Tale Twister [1] : Faramis

17 3 0
                                    


Author's note : Tale twister itu seperti alternate universe. Bagaimana jadinya jika hero mengambil jalan lain? Kali ini adalah tentang takdir Faramis, akankah dia jadi baik atau malah jadi lebih gila dari sebelumnya?

Beberapa minggu terakhir, atmosfer malam hari di Moniyan Empire terasa berbeda. Jauh lebih dingin dibanding biasanya. Padahal musim dingin masih lama, sekitar enam bulan lagi. Setiap malam, kabut membungkus daerah sekitar perbatasan luar Barren Lands.

Sebuah istana tua terbengkalai berdiri di tengah tengah Barren Lands. Sulur sulur berduri tumbuh melilit setiap jengkal dinding batu yang masih tersisa. Hampir tidak ada manusia yang berani menjamah tempat ini. Udara di Barren Lands terasa aneh. Seperti ada perasaan sedih dan penyesalan yang entah datang darimana merasuk ke hatimu setiap kau mengambil nafas. Barren Lands seolah menolak kehidupan berlangsung di atasnya. Seluruh pohon disana kering sekering tanahnya. Tulang belulang dari segala spesies berserakan dimanapun.

Begitu banyak anomali terjadi disini. Dan tepat tengah malam ini, tanpa diketahui siapapun, sinar hijau redup merambat dari ruang bawah tanah kastil Necrokeep, istana yang terbengkalai. Cahaya samar itu berasal dari kuali raksasa di tengah ruangan berdebu tebal. Ramuan aneh meletup-letup di dalamnya, mengeluarkan asap kehijauan. Obor berapi biru tertempel di beberapa bagian dinding batu berlumut. Api yang bergoyang membuat siulet sosok berjubah bulu burung tampak lebih besar meski tubuhnya kurus kering. Jari-jarinya yang kurus dan pucat seperti kertas lincah meracik berbagai bahan aneh. Mulutnya tak henti merapalkan mantra dari buku lusuh di bawah remang cahaya obor.

"Sebentar lagi ratuku, bersabarlah. Sebentar lagi, Ratu...." Gumamnya sambil memasukkan bahan-bahan racikan ke ramuan mendidih.

Awan tersibak perlahan. Menampakkan bulan purnama indah di langit. Sosok itu melihatnya mealui lubang lantai di atasnya. Senyumnya mengembang, tangannya mengaduk isi kuali lebih cepat.

"Sebentar lagi... sebentar lagi... sebentar lagi..." Ia terus bergumam, mengulang-ulang perkataannya. Suaranya serak menyeramkan.

Pandangannya ia sapukan ke ruangan di sebelahnya. Di sana, ada sosok lain lagi yang kedua tangannya dirantai, membuat tubuhnya tergantung rendah. Jiwa-jiwa berputar pelan mengelilinginya. Terkadang, isakan tangis terdengar dari jiwa-jiwa menderita itu, memohon untuk dilepaskan. Tepat di bawahnya, lantai batu telah diukir dengan simbol bintang enam sudut, mantra berhuruf tua di dalam bintang, dan lingkaran sebagai batas tepinya. Di setiap sudut bintang diletakkan lilin-lilin panjang.

Rembulan mulai menunjukkan perubahan. Permukaannya yang semula kuning lembut perlahan berubah warna menjadi merah darah.

"Sudah... sudah saatnya Faramis. Faramis harus cepat." Gumamnya pada diri sendiri kemudian terkekeh.

Faramis menjentikkan jarinya, menyalakan seluruh lilin. Bulan sudah separuhnya merah. Menggunakan gayung kayu bergagang panjang, Faramis mengambil ramuan dari kuali. Hati hati ia tuangkan cairan itu ke ukiran simbol. Perlahan, ramuan hijau mengalir, memenuhi seluruh garis simbol.

Bulan purnama sudah sepenuhnya merah. Faramis berdiri di dekat sosok tergantung. Ia merapalkan mantra dari buku tua yang dipegangnya. Semakin lama, lingkaran simbol mengeluarkan cahaya yang lebih terang. Api lilin mulai membesar. Jiwa-jiwa yang menderita berputar semakin cepat. Beberapa dari mereka menjerit-jerit. Asap tebal kini membungkus sosok yang tergantung.

"Ya... Ya... YAA!!!"

KLANG

KLANG

Suara rantai putus terdengar, disusul gemerincing rantai diseret.

"Selamat datang kembali, yang Mulia Ratu."

Mobile Legends : Heroes ChronicleWhere stories live. Discover now