Aku Terkejut

17 1 0
                                    

Hari ini adalah kedua kami di rumah baru. Setelah kejadian kemarin aku sedikit merasa tak enak badan. Rasanya badanku menjadi berat dan terasa sangat lelah. Sejak pagi aku hanya berbaring di atas kasurku.

"Selamat pagi, Nak!"

Ibu datang menyapaku dengan membawa segelas susu dan satu buah roti isi. Aku mengubah posisi badanku yang semula berbaring menjadi duduk. Aku melihat wajah Ibu yang masih cemas dengan kondisiku. Ia mengusap keningku dengan lembut. Akupun memeluk Ibu dengan hangat.

"Gimana kondisi badan kamu, Nak? Udah enakan?" tanya Ibu padaku.

"Badan aku rasanya berat banget, Bu"

"Apa mau ke dokter aja, Nak?"

Aku menggeleng karena lebih memilih untuk istirahat di rumah saja. Tak mau memaksa, Ibupun berlalu keluar dari kamarku. Kini aku sendiri di kamarku. Karena merasa bosan hanya berbaring saja, akupun bangun menuju teras kamarku. Aku ingin menghirup udara sekitar rumahku. Ada satu kursi di teras kamarku. Aku duduk disana dan memandang ke arah jalanan depan rumahku.

Aku melihat kedua orangtuaku sibuk membersihkan rerumputan depan rumah. Ayah mencabuti sebagian rumput dan Ibu menata beberapa bunga yang dibawanya dari rumah lama. Pandanganku teralihkan saat ada seorang nenek yang berjalan sambil menyeret sebelah kakinya. Aku berpikir mungkin nenek itu memiliki keterbatasan fisik pada kakinya. Aku terus memperhatikannya. Setelah ku perhatikan lebih jelas ternyata kaki yang diseretnya itu luka. Kakinya seperti terbelah dan mengeluarkan darah. Aku penasaran dan memutuskan untuk turun ke bawah menuju halaman depan.

*****

Aku sampai di lantai bawah dan membuka pintu rumah. Aneh, halaman depanku sudah dipenuhi kabut tipis. Mengapa kabut ini mendadak datang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Mestinya bukan kabut yang hadir, namun sinar matahari yang hangat. Aku sulit melihat ke depan untuk mencari kedua orangtuaku karena halaman kami lumayan luas.

Aku berjalan perlahan ke arah orangtuaku. Mereka masih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Akupun memutuskan berlalu mencari kesibukan yang lain. Tiba-tiba aku teringat kembali dengan tujuan awalku ke bawah. Aku berjalan ke arah pagar rumah dan mencari nenek tadi. Aku menemukannya. Nenek itu terlihat duduk di trotoar depan rumahku sambil menunduk.

Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Sama sekali tak ada hal aneh dan mencurigakan bagiku. Ia tak menghiraukan kedatanganku bahkan tak menoleh ke arahku. Aku ragu untuk menyapanya duluan.

"Nek..."

Aku menyapanya sambil menepuk pelan pundaknya. Ia menoleh ke arahku. Jreng. Aku terkejut melihat wajahnya. Nenek ini tertawa padaku sambil mengarahkan tangan yang disembunyikannya sejak tadi. Aku melihat jari jemarinya yang memiliki kuku panjang. Panjangnya seperti rambut sebahuku. Aku mencoba untuk menjauh darinya. Aku juga melihat langit mendadak kelam seperti akan turun hujan. Semuanya berubah mendadak sejak aku menyapa sosok ini.

"Siapa kamu? Mau apa kamu kesini?"

Aku memberanikan diri untuk bertanya lantang padanya. Nada bicaraku sengaja ku tinggikan untuk menutupi rasa takutku. Aku mulai sadar bahwa yang ada di hadapanku bukanlah manusia. Ia adalah sosok yang tak semestinya berada disini.

Sosok ini tak menjawab pertanyaanku. Ia terlihat sangat marah padaku. Ia berdiri dari duduknya dan mencoba mencekikku yang masih dalam posisi duduk. Aku sulit untuk bernapas. Cekikannya sangat kuat begitupun tenaganya. Pikiranku sudah melayang entah kemana. Aku berpikir apakah aku harus mati konyol seperti ini. Beberapa ayat Al-Qur'an ku baca untuk bisa melawan sosok ini. Setelah beberapa saat sosok ini akhirnya menghilang seperti kabut.

Aku menghela napas dalam-dalam dan berlari menuju orangtuaku untuk menceritakan hal tersebut. Namun, ketika aku hendak berlari tiba-tiba seperti ada kaki yang membuatku tersandung jatuh. Aku merasakan perih di area daguku. Daguku berdarah lumayan banyak. Aku mencoba untuk bangun dan kembali berlari ke arah orangtuaku dengan sekuat tenaga.

Misteri Kampung KabutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang