"Kenapa kok lo keluar paskib?" kata Anya sekali lagi.
"Gue ngga bisa cerita, sorry ya." jawabku kemudian.
"eh gapapa sorry ya."
Di dunia ini kita harus memilih jika ada dua pilihan Nya. Begitu pun cinta lo ke gue. Gue harus bales cinta lo atau milih buat lo jadi temen gue tanpa nyakitin perasaan lo itu.
Iya. Aku sudah tahu bila Anya menyukaiku. Tingkahnya saja selalu aneh bila berpapasan atau bercengkerama denganku. Belum lagi Anya adalah tipekal cewek yang selalu blooshing bila terjadi sesuatu dengannya, Entah dipermalukan, malu-malu, atau hal lain yang bisa membuat wajahnya menjadi memerah. Belum lagi setiap chat whatsapp dia yang berusaha membuat di antara kita tak se-awkward pertama kali kita bertemu. Kemarin pengumuman pembagian kelas, dan ternyata dia sekelas denganku. Niat jahilku pun muncul akibat tingkah laku dia belakangan ini. Aku suruh saja Radel untuk dekat-dekat denganku waktu nanti di kelas. Iya. Kebetulan sekali Radel satu kelas denganku, jadi bisalah jahil-jahil sedikit.
Rupanya Anya sekarang diam, duduk di jok penumpang dengan kedua matanya yang masih melihat jalanan yang dilewati ini. Kadang-kadang dia juga tersenyum. Namun entahlah dia tersenyum karena apa. Manis. pikirku. Tapi sayang, cinta ngga bisa dipaksain, Aku bingung setiap sesuatu yang aku berusaha lakukan untuknya pasti ujung-ujungnya akan menyakiti dia. Iyalah, menjadikannya teman sekalipun akan menyakiti dirinya. Hati cewek memang selalu begitu. Susah ditebak. Saat aku fokuskan kembali ke jalanan, ternyata kami sudah sampai di tempat fotocopy. Anya turun dari motorku ini dengan cepat dan tergesa-gesa lalu masuk ke dalam fotocopy-an dengan kalimat yang sebelumnya diucapkan olehnya.
"Duluan ya Ga."
Aku belum sempat menjawabnya, biarlah. Kuparkirkan motorku ini lalu berlalu menyusul Anya di balik bilik etalase fotocopy.
"Lo buru-buru amat." kataku saat sudah berada disampingnya.
Membiarkan dia menolehkan kepalanya sedikit ke atas untuk melihatku. Iya. Tinggi tubuhnya hanya semampai dengan mukutku yang mengharuskan dirinya untuk sedikit menolehkan kepalanya ke atas untuk menemui wajahku.
"Iya, dari tadi gue di chat sama ketua ekskul gue mulu, katanya bentar lagi udah mau gladi sedangkan gue belom nyoba meranin peran gue sama sekali." katanya sambil melihat ke arah pulpen warna-warni di etalase. Mungkin lucu pikirnya.
"Emang ketua ekskul lo siapa?"
"Kak Bara."
"Oooh."
Bara? Oh ya aku ingat dengan nama itu, dia adalah orang yang menyukai Anya akhir-akhir ini. Aku tahu berita itu dari Radel, ternyata Bara adalah kakak kelas Radel sebelumnya waktu SMP dan dia sering menanyakan Anya kepada Radel saat hari dimana SIDTS sedang tidak berkumpul. Ahhhh, aku jadi merasa tersaingi, walaupun kelihatannya Anya biasa-biasa saja kepadanya namun apalah aku yang tak bisa membalas rasa sayangnya itu.
"Semuanya jadi Rp.13.000,00 neng." kata abang fotocopy sambil memberikan pesanan Anya tadi.
Anya membuka tas jinjingnya lalu mengeluarkan sejumlah uang yang diminta tadi.
"Lo mau beli apa?" katanya kemudian.
"Ehmm gue gajadi fotocopy."
"Hah? Kenapa?"
"Tadi ternyata formulirnya udah difotocopy sama Rafli."
"Trus lo nemenin gue doang dong jadinya."
Aku hanya sedikit mengangkat bahuku untuk menjawabnya, dan kurasa dia mengerti.
"Yahhhh ga enak gue dong." jawabnya agak sedikit ragu.
"Ngga papa, Ayo. Lo buru-buru kan?" kataku sambil berlalu untuk menuju motorku yang sempat kuparkirkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral [On Going]
RandomIni tentang dia, tentang bagaimana kita bertemu. Dan tentang bagaimana kita berpisah. Dunia seakan menjelma sebagai kesan pesan maupun alur dalam kehidupan ini.