"itu .. dipojok sana ada meja kosong" seru gadis kecil seraya mengacungkan telunjuknya kearah meja yang kosong dia iren temanku dari semester 1
"Yasudah hayu kesana" aku hanya mengikut kedua gadis itu, jujur aku terlalu malas untuk datang ke perpustakaan, membaca buku dan berdiam di suatu tempat dengan waktu yang lama bukanlah kebiasaan ku
"Rick titip laptop sama bangku jangan sampe ada yang ambil, aku sama Seli mau cari buku dulu buat bahan tesis"
"Umm" aku tak begitu memperhatikan perintahnya, aku sudah bilang pada mereka bahwa aku malas berada disini, tapi mereka tetap memaksa karena mereka bilang butuh bantuan, aku sudah berteman dengan mereka sejak semester pertama jadi sebagai teman yang baik sudah seharusnya aku membantu walaupun aku belum tahu apa yang bisa aku bantu.
Sekitar 10 menit mereka kembali dengan beberapa tumpuk buku, huhh melihatnya saja sudah membuat ku mengantuk, untuk kami yang berada di semester akhir perpustakaan dan buku adalah teman dan musuh sekaligus.
"Rick tesis mu sudah sampai mana?" Pertanyaan yang mudah untuk dijawab namun dapat membuat ku menghentikan aktivitas di social media saat itu.
"Apa jika aku jawab itu sudah selesai kalian akan percaya?"
"Tidak" mereka menjawab dengan tepat dan kompak, tentu aku belum selesai dengan itu, ada begitu banyak yang aku pikirkan, walaupun sebagian adalah hal yang tidak penting, aku sengaja mengalihkan pikiran ku, sudah aku katakan bahwa aku malas.
"Kerjain Rick, cicil aja percuma jika kamu punya otak pintar akan tetapi kamu belum lulus dari universitas" Seli adalah yang tertua di kelompok ku, dia selalu jadi motivator ku dan teman ku dia kakak yang baik, akan tetapi kepalaku lebih keras dari batu.
"Iya aku sudah mulai mengerjakannya jadi kalian tak usah khawatir, langsung saja apa yang bisa aku bantu?" Tak ingin banyak berdebat dan tak ingin terlalu lama disini, aku langsung ke fokus permasalahan.
Akhirnya aku membantu mereka dalam masalahnya, benar.. aku memang cukup pintar dalam beberapa hal itulah mengapa beberapa temanku sering meminta bantuan ku, walaupun bukan yang terpintar tapi aku adalah orang yang mudah diajak bicara dan juga baik dalam berbicara sehingga banyak yang lebih nyaman untuk meminta bantuan ku.
Saat yang lain fokus dengan tugas mereka, aku juga fokus mengetik dan mengirim pesan kepada pacarku, dia pria yang baik dan juga tampan, dia tinggi dan putih, dia juga memiliki pekerjaan yang bagus.
Ini adalah tahun ke 2 kami berpacaran, tentu saja tidak ada yang tahu tentang hubungan kami, dan aku juga berharap tidak ada yang tahu akan hal itu, apa jadinya jika ada yang tahu bahwa aku yang seorang pria berkencan dengan pria, aku tak sanggup untuk memikirkannya aku terlalu takut.
Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamarku dan menjatuhkan tubuhku ke tempat tidur, berselancar di Ig dan menonton konten boys love di youtube adalah rutinitas ku. Selain itu aku juga suka KPop, bukankah sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku tidak seperti pria normal lainnya.
Suara nada dering dan layar handphone yang berubah mengalihkan perhatian ku, dengan cepat aku menjawab telepon itu karena yang menghubungi ku adalah kekasihku.
"(Halo)"
"Yaa ada apa Vin?" Walaupun dia lebih tua dari ku tapi aku sudah terbiasa memanggilnya hanya dengan nama, kami juga tidak memiliki panggilan sayang.
"(Kamu sudah makan?)"
"Belum, aku baru saja sampai rumah. Bagaimana dengan mu, apa kau sudah makan?"
"(Sudah, aku makan dengan teman kantor ku)"
"Bagus jika kau sudah makan"
"(Aku merindukan mu)"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt Heart
Teen FictionBukankah lelah jika selalu terbangun dengan sakit yang menusuk dihati dan air mata yang terlinang?