Disebuah Persimpangan

27 3 0
                                    

Pengantar minuman tengah menuang anggur dengan kadar alkohol yang pas untuk relaks dimejaku. Ku ucapkan terimakasih dan memberinya tip tambahan. Peristirahatan yang letaknya pas dipersimpangan ini juga pas untuk sekedar menyalakan sebatang rokok disaku ku. Seraya ku hisap rokok, kerling mataku meleber ke lubang jendela besar Peristirahatan. Menatap hiruk-pikuk manusia telanjang yang tergerus arus sungai; yang airnya disertai segurat garis melintang, yang per beberapa detik sekali berganti warna dan terkesan robotic. Sebenarnya mereka memenuhi syarat yang diberikan untuk masuk Peristirahatan ini: lelah. Tapi atas kehendak mereka sendiri atau mungkin tuntutan kehidupan, mereka memilih terus berenang meski kulihat beberapa urat mereka putus, otot yang pecah dan nadi yang berdarah serta merah darah keluar dari berbagai lubang; hidung, mata dan telinga. Agak memilukan. Tidak kah mereka melihat itu burung yang buang hajat dikepala mereka sembari terbang ? Atau duri-duri mawar yang lukai tubuh mereka ?

Oh, ya, dipersimpangan ini aku akan memilih berbelok tak mengikuti arus robotic tadi. Jalur ini akan melintasi rawa-rawa, lumpur, pasir hisap, gurun, kebun bunga, hutan pinus dan beberapa tipikal medan lainnya, yang kalau ku sebut entahlah kalian mengerti atau tidak.

Baru saja aku kemasi buku dan pena kedalam tas buluk, hujan turun.
"Ah, sial, payung ku rusak".
Aku kutuk diriku sendiri yang tidak apik mengurus barang. Duduk lagi dan karena bosan, juga uang habis digelas anggur, aku mulai membaca kembali buku catatan tadi. Sudah aku jumpai Sang Maha Segalanya (meskipun ingatanku mungkin telah dimanipulasi sehingga aku tak ingat topik apa yang aku bicarakan dengan-Nya), lalu kedua mahluk yang sudah usang tapi aku acungi jempol atas keberaniannya pada ku (mereka yang akan bertindak jika aku melakukannya sesuatu), terus Si Pengatur yang terbuka (dia adalah ciptaan Sang Maha terkuat, dia juga yang mengatur; mengubah apapun yang aku pilih dan lakukan), lalu tangis pertamaku dipangkuan Ambu dan hangat tangan Abah dikeningku,  perjalanan langsung dimulai dari sana.

Sedang asyik bernostalgia, pundak ku ditepuk seekor Kambing Hitam yang menawariku anggur kedua. Tentu aku menerimanya. Sudah bisa kutebak apa yang akan terjadi pada  anggur kedua itu; Kambing Hitam itu menyeringai dan menghilang seraya sayap khayal menerbangkanku ke langit. Sayap khayal tadi terpotong paruh Merpati yang keras; yang terbuat dari lelehan Pedang Cahaya milik Sang Maha. Aku terjatuh, keras sekali menghantam bangku yang tadi aku duduki sampai hancur. Ya, aku sudah tahu semua keajaiban itu akan terjadi dan aku siap menerimanya. Karena tak ada bangku lagi, selonjoranlah tubuhku ini diubin persimpangan yang sejuk sampai tertidur dan terlupakan bahwa aku harus membeli payung dengan harga: sebuah keberanian melawan diri sendiri. Ah, nanti saja.

Aku dibangunkan paksa oleh duri Mawar. Mataku yang masih buram lalu menatap Mawar itu, seakan ia adalah arti dari kata sempurna. Aku bangkit dan duduk dibangku pemberian si Mawar. Anehnya, ia berbeda dengan Kambing Hitam tadi. Ia tak tawari aku apapun. Malah aku yang menawarinya, meski tak punya apa-apa. Ah, nanti bisa dibayar dengan keringat, kok. Mawar itu lalu memelukku erat sekali sampai-sampai darah mengalir deras, yang anehnya aku tak merasakan sakit. Aku kirim pesan pada Sang Maha, bertanya perihal apa yang terjadi dan Ia tentu saja membalas melalui suara tanpa rupa, "Berhati-hatilah". Salahnya, aku tak menggubris balasan itu dan malah mulai mencumbu si Mawar dan menambah luka dibadan juga di jiwa. Selepas jontor mulutku dan kering badanku, si Mawar pamit untuk gugur karena sudah musimnya. Aku hanya menganga tak bisa berkata, tak bisa menolak. Setelah rentetan suka-duka itu si Pistol yang selalu mengikutiku mulai menembakkan pelurunya ke jiwa ku. Peluru itu, entah racun apa yang dikandungnya. Aku selalu mengingat kenangan-kenangan indah dan biru ketika peluru itu menembus ku. Ah, aku harus membayar anggur si Mawar.

Selanjutnya setelah selesai mengerjakan beberapa tugas dari pemilik Peristirahatan, aku pun mendapatkan keberanian melawan diri sendiri, yang mana adalah syarat untuk membeli payung. Tempat pembelian payung berada didalam sukma. Yang artinya aku diharuskan untuk menyelami palung batin dan lintasi ngarai pemikiran.
Akhirnya aku bisa merasakan baja terhebat sejagat raya ini ditanganku. Bunga payung yang indah berukirkan seluruh tubuhku dengan otot besar dan kepalan yang kuat. Ketika aku mulai membuka payung itu, sensasinya luar biasa menakjubkan. Badanku kembali bugar, senyum ku bercahaya lagi, beberapa pesan yang disembunyikan hujan pun ikut terbuka; rupanya dari sanak famili dan rekanan ku untuk mengajak kembali melanjutkan perjalanan. Ah ya, ketika payung itu terbuka, selain sensasi tadi rupanya ada bunga Mawar disaku ku. Setelah berterimakasih dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanan panjang ini, aku dikirimi pesan dari Sang Maha berupa pemahaman tentang panjang jalur itu ternyata tergantung apa yang ku perbuat. Selalu sama, disetiap perhentian selalu saja Sang Maha mengirim pesan itu.

Lalu aku lintasi hujan pisau dan benda tajam lainnya, melihat beberapa tujuan yang harus ku tempuh dengan mengorbankan apapun sebagai syaratnya. Bisa saja jika syarat pengorbanan yang diberikan terlalu tinggi atau aku tak mampu lunasi, tinggal menerima dan lanjutkan perjalanan atau cari tujuan baru. Asalkan jangan berhenti. Asalkan jangan padam itu kobar jilat api abadi dijantungku, yang adalah bahan bakar sehari-hari.

Perjalanan kali ini sesuai dugaan, karena persiapanku yang matang. Meskipun terkadang tak sesuai ekspektasi, dikarenakan pengalaman aku bisa melaluinya. Memang tak mudah, tapi itulah yang menjadikan otot dikakiku, pertumbuhan badanku juga perluasan hutan liar pemikiranku. Sambil berjalan terkadang aku asyik memandang si Mawar yang selalu elok disaku ku.

Perjalanan ini diperindah oleh pelangi yang mengalahkan hujan, juga sore yang jingga bersenandung merdu sekali menyejukkan telinga. Ah, aku tak sabar akan apa yang terjadi diperhentian berikutnya.

—anjingtanah

Sepatah-duapatah Tentang ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang