(6) Hukuman dari Kapten

1K 119 3
                                    

Luiselle's P.o.V

Gedung ini mungkin gedung terbesar yang pernah kulihat. Berlebihan memang, tapi aku tidak salah. Rumah-rumah di pulau dibangun dari bambu atau kayu pohon dan berbentuk rumah panggung. Jika ada rumah yang terbuat dari batu, mungkin itu adalah milik Tuan Arkhelaus selaku pimpinan pulau. Aku tidak heran mengingat warga pulau membayar pajak negara kepadanya. Dia mungkin mendapat gajinya dari situ. Meski begitu, Tuan Arkhelaus begitu baik padaku dan aku menghargainya.

Kami masuk ke dalam setelah menerima protokol tidak berguna di luar gedung. Itu saja belum cukup. Pelatih lain yang sudah menunggu di dalam gedung tidak mengijinkan kami duduk sebelum menyanyikan lagu kebangsaan Simethra. Aku bahkan tidak berniat untuk menghitung seberapa banyak lagu kebangsaan yang telah kunyanyikan. Hal itu membuatku menghafal lagunya lebih cepat dalam sehari ini meskipun aku belum pernah mendengarnya sebelumnya.

"Selamat pagi, para calon prajurit kebanggaan Simethra," prajurit di depan sana menyampaikan salamnya dengan tangan kanan menyentuh dada. Aku juga pertama kali melihat yang seperti itu.

"Pagi! Pagi! Pagi! Luar biasa! Tetap semangat!"

Para peserta menjawabnya dengan berteriak. Aku tidak tahu kenapa mereka harus meneriakkannya. Bahkan dengan berbisik bersama pun prajurit di depan sana akan mampu mendengarnya.

"Pembelajaran pagi ini adalah wawasan kebangsaan. Dengan materi ini, diharapkan kalian akan memiliki jiwa patriot dan kebangsaan yang tinggi."

Berharaplah. Aku tidak yakin akan mudah menerima pelajaran semacam ini. Jadi aku bukanlah prajurit yang baik yang diharapkan oleh rakyat Simethra.

Aku mengantuk dengan cepat. Belajar hal-hal formal ini terasa asing buatku dan aku lebih menyukai untuk pembelajaran praktik, berpedang misalnya. Namun entah kapan hal itu akan dilakukan.

"Hei, Kecil!"

"Hei, Kecil!"

Puk!

Seseorang menepuk bahuku, entah untuk apa. Bayangan orang itu terlihat kabur jadi aku mengucek mataku untuk menjernihkannya, meskipun hal tersebut tidak membantu banyak. Dia tersenyum, aku ingat dia adalah pria pendek baik hati berambut panjang yang memberitahuku makna korvei.

"Kau memanggilku?" tanyaku.

"Tentu saja. Hanya kau yang kecil di barisan kita." Dia nyengir, menawarkan apel padaku yang sudah digigit. "Ini mencegahmu tertidur saat materi."

Aku menatap apel itu ragu, "aku punya nama."

"Oh, ya?" Pria itu menggigit apelnya lagi, dan menawarkannya padaku. "Kupikir sebaliknya. Aku Joth."

"Aku tidak bertanya namamu."

"Kau harus tahu." Dia kembali menggigit apelnya, kemudian menawariku lagi. "Bagaimana aku harus memanggilmu?"

"Lim." Akhirnya aku menyerah, mengambil apel di tangannya dan menggigitnya dalam gigitan kecil kemudian memberikan lagi apel itu padanya.

"Namamu pendek." Joth berujar, dia menggigit apel dan memberikannya lagi padaku.

"Tidak sependek namamu."

Saat itu aku baru menyadari bahwa nama kita sama pendeknya. Percakapan yang tidak berguna. Jika dia tahu nama asliku, dia tidak akan mengatainya pendek. Tapi aku tidak berniat memberitahunya. Tidak akan.

"Kau darimana?" tanya Joth lagi, mengambil apel di tanganku dan menggigitnya untuk diberikan kembali padaku.

"Suatu tempat. Jauh." Aku menghabiskan apel itu dan memberikan sisanya pada Joth, tidak berniat melanjutkan percakapan tidak berguna ini.

The Cursed Princess [COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang