“Makasih ya Mas udah mau nemenin beli baju.”
“Iya, sama-sama. Mau saya bantu bawa belanjaannya ke rumah?”
“B— Gak usah, nanti ngerepotin. Kan aku udah minta tolong buat anterin sama temenin.”
Ansello tersenyum, kemudian melepas sabuk pengaman miliknya. “Gapapa kok. Belanjaanmu tadi juga banyak. Susah pasti bawanya.”
Silvia melongo, apalagi setelah Ansello beneran keluar dari mobil. Kalau semisal dibiarin, bisa-bisa sosok si robot Evan yang ada di dalam rumah bisa ketahuan sama Sello.
Buru-buru Silvia keluar dari mobil, buka pintu belakang buat ambil lebih banyak barang belanjaan punya dia biar Ansello nggak kebagian. Ansello juga kelihatan bingung karena gelagat Silvia yang kelihatan banget paniknya. Tapi yang ada dia cuma terkekeh, soalnya gelagat Silvia kelihatan lucu di mata dia.
“Kamu kenapa sih? Tuh, kebanyakan, kan?” Tunjuk Sello pada Silvia yang kesusahan membawa barang belanjaannya.
“Enggak kok, enggak.” Bantah si perempuan yang langsung mundur dan menutup si pintu mobil dengan cara menyenggolnya dengan siku.
Ansello ikut menutup pintu yang dia buka, kemudian berjalan di belakang mengikuti Silvia. “Sini biar saya bantu.” Bujuknya.
“Nggak usah, Mas, gapapa. Ini—”
Gubrak!
Tas belanjaan yang dia bawah jatuh berceceran di jalan paving menuju teras rumah dia.
Ansello buru-buru nyamperin si perempuan, dengan cepat mengambil tas belanjaan Silvia yang jatuh saling tindih satu sama lain.
“Dibilangin juga. Berat, Sil.”
Silvia menelan ludah. Rasa gugupnya makin menjadi. Harusnya nggak begini, Silvia beneran takut kalau sampai Ansello lihat sosok Evan yang lagi dia charge di dalam rumah. Posisi Evan masih di ruang tamu soalnya, di dalam peti pula.
“Kamu buka pintu sana, ini biar saya aja yang bawa.”
“Gak usah, Mas..”
“Sil..” Ansello menatap Silvia dengan mata tajamnya, buat Silvia mengkerut di tempat dan menurut saja dengan titah Ansello.
Dengan gontai Silvia berjalan menuju teras rumahnya. Rasa berdebar, gugup dan segala kawannya benar-benar ia rasakan saat itu juga.
‘Tenang, Sil, Evan cuma robot, nanti jelasin aja apa adanya ke Mas Sello. Tenang, tenang, tenang..’ Batinnya mensugesti diri.
Silvia taruh sisa tas belanjaannya di atas lantai, kemudian merogoh tas untuk mengambil kunci.
Ia memejamkan mata, bersiap untuk menghadapi respon dari Ansello jika saja dia ketahuan.
Dan ketika pintu sudah berhasil dibuka...
“Kamu ngapain berdiri di situ aja? Barangnya nggak mau dibawa masuk?” Tanya Ansello yang sudah menunggu di belakang, buat Silvia membuka kedua matanya secara bergantian.
Matanya mengejap, melihat keadaan ruang tamu yang bersih tanpa peti. ‘Evan sama petinya kemana?!’ Batinnya mendelik.
“Silvii..” Panggil Ansello lagi, buat Silvia tersadar dan segera mengambil tas belanjaannya yang ada di lantai, membawanya masuk ke dalam rumah.
“Ini saya taruh sini ya?” Ucap Sello menaruh si belanjaan di atas sofa.
Silvia menoleh, tersenyum canggung. “Makasih, Mas.”
“Iya, sama-sama. Kalau gitu saya permisi dulu ya?”
Silvia mengganguk-angguk. “I-iya, sekali lagi makasih, Mas.”
“Iyaaa, dari tadi makasih terus.” Senyum Ansello, mengusak gemas puncak kepala Silvia. “Daaah..” Pamitnya melambai kecil, lalu berbalik dan keluar dari rumah Silvia.
Bernapas legalah Silvia setelah Ansello pergi. Tapi bagian bernapas lega ini tak berselang lama karena kemudian dia panik karena Evan dan petinya hilang entah kemana.
Lalu, tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh dari arah dapur. Silvia jadi parno dong, takut kalau ada maling yang masuk rumah dia dan berusaha buat nyuri Evan. Secara Evan pasti harganya mahal banget, kan?
Silvia refleks ambil vas bunga yang ada di atas meja dekat meja televisi, dia buang bunga plastik yang ada di sana dan menjadinya si vas beling mengkilap itu sebagai senjata.
Dengan perlahan dia berjalan menuju arah dapur, dia intip siapa yang ada di sana dan malah menemukan sosok bersarung yang sedang memunggungi dia.
“Evan?” Panggil Silvia, buat sosok bersarung yang sedang entah ngapain itu menengok dan berbalik, tersenyum manis pada Silvia.
“Hai.”
Dahi Silvia mengernyit bingung. “Kamu kok bisa keluar dari peti??”
“Evan memang bisa keluar dari kotak pengisi daya jika sudah terisi penuh.”
“T-terus... Kotakmu di mana?”
“Evan pindahkan ke kamar.”
“Kamar? Kamar siapa?”
“Kamar Silvia. Karena jika kotaknya tetap berada di sana, ruangan jadi terasa sempit, pasti Silvia nggak akan bisa leluasa.” Jelas Evan dengan wajah polosnya.
“Evan..”
“Iya?”
“Kenapa di kamarku? Kenapa nggak di kamar tamu aja?”
“Karena Evan tidak boleh jauh-jauh dari Silvia.”
“Ha?”
“Evan sudah diatur tidak boleh berada jauh dari Silvia.”
“Tapi barusan...”
“Kecuali kalau Evan sedang diisi ulang.”
•───────────⚬
Monday, April 20, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Evan - Pindah Ke Joylada
Fanfiction──ft. Seungyoun, Cho • Tampar untuk mengaktifkan Evan. Started: 26 Februari 2020 Copyright © shilaviox 2020