para pendongeng. Dengan alunan nada melengking mereka mendengungkannya bagai ikrar yang tak boleh di lupaan siapapun. Biasanya setelah kalimat itu selesai di ucapkan, cerutu mulai di bakar. diantara kupalan asap pendongeng akan mengisahkan segala misteri perihal tanah ini. 

Seperti sekarang, Hames si pendongeng tua mulai melantunkan nadanya sementara tangan dan matanya sibuk mencari halaman di balik buku kusam miliknya. kondisi bar yang sebelumnya riuh oleh teriakan pesanan pun menjadi begitu tenang. hanya ada bisik dan gumaman terdengar. 

"kilau bintang kecilku yang agung,

merekahlah bagai edelwis di pusar gunung.

hening datang penuh hikmat. Pemburu menanggalkan busur mereka. seluruh pedang yang tengah di asah segera tersarungkan kembali. tak ada mata yang tak terpejam. seorang penganut druid mengepalkan tangan di depan dadanya seolah tengan berdoa. 

 keindahan rapuhmu abadi dalam memori tanah ini. 

gaia menarikmu untuk menari, 

berikan hidup di tanah penuh darah ini.

bait - bait syair ini tak menceritakan apapun selain semua penyesalan dari makhluk yang mendiam  benua ini. Meski tak semua memiliki fluktuasi emosi kala syair ini di dendangkan namun semua membisu saat tiap kata mulai terdengar. seolah menjadi aturan tak tertulis. 

 Scintilla, dalam nadi kami kau berbisik.

 sayang, kami menuli sebab abad ketidakpedulian lalu yang kami jalani membunuh amigdala kami untukmu"

hela nafas terdengar serempak. tiap mata memandang, samar luka terpancar. berangsur, keadaan menjadi ramai kembali. sekelompok anak mengerubungi Hames, meminta pria itu untuk segera melanjutkan kisah yang bersambung di pekan lalu. sembari mengelus janggut tipisnya, ia kembali bercerita. anak- anak itu berteriak girang lalu duduk mengelilingi hames dengan patuh. 

"Renungan Tragedi lagi? kupikir terakhir kali si paman tua itu bercerita tentang api hitam? abu?" Di ujung bar seorang perempuan menguncir rambutnya sembari menatap malas Hames si pendongeng.

"White Fire. dia menyelesaikannya dengan cepat pekan lalu."

"Mereka selalu punya kisah untuk di ceritakan. Entah apa itu nyata atau bukan, anak anak selalu senang mendengarkannya." Perempuan itu meneguk cairpirinha hingga tandas. minuman alkohol yang di racik dengan jeruk nipis, sedikit gula merah, serta beberapa tetes madu itu sangat menyegarkan di musim kering seperti ini. 

"Flint, Kau jual cerutu kan? Berikan aku sekotak yang tipis" 

Menggeleng. "Sebatang saja tak akan kujual jika itu dirimu. "

"Aish, kau tega sekali." Perempuan itu mengencangkan tali quiver yang melekat dari bahu hingga pinggangnya. "Semuanya berapa?"

"Lima koin perak. Kau pergi sekarang?" Flint mulai membersihkan meja perempuan itu. Meski tak pernah dekat dengan pelanggan, perempuan itu menjadi pengecualian untuknya. "kupikir kau akan menginap setidaknya semalam"

"Ada yang ingin kucari, akan terlambat jika aku menginap disini"

"selamat bersenang - senang kalau begitu, Zemira" Flint melambaikan tangan pada zemira yang menghilang di balik pintu kedai. 

Angin tak pernah kehilangan semangatnya dikota ini. semakin terlarut malam, semakn ganas ia menari. beberapa semak belukar sering tergulung dan menari bersama debu. Zemira mengeluarkan kuda dari dalam kandang. ia memasang pelana dan mengenakan mantel yang tergantung di balik pintu. kandang itu berada tak jauh dari bar dan terawat dengan rapih oleh flint. 

"Ayo Fika, kita pergi" Zemira menaiki kuda itu. ia mengelus surai hitam gelam Fika yang berkibar sebelum  ia memacunya. 

Benua ini bernama Scintilla. Sebuah serpihan bintang yang menjelma kehidupan. ia dipuja dengan berbagai nama oleh berbagai ras. penjelmaannya bagai seorang penari malam dengan gaun kemerlap mutiara juga permata. 

Meski begitu, bagi zemira, scintilla hanya bongkahan batu dan tanah. seandainnya ia menjelma pun tak gubahnya pelacur malam yang mencari pelepasan kenikmatan. sebab benua ini mengambil segala hal miliknya.

segalanya bahkan kematian gadis itu juga. 


"Pada dinding menjulang dan iblis yang memakan kecemasan

Lubang udara yang disebut hela nafas pun menyerah"

APAIXONARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang