Bab 3

6 1 1
                                    

Hai, Hai 👋
Ada yang nunggu cerita ini?
Maaf baru up lagi

Happy reading

Disya mengendap-endap masuk ke rumahnya. Dia melangkah menuju tangga, tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Tapi meskipun tanpa suara, Disya tetap ketahuan karena ibunya menunggu di ruang tamu dengan tangan terlipat di dada.

" Bagus ya, jam segini baru pulang, darimana aja kamu" Teriak ibunya di ruang tamu.

Perkataan mamanya sontak membuat Disya membalikan tubuhnya
"Anu, ma. Disya abis dari... "

Belum juga Disya melanjutkan kata katanya. Mamanya sudah kembali menanyai Disya.

" Anu apa hah? abis keluar sama cowok?  Pacaran? Atau pergi ke kafe? kamu itu perempuan, jangan keluyuran gak jelas, belajar bukanya hura hura kesana kesini . Nilai pas pas an gitu aja Males malesan, gimana masa depan kamu nanti. Mau jadi cewek murahan kamu ? " Bentak Dita.

Disya tak menyangka  mamanya akan berpikir seperti itu tentangnya. mana bisa seorang ibu menuduh anaknya yang bukan bukan. Disya tak bisa membela dirinya sendiri. Hatinya sangat sakit. ada keinginan untuk memberontak, ada emosi yang ingin Dia luapkan. Tapi dia tak bisa, dia masih menghargai wanita di depannya itu.

Disya hanya bisa menunduk, dan menangis tanpa suara.

" Liat tuh kakak kamu, dia dulu nilainya selalu bagus, masuk universitas bagus, dan sekarang mau kerja" Ucap Dita dengan tangan yang masih terlipat di depan dada.

Disya sudah tak bisa menahan amarahnya, kini dia menatap mamanya dengan air mata yang bercucuran.

" Bisa gak sih, mama jangan bandingin aku sama kakak, emang mama pernah perhatiin aku, emang mama pernah sayang sama aku, gak kan? . Mama bahkan gak pernah tanya aku udah makan atau belum. Mama selalu marah-marah sama aku. Apa aku emang bener anak pungut sampai mama benci sama aku"

PLAK...

Tamparan mamanya membuat Disya diam. Dia buru buru menaiki tangga dan masuk ke kamarnya. Dia buru- buru menutup dan mengunci kamarnya. Agar suara mamanya tak terdengar. Disya duduk di balik pintu, sambil menangis sesegukan. Hatinya seperti di iris  beberapa bagian. Selalu saja seperti ini.

Kegelapan memang dunianya, tak ada cahaya yang muncul di dunianya, hanya ada kesedihan. Sudah sejak lama dia menyimpan kesepian ini sendirian, menyimpan segala kepedihan dihidupnya.

Dengan lunglai, dia mengganti seragamnya dengan baju tidur. Di seretnya lagi tubuhnya  menuju jendela yang ada di kamar Disya jendela itu menampakan suasana malam yang gelap tanpa bintang atau bulan yang meneranginya. Semuanya kosong seperti dirinya sekarang. 0

Disya sudah tidak peduli lagi dengan PR yang di berikan oleh gurunya tadi, ia hanya ingin menangis sepuasnya malam ini. Ia meringkuk di depan jendela besar itu, karena lelah menangis, ia akhirnya memejamkan matanya, dan mulai berkelana dalam dunia mimpi, yang menurutnya lebih baik di banding dunianya saat ini.

...

Cahaya mentari mulai masuk lewat jendela, angin sepoi - sepoi membangunkan Disya dari mimpinya. Dia mengusap pelan wajahnya, menatap dirinya di depan cermin. matanya bengkak akibat menangis semalam.

Dia melirik jam dinding di kamarnya
Sudah pukul 05.00 pagi.
Dengan cepat ia menuruni satu persatu anak tangga untuk pergi ke toilet, beberapa menit di dalam, akhirnya Disya keluar dari toilet dan menuju kamarnya lagi.

Ia mengenakan seragam, dan merapikan sedikit rambutnya yang berantakan membiarkan rambutnya sedikit menutupi mata yang sembab itu.
Dia tak ingin teman temannya melihat hal ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hanya DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang