Sekarang sudah malam ya?
Dengan berjutanya manusia, kisah untuk malam tak hanya satu. Hampir di setiap sisi ada kisah.Sosok wanita dengan bodi ramping tanpa celah, berjalan lihai di atas catwalk. Persaingan antar agency sangatlah ketat. Jika tidak, maka model dengan tampang jembatan sudah beredar.
"Mak Cik!" Thalia melangkahkan kakinya menuju make up room untuk menemui bos agency-nya. "Bentar lagi ada acara lagi nggak? Thalia mau pulang nih."
Yang ditanya berlagak heran, "Kamu kayak anak kemarin sore aja tanya begituan. Of course Thal. Dont go anywhere ya, Presdir Looga minta waktu interview sama kamu."
Tidak semua orang tahu sisi gelap seorang model yang lihai berjalan di atas catwalk. Banyak aturan yang harus mereka penuhi untuk menjadi standarnya seorang model. Seperti standard body, beauty dan banyak lagi. Parahnya, semakin laku seorang model- its mean sex for sale-, maka semakin laris karirnya.
Thalia tak mengindahkan, ia masuk dunia ini karena keadaan ekonomi yang mendesak. Awalnya diiming imingi dengan pendapatan yang bisa ia dapat, hingga akhirnya tertarik untuk masuk di salah satu agency. Untuk ukuran paras model, Thalia cukup mapan. Hanya beberapa bulan, ia laris manis di pasaran. Tapi terkejut bukan kepayang, bulan bulan berikutnya tawaran gelap datang padanya.
Kalau bukan terpaksa, ia tidak akan mau.
________
Sesekali Thalia mendengus sebal melihat Dodi-asisten Mak Cik- terus mengomel tentang Presdir yang akan mewawancarainya. Ia kagum akan Thalia yang bisa mendapatkan tawaran ekslusif presdir tanpa tawaran. "Nah, eke nggak mau kamu mengecewakan Mak Cik! Just show ur beauty talent, oke?
Thalia tersenyum kecil. Sebenarnya ia tidak suka mendapatkan wawancara ekslusif, karena pada ujungnya si bos dari media ini akan memintanya untuk kencan seks. Iya aja sih kalau tampan, kalau enggak? Nih ya, susah mencari pejajan yang muda, tajir dan menawan. Adanya mereka si perut buncit yang sok berkuasa dengan harta dan jabatannya. "Mak Cik,"
Yang dipanggil menoleh lalu tersenyum sambil menepuk nepukkan tangannya ke sofa, memberi isyarat duduk untuk Thalia. "Sorry Sir Looga. This is Thalia that you looking for."
Dari saking malasnya, Thalia tidak menyadari kalau presdir tersebut mengulurkan tangannya. Ia pun mengatur napas dan mengangkat kepalanya sambil tersenyum. "Thalia Sir,"
Tuh kan! apa katanya? Presdirnya sudah tua dan memiliki perut buncit. Aelah, tidak masuk dalam kategori pria tampan. Sebal ya? Apalagi pandangan matanya tidak lepas dari tubuh Thalia yang memang menggoda iman. "Senang mengenalmu Thalia. Kita langsung ke pembicaraan saja ya? karena sebentar lagi saya masih ada urusan."
Thalia menghela napas dan tersenyum lega. Untung saja presdir satu ini tidak mau membuang buang waktu, jadi ada kesempatan untuknya agar bisa pulang lebih cepat. Yang dibahas hanyalah seputar otomotif yang harus ia iklankan. Dimana dirinya akan menjadi cover utama majalah otomotif perusahaan terkenal itu. "Dan karena ini anak saya yang akan mengurus, ia akan menanganinya sendiri. Dia sedang dalam perjalanan." kemudian presdir itu menghela napas, "Oke Thalia, see you soon ya."
"Thanks Sir. Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda," ucap Thalia manis. Karena sepertinya, om tua ini tidak ada rencana untuk mengencaninya malam ini. Terlihat Mak Cik menghela napas kecewa.
"Nah itu dia. How are you Son? Actually you can handle it tomorrow." ucap Pak Presdir pada anaknya yang-
Sebentar, sebentar.
Thalia mememejamkan matanya menahan rasa malu. betapa bodohnya ia sehingga tidak menyadari bahwa presdir yang ditemuinya adalah Presdir Looga. Sosok yang dikenalnya karena kedekatannya melalui anaknya. Ia kembali menghela napas, ia harus tenang. Untung saja pembicaraan diambil alih oleh Mak Cik setelah Presdir Looga berpamitan untuk yang kedua kalinya.
Ia terus merutuk dirinya, sampai ditegur oleh Mak Cik. Ia pun segera sadar dari kebodohannya dengan mengontrol diri. Harus tenang dong ya, ketemu dia yang lama menghilang. "Thalia Sir."
Lelaki di hadapannya mengangguk dan tidak membalas jabatan Thalia dengan angkuh. Ia dengan tenang lanjut ke pembicaraan bisnis yang membuat Thalia menggerutu sebal. "Ehm, Nona Thalia apa ada masalah?"
"Eh?" Thalia terkesiap, "No Sir. I'm fine."
"Fokus dong Thalia!" Mak Cik menegurnya.
"Sorry Sir," ucapnya gugup. Memang harus ya gugup seperti itu?
Anak Presdir Looga tak menjawab, ia malah mengalihkasn pandangannya pada Mak Cik. "Sepertinya Nona Thalia sedang tidak fokus. Boleh saya membawanya untuk berbicara empat mata?"
"Oh, silahkan." tentu Mak Cik tidak keberatan, karena dengan hal ini ia akan mendapat bayaran tambahan. Dari anak mahkota lagi! "Sst, jangan banyak ngelamun. ikutin sana! Kamu bisa dapat untung banyak. Rich Man tuh,"
Mak Cik sih, bodoh amat para modelnya digimanain. yang penting royalty ada.
_______
Rasanya lama tidak bertemu itu, canggung ya? Apalagi dengan seseorang yang menaruh hati untuk kita. Tapi yang seperti itu bukan Thalia banget. Ia tidak suka memendam rasa aneh dari dalam dirinya. "Harus banget ya datang tiba tiba?"
Galuh hanya tersenyum.
Thalia mendengus, "Ngerti sih kamu anak mahkota super sibuk. Tapi, apa ngirim pesan satu baris aja bisa buat kamu rugi? Jahat banget ya,"
Galuh tertawa, "Aku cuma ingin ngasih kamu suprise. Nggak suka ya?"
"Iya iya, suprisenya kelewatan. Sampai untuk wawancara ekslusif aja nyewa restaurant mahal. kan kasihan orang orang yang pada mau makan Gal,"
Galuh selalu suka sikap Thalia yang sok tahu dan asal ceplos. Dia memang pintmencairkan suasana. "Sudah berapa lama kamu kerja di sana?"
"Kamu nggak mau nanya kabar gitu?" tanyanya heran, tapi ia juga menjawab pertanyaan Galuh. "Sudah lama, sejak kamu-"
Ia tak melanjutkan katanya. Ia lupa, bahwa Galuh tak pernah senang dengan profesinya yang sekarang. dulu pernah berjanji untuk tidak mencoba profesi ini, tapi ia malah melanggarnya.
"Thalia, aku seneng bisa lihat kamu sukses tapi nggak untuk karir ini. Kamu ngerti aku nggak suka, tapi kenapa masih ngeyel?" Galuh mencoba selembut mungkin berbicara pada Thalia agar tidak ada pertengkaran. Bahkan ia memegang tangannya dengan halus.
"Sorry Gal. Aku nggak bisa hidup tanpa profesi ini,"
Galuh mengangguk paham. Ia pun mengeluarkan kotak beludru biru dan membukanya di hadapan Thalia, "Berhenti, dan nikahlah bersamaku."
Thalia terkejut tak percaya, ia menggeleng. "Kita baru ketemu lagi malam ini loh Gal. Kamu serius?"
Galuh menatap cincinnya yang artinya ia memang benar benar siap. Ia tak peduli atas jawaban Thalia, yang ia peduli rencana melamar wanita ini sejak dahulu sudah tercapaikan. "Will you marry me?"
Untuk sekarang Thalia bingung. jelas jelas dia telah mengecewakan Galuh, dan menurutnya ia sangat tidak pantas dengan kehidupan lelaki itu yang bersih. Disisi lain, ia sudah sangat mencintai karirnya yang mapan, mana mungkin ia bisa menikahi Galuh sedangkan karirnya ia tinggalkan?
Thalia tak bisa menjawab. Galuh atau karir?