Aku memandangi Fika dan Yesi, anak kelas 4 SD yang ku les privat. Mereka sangat rajin dan pintar, kedua orang tuanya mendukung dan menyayangi mereka
“Kak Rara, ini sudah selesai, bagaimana sudah benar semua belum?”
Aku menerima jawaban Fika dan menelitinya, “bagus udah bener semua. Ini PR nya untuk besok, dikerjain setelah pulang sekolah!”
“ini aku juga udah selesai Kak!”
Aku berikan soal untuk besok dan memeriksa jawaban Yesi. Mereka benar-benar pandai dan gampang untuk diajari.
Aku segera mengemasi buku dan lembar pekerjaan mereka, kemudia pamit pulang dan bersiap menuju Rumah Febi.
Sampai dirumah masih sepi, ibu sepertinya lembur lagi. Aku lihat HP ku ada SMS dari ibu.
“aku lembur. Kamu masak mi instan saja. Uangnya di meja makan.”
Ibu sering begini, aku menyimpan uang ke laci meja dapur. Kemudian mengambil buncis dan wortel untuk ditumis. Ini kesukaan ibu, cuma ibu jarang memasak kalau lagi sibuk. Selesai masak aku segera makan dan kemudian mandi.
Aku merapikan rumah sebelum menguncinya dan segera berjalan ke rumah Febi yang cuma berjarak 200 meter dari rumahku. Sampai disana semua sudah kumpul, karena terlihat ramai sepeda motor ninja milik Bima, dan vixion putih milik Niko serta vario hijau milik Riska.
“wehhh bu guru dateng juga rupanya. Tumben banget!” ujar Riska tak suka. Memang dari 4 orang disini cuma dia yang tak menyukaiku.
Aku duduk disamping Niko walau dengan jarak yang lumayan jauh karena aku memilih untuk duduk dekat Febi.
“Ok deh, yang terakhir udah datang, sekarang kita mulai aja ya. Yang kita kerjakan materi halaman 200-220. Kita bagi per materi, kemudian buat simpulan dan kita kumpulkan jadi satu. Setelah itu kita evaluasi 20 pertanyaannya, per orang minim jawab 4 soal. Kalo lebih malah bagus!” ujar Febi sambil membagikan materinya dan kertasnya.
Kami segera tenggelam dalam bacaan masing-masing, cuma Riska yang berisik dari tadi menanyakan pertanyaan pada Niko yang cuma dijawab pendek dan ketus.
“baca dulu materimu, baru tanya!”
Riska diam dan melanjutkan membacanya. Aku tersenyum, syukurin dibentak Niko, emang enak.
Aku memandangi bacaanku kemudian mulai menyimpulkan isi materi ku dikertas, ini ga sulit cuma butuh ketelitian dan kesabaran untuk membacanya.
Aku meletakkan pulpenku dan dan menghela nafas dalam dan perlahan. Akhrnya selesai, tinggal ngerjain soalnya. Kulirik Niko, aku kaget bukan kepalang, dan langsung memalingkan wajahku kearah lain, dia sedang sengaja memadangku atau tidak sengaja, tapi kenapa ia tak mengalihkan pandangannya.
“gila, bikin jantungku mau copot saja.” Batinku dalam hati.
“wah Zara sama Niko udah selesai to, cepet banget!” uajar Bima sambil menumpuk kertas kerjaannya didepan febi yang juga sudah lebih dulu selesai dari Bima.
Tinggal riska yang panik karena belum selesai menulis simpulannya.
“tunggu ya, bentar lagi!” ujarnya agak takut.
“dasar lemot, makanya jangan kebanyakan liatin aku, makanya lama selesainya.” Kata Niko sambil mengambil minumman yang baru disediakan pembantu Febi.
“ihhh, Niko jahat. Aku kan ga pinter kalo masalah sejarah gini.” Dalih Riska manja. Ia segera mnyerahkan kertas kepada Febi dan menghembuskankan nafas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dulu, Sekarang, dan Selamanya
Literatura Femininaaku takut mencintaimu aku tak punya keberanian untuk itu walau hati dan mulut ini mengkhianati ku