Prolog

490 35 16
                                    

Hari Senin.
Hari yang tidak disukai oleh para manusia karena mereka harus melakukan aktivitas kembali. Sama halnya dengan para murid sekolah, salah satunya adalah Elina Mayasari Adhitama.

Perempuan yang dijuluki sebagai cewek tercantik dan terpintar di sekolahnya yang mampu menaklukan ribuan hati cowok. Karena sifatnya yang sangat dingin terhadap cowok, maka dia sangat sulit dimiliki. Selain cantik dan pintar, dia juga dari keluarga terpandang karena keluarganya memiliki perusahaan lebih dari satu di berbagai kota.

Elina berangkat ke sekolah menggunakan mobil yang dikendarai oleh sopir pribadi kepercayaan keluarganya. Saat sudah sampai di SMA Tunas Harapan, Elina segera turun dari mobil dan berjalan menuju ke kelas.

Banyak sekali yang menatap dirinya saat dirinya jalan di koridor. Elina selalu risih setiap dirinya ditatap, apalagi yang sering menatapnya para lelaki.

Saat masuk ke kelas pun, dirinya masih ditatap. Eit, bukan ditatap saja ternyata, digodai oleh banyak gombalan dari para buaya alias teman cowoknya juga. Tapi ia menganggap seperti angin lalu, membuat para cowok mencemberutkan bibirnya masing-masing.

"Linaaa, Nadya kangeeen," ujar Vanadya Lacerta, sahabat Elina histeris saat melihat Elina duduk di kursi sebelahnya.

"Napa lo?" jawab Elina cuek sambil menyimpan tasnya di kursi belakang dirinya.

"Astagfirullah, tega kamu mba sama sahabatnya sendiri dicuekin. Bukannya dibales kangenannya gitu!"

Elina memutar matanya dan menjawab dengan terpaksa sambil tersenyum, "Iya-iya, gue kangen sama lo, Nad."

"Ah, lo mah nggak asik!"

"Ck, apalagi sih?" tanya Elina malas.

"Jangan dingin-dingin napa sih, Lin. Gue lebih suka sifat dan sikap lo waktu SMP yang nggak dingin and cuek," jujur Vanadya. Elina dan Vanadya memang sudah bersahabatan dari kelas 1 SMP, makanya Vanadya tau sifat maupun sikap Elina dan sebaliknya.

"Nggak bisa."

"Bisa, pasti bisa."

"Serah sia dah," jawab Elina malas sambil mengeluarkan ponselnya dari saku rok, karena ada getaran yang menandakan ada sebuah notif. "Gue ke ruang guru dulu," lanjutnya sambil memasukkan ponsel ke rok kembali.

"Ngapain? Gue ikut dong."

"Nggak usah, Nad."

"Aing mohon, Lin. Bentar lagi upacara tuh, jadi sekalian dari ruang guru ke lapangan." Kedua tangan Vanadya dirapatkan di depan dada.

Elina segera meliat jam dinding yang ada di kelas. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk melakukan upacara. Berarti masih lama.

"Liat jam," suruh Elina pada Vanadya yang segera dituruti. Setelahnya, Vanadya hanya cengengesan tanpa dosa.

"Masih lama kan?" tanya Elina.

"He'eh." jawab Vanadya sambil mengangguk.

"Iya udah, nggak usah ikut ke ruang guru. Gue cuma sebentar."

"Ihhh, kok gitu?" tanya Vanadya sambil memonyongkan bibirnya.

"Nggak usah dimonyong-monyongin juga kali tuh bibir." Elina menarik bibir Vanadya. Sengaja. Dia sudah lama tidak mengerjai sahabatnya yang satu ini.

"Sakit, dodol!" Vanadya menepis tangan Elina dari bibirnya, lalu mengelus bibirnya.

"Hahaha. Udah ah, gue udah ditungguin sama Bu Tini. Nanti gue balik lagi ke kelas, terus kita ke lapangan bareng-bareng."

"Iya udah, iya-iya."

Akhirnya, Vanadya mengalah juga. Elina hanya tersenyum. Lalu dirinya berdiri dan beranjak keluar kelas.

"Jangan lama-lama lo!" teriak Vanadya kepada Elina lewat jendela. Elina hanya mengacungkan jempol kananya tinggi-tinggi, tapi tidak menengok ke arah belakang.

Elina jalan menuju ruang guru sambil membalas sapaan teman ceweknya. Elina tidak sedingin yang kalian pikirkan, dia akan ramah kepada orang yang ramah juga dengannya. Ingat! Elina hanya menyapa teman ceweknya.

Saking fokusnya membalas sapaan, Elina tidak menyadari ada punggung orang tinggi di depan dirinya, pada akhirnya...

Bugh!

Elina menabrak punggung itu.

"Astagfirullah," kaget Elina sambil mengusap dahi yang cukup sakit.

"E-eh sorry. Kirain nggak ada orang, makanya tadi gue mundur," kata pemilik punggung itu sambil membalikkan tubuhnya menghadap Elina yang masih mengusap dahinya. "Lo nggak papa?" tanyanya pada Elina sambil menyimpan ponselnya kembali di saku celana setelah selesai bertelepon.

Elina berhenti mengusap kemudian melihat orang pemilik punggung itu sambil berkata, "Nggak papa, sans. Gue juga yang salah, soalnya nggak fokus ke depan."

Orang pemilik punggung itu terpesona dengan kecantikan Elina. "N-ngoghey," jawabnya dengan mulut dan mata terbuka sempurna.

"Awas, lalat masuk," ingat Elina yang membuat sang empu menutup mulut rapat-rapat dan malu. Lanjutnya, "Gue duluan. Sorry sekali lagi." Tanpa menunggu jawaban dari pemilik punggung itu, Elina langsung pergi dari hadapannya.

Cowok itu menatap punggung Elina hingga hilang saat memasuki satu ruangan sambil berkata, "Buset dah, itu cewek cantik banget."

Saking sangat terpesona kepada Elina, dirinya tidak sadar kalau ada yang memanggilnya sedari tadi dua kali dari dalam ruangan. Baru ketiga kalinya, dia tersadar. Dia berbalik badan dan masuk kembali ke ruangan kepala sekolah.

TBC

.


.


.

Gimana, bagian prolognya? Seru nggak? Penasaran nggak? Parah sih kalau nggak dua-duanya.
Next nggak nih? Kalau mau, voment dulu dong...
Sampai jumpa dipart selanjutnyaaa🐣

Murid BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang