Pukul enam tepat, alarm yang tergeletak di nakas samping tempat tidur berbunyi cukup keras. Membuat pergerakan kecil dari balik selimut tebal berwarna biru.
Seorang perempuan berusia dua puluh tahun itu terbangun dengan paksa. Matanya masih terpejam, namun tangannya sedang berusaha meraih benda yang baru saja berbunyi mengusiknya.
Langit sudah cukup terang. Namun ingin sekali rasanya dia menutup dirinya kembali dalam selimut. Sebab matanya masih sangat berat untuk terbuka.
"Hari ini harus lebih semangat ya Sava!" gumamnya sendiri sembari menggeliat ringan.
Dia beranjak dari tempat tidurnya. Memasuki kamar mandi untuk bersiap. Setengah jam waktu yang dibutuhkan Sava di dalam kamar mandi. Emmmm, cukup lama.
Seselesainya Sava bersiap. Dia membuka kulkas lalu mengambil buah pisang dan strawberry merah. Mencucinya untuk breakfast hari ini. Tak lupa dengan yogurt yang dia siapkan di mangkuk kecil.
Kini sudah menunjukan pukul tujuh empat puluh. Waktunya Sava berangkat ke tempat kerjanya. Karena jaraknya tidak terlalu jauh dan waktu masuk juga masih cukup panjang. Jadi Sava memilih untuk berjalan kaki saja. Hitung-hitung sembari olahraga.
Jalanan sudah ramai oleh penduduk saja. Banyak kendaraan yang berlalu lalang kesana-kemari. Sava memutuskan untuk mengambil masker di tasnya. Memakainya sebab debu sudah mulai mengganggu hidungnya.
"Pagi Pak Heru," sapa Sava pada seseorang yang sedang sibuk melayani pelanggan.
"Pagi neng Sava," sahut Pak Heru dengan senyum yang ramah.
"Neng Sava udah sarapan belom? Mau bubur?"
Sava menggeleng kecil. "Tadi Sava udah sarapan di rumah Pak."
"Ya udah, semangat aja kerjanya ya."
"Siapp. Sava berangkat dulu ya Pak," pamit Sava.
Tadi itu Pak Heru. Penjual bubur ayam yang suka Sava beli. Sebenarnya belum terlalu lama Sava berlangganan bubur Pak Heru. Tapi karena Pak Heru cukup ramah dan baik, jadi Sava selalu menyapa setiap berangkat kerja melewati tempatnya berjualan. Kadang juga Sava suka mengobrol santai dengan Pak Heru.
"Pagi kak Nana," sapa Sava pada rekan kerjanya.
"Pagi juga Sa. Jalan nih?"
"Iya. Lumayan olahraga," jawabnya sembari tertawa kecil.
"Bisa aja lo. Sarapan belum?" tanya Nana yang mulai membuka kotak bekalnya.
"Udah dong. Kak Nana bekel apaantuh?" Sava mengintip penasaran dengan apa yang Nana bawa.
"Nasi kuning," sahut Nana sembari menaik turunkan alisnya.
"Wahhhhh, boleh icip gak?"
"Boleh dong. Gue suapin nih." Nana menyodorkan satu sendok nasi kuning pada Sava. Tentu dengan gembira Sava menerimanya.
"Ihh kok enak banget?" puji Sava dengan mata berbinar.
"Biasa aja kali. Lebay banget lo," timpal Nana sembari terkekeh kecil. Sava juga balas terkekeh.
"Yang lain belom pada dateng nih?"
"Tau, gue kesini udah kebuka sih pintunya. Tapi gak ada orang. Mau lagi gak? Ayo makan bareng."
"Cukup-cukup. Kak Nana aja makn yang banyak. Biar kuat."
"By the way Sa. Udah dua bulan kan kerja disini, gimana rasanya, betah gak?"
"So far, aku enjoy sih kerja di sini. Di tambah lagi dapet temen kerja yang asik kaya kalian. Kaya akutuh jadi punya banyak kakak disini. Karena aku kan paling kecil nih. Berasa di ayomi banget sama semuanya," jelas Sava yang di akhiri dengan senyum.
Nana mengangguk-angguk tapi sembari fokus mengunyah sarapannya.
"Syukur kalo gitu. Trus kalo ada masalah soal kerjaan, lo jangan sungkan critain ke gue ya. Siapa tau gue bisa bantu kan? Mau crita soal apapun pasti bakal gue dengerin kok. Karena gue juga udah anggap lo kaya ade gue sendiri."
"Cieee, ade kakak nih kita sekarang?"
"Suka hati lo deh," jawab Nana acuh. Tapi hanya kelihatannya. Sava tau sebenarnya hati Nana itu sangat baik. Walaupun orang itu tidak terlalu memperlihatkannya.
🪼
Cukup dulu kayanya. Nanti lanjut di chapter berikutnya.
Gimana? Mau lanjut baca kan?
Ini baru awal sih. Pemanasan hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSAVANYA
Novela JuvenilDalam masa revisi. Mohon bersabar dan bantu doa biar cepet kelar ):