Pagi itu embun berwarna abu-abu oleh nafas manusia. Menyemilir seperti ganja, yang membuat siapa saja yang sengaja menghirupnya selalu mengucap, "Abu !". Pemerintah sempat melarang menghirup udara abu-abu tersebut, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin dilarang manusia semakin penasaran. Jika yang membakar ganja disebut nyimeng, maka mereka yang menghirup udara abu-abu disebut 'bercakap'. Kegiatan bercakap ini selalu dimulai ketika sebangun dari tidur. Biasanya dilakukan bersama pasangan, anak, ataupun rekan dijauh sana. Bisa dibilang pemanasan, karena bercakap ini tentang hari kemarin, hari ini dan hari esok.
Bercakap tersebut serupa zat narkotika lainnya, selain adiktif, juga menimbulkan efek samping berupa perut yang membuncit. Bahkan perihal buncit itu sudah mendapatkan pendapat umum, semakin besar perut semakin jauh pula jangkauan percakapannya, semakin menyebalkan juga. Kali ini kau bercakap dengan dia membicarakan matahari yang merah, nanti dia akan bercakap dengan matahari membicarakanmu. Itu sudah menjadi hal lumrah. Bagi manusia yang buncitnya baru seperti babi, maka akan merasakan sebuah hasrat ingin tahu. Juga buncitnya itu memancarkan cahaya hijau racun, seperti kekunang yang sudah memakan bohlam. Biasanya yang buncitnya seperti babi akan mencari buncit paling terang, karena si perut besar sudah mengetahui berbagai hal. Seperti aborsi, KDRT, perceraian, perselingkuhan dan bahkan politik ilmu hitam.
Bercakap ini bisa dilakukan dimana saja. Di tukang jagal, di rumah ibadah, di laut, di udara, dimana saja selama masih ada lawan bercakap. Bahkan saking banyaknya manusia yang melakukan bercakap, sampai-sampai diadakan sayembara dengan dasi dan jas rapi, ataupun secara ghaib dikotak gambar yang dapat dilihat siapa saja membicarakan dunia dan hal-hal ambigunya. Manusia sudah tak memerlukan lagi nada-nada ataupun suara hewan. Dalam genggaman mereka, anak kemajuan zaman menyediakan berbagai percakapan dari semua golongan. Entah itu ibu-ibu yang menemukan jasad seorang manusia buncit besar tapi perutnya masih bercahaya, ataupun tentang penunggang kuda liar yang mata dan lubang pantatnya sudah diberi balsem. Juga semakin maraknya, bercakap sudah menjadi budaya yang tak tertulis. Budaya yang dapat diwariskan seorang ibu kepada anaknya, seorang anak kepada anaknya, seorang anak dari ibu tadi ke anaknya, terus saja sampai hari kejujuran tiba.
Pihak yang tak menyukai bercakap ini dapat dengan mudah dikenali. Mereka memakai masker dan perutnya yang normal. Mereka akan menyukai kegiatan lain, yaitu menguping. Mereka mencopot telinga mereka dan menyimpannya di tempat tersembunyi sedangkan mereka hanya duduk santai menikmati hiruk-pikuk roda-roda besar. Mereka akan merasa geli ketika mendengar percakapan dari yang sedang bercakap. Nah, kalau mereka yang suka bercakap biasanya mencopot mata dan telinga lalu menduplikasinya dan menyimpannya diberbagai tempat tersembunyi. Guna mengetahui apa yang khalayak tak tahu. Tempat yang dijadikan persembunyian organ tubuh itu biasanya terletak disebelah rumah, disampul buku, atau disudut rumah. Bahkan sampai ada si buta, ia mencopot matanya dan menggiling mata itu menjadi potongan-potongan kecil lalu menyebarkannya ke udara abu-abu. Si buta ini adalah pemegang rekor perut terbesar dan paling terang—sampai-sampai kota yang ia huni tak pernah merasakan gelapnya malam.
Dan pagi ini, di beranda rumah ku dengan pemandangan gunung sumpah dan laut amarah itu, sejumput ibu-ibu gendut sedang bercakap tentang udara abu-abu ini sembari tangan kiri memegang berbagai macam makanan dan tangan kanan mengusap perut buncit bercahayanya.
—anjingtanah
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepatah-duapatah Tentang Manusia
Sonstiges"...jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam mata pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan;...