Part. 2

16 4 0
                                    

Haiiiiii siyo eperibadeh...woooo
Dah ah capek wkwk
Langsung aja yuk cuss mari kakak kacangnya ehh..

Happy reading!!

~~~~

Rriiiiiing...
Rriiiiiing...

Brakk!

"Berisik banget tahu gak sih?!" oceh Sheva yang masih enggan membuka matanya. Ia masih sangat mengantuk pasalnya ia baru bisa tidur pukul 3.00 pagi entah apa yang dipikirkan sampai ia tak bisa tidur.

3 menit..

5 menit..

Dengan langkah gontai Sheva menuju kamar mandi.
"Hoaaammm..Eric, gak bakalan mecat gue kan kalau hari ini gue bolos."

Begitulah Sheva jika ia telat maka lebih baik tidak masuk kerja daripada memaksakan diri untuk masuk dan semua pekerjaannya menjadi kacau.

~~~~

Di kantor.

"Rena, tolong panggilkan Sheva suruh dia ke ruangan saya sekarang."

"Ya."

Pria itu melepas kacamatanya lalu memijit pangkal hidungnya pelan.

Riiingg..

"Maaf pak, sepertinya Sheva tidak masuk kerja hari ini saya sudah menghubunginya tapi Fika yang mengangkat panggilannya."

"Apa ada keterangan kenapa Sheva tidak masuk hari ini?" tanya Eric dingin.

"Maaf, tidak ada pak."

"Oke."

Eric menutup teleponnya dengan kesal bukan hanya kesal ia juga khawatir pada temannya yang bebal itu. Bagaimana bisa Sheva tidak memberi kabar sejak kemarin lalu apa ini? Tidak masuk?

Ck, belum aja belum nanti gue pecat baru tahu rasa lu Va. Gue jadiin istri, gue kurung lu di rumah! Lah kok...

Eric melirik jam tangan Omega miliknya yang menempel elegan di pergelangan tangannya, ia berdecak sebal niatan dirinya untuk pergi kerumah Sheva harus ia tunda karena meeting hari ini.

"Ada aja! Lagian tuh anak kemana sih?!"

Ceklek

"Maaf mengganggu pak, ini berkas yang pak Eric minta untuk meeting nanti."

"Hm letakkan saja di meja."

Fika menatap heran bosnya yang merangkap menjadi temannya itu.

Tumben amat tuh anak kusut.

Baru saja Fika ingin keluar dari ruangan Eric tapi pertanyaan Eric membuatnya mengurungkan niatnya.

"Fik, lu beneran gak tahu kenapa si Sheva gak masuk?" tanya Eric yang terlihat sedikit menyelidik.

"Gak, kenapa lu gak telepon dia?" jawab Fika yang sekarang sedang duduk manis di sofa ujung ruangan.

"Kalo bisa juga udah gue telepon dari kemarin dan...siapa yang nyuruh lu duduk disitu?"

"Ih najis gue duduk aja dipermasalahin dahlah lu ribet males gue, jangan lupa meeting 10 menit lagi baiiiii!" sungut Fika yang langsung keluar dari ruangan Eric.

Eric mengedipkan matanya lucu.
"Dia lagi pms kayanya."

~~~~

Andai aku ini burung pasti bebas bisa terbang kemana saja
Andai aku ini batu pasti tenang karena berdiam diri disatu tempat yang nyaman
Andai aku ini anak kecil yang sedang makan brownies itu pasti aku sudah kenyang~

Sheva menelan ludah saat anak yang ia tatap memakan lahap bekal yang dibawanya. Brownies coklat itu kue kesukaan Sheva.

"Mau itu." rengek Sheva.

Tanpa ia sadari seseorang di belakangnya tersenyum geli saat mendengar rengekan Sheva.
Tangannya terangkat membelai lembut rambut Sheva, sedikit terkejut tapi Sheva tahu siapa yang melakukannya.

"Eric, gue mau brownies coklat masa." ucap Sheva tanpa menoleh sedikit pun dan masih fokus pada anak kecil yang ia tatap.

Eric diam sejenak ia memerhatikan Sheva dari belakang.
"Kok lu tahu sih?"

"Apasih Er! Lu mah gak jelas dah."

"Gak, kok lu bisa tahu kalo gue yang di belakang lu?" tanya Eric penasaran.

Bawel kampret minta disumpel dot.

"Parfume lu."

Eric hanya mengangguk anggukan kepalanya tanda mengerti lalu menarik tangan Sheva agar mengikutinya.
"Hm..ikut gue."

"Mau kemana sih? ribet gak usah narik tangan gue juga kali."

"Katanya lu mau kue yang tadi itu, gimana sih?"

"Oh iya! Hayuuk lah cepetan gue laper dari pagi belum makan haha."

Dengan cepat Eric menoleh ke arah Sheva dan menghentikan langkahnya. Tatapannya berubah menjadi dingin.

"Tadi lu bilang apa?"

Sheva mengerutkan alisnya bingung
"Hah? Apaan? Gue bilang gue laper, Er."

"Lu belum makan dari pagi?! Lu ngapain aja sih Va?! Terus lu kemana 2 hari ini gue telepon lu ga bisa, rumah lu juga sepi. Lu mau tau? Semua kerjaan jadi kacau!"

"Lu...nyalahin gue, Er?" mata Sheva berkaca kaca, sekali saja ia berkedip maka air matanya akan terjatuh.

Eric mengusap wajahnya gusar, ia menyadari bahwa dirinya terlampau emosi karena mengkhawatirkan Sheva.

"Astaga."

Eric menarik Sheva dalam pelukannya mencium pucuk kepalanya lembut.

"Maafin gue, Va. Gue kaya gini karna gue khawatir sama lu, bayangin aja lu gak ada kabar sama sekali tiba-tiba ngilang kaya tuyul. Maaf ya, Va." ucap Eric lembut.

Sheva hanya menganggukkan kepalanya, sebenarnya Sheva tidak marah pada Eric.
Malah sebaliknya, Sheva merasa dirinya sangat beruntung memiliki teman sebaik Eric yang sudah mau menyia-nyiakan waktunya untuk mengkhawatirkan dirinya.


Tbc..

Makasih udah nyempetin baca huhu..maaf yak kalo acakadut macam hati.. Ehhh
Borahaeee 💜💜

Jakarta, 23 april 2020

Where Is (love)? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang