Bipolar

50 3 0
                                    

[ Adara Felicia ]
Adara Felicia. Mamaku memberi nama itu dengan penuh harapan tentunya. Kembali pada realita, harapan itu tak sesuai apa yang ku rasakan. Tuhan tidak mengizinkannya atau mungkin belum, aku juga tak mengetahuinya. Aku terlahir dari keluarga yang berada, namun keharmonisan rasanya tak ku rasakan. Hampir setiap hari aku selalu merasakan kesepian. Meskipun mereka terkadang masih berbicara denganku, tapi aku tidak merasakan kedamaian dari diriku. Entah apa itu, dan mengapa aku tidak merasa akrab dengan mereka. Padahal hingga sekarang kami masih berada pada satu atap.

“Kak.... ada Rasya nihh,” seru Adera

“Hush pakai kak panggilnya dong,”

Adera, dia adikku dengan selisih umur 3 tahun. Sejauh ini, dia yang selalu mengerti keadaan dan kemauanku. Dan Rasya, dia sahabat kecilku yang tinggal di komplek sebelah. Sosok yang selalu menjadi sumber energi dalam diriku, candanya dapat memperbaiki moodku yang seringkali rusak. Dia juga selalu menemani masa – masa pengobatanku selama dua minggu ini selain keluarga.

Ya, aku seorang bipolar. Mendengar kebiasaanku ini mungkin kalian akan mengira aku gila. Ada di satu waktu di mana aku sangat semangat sekali melakukan kegiatan. Seperti menghabiskan uang tabungan untuk berbelanja segala barang meskipun aku tidak membutuhkannya. Aku tidak dapat berhenti untuk melakukan belanja online. Sulit dikendalikan. Tidak hanya itu, aku juga bersemangat dalam belajar, satu buku latihan soal dengan ketebalan dua inci dapat aku selesaikan dalam sehari. Dalam kurun waktu itu aku selalu optimis dalam menjalani hari.

Lain waktu, saat di mana aku selalu merasa terpuruk. Aku selalu bertanya – tanya pada diriku sendiri. Untuk apa aku dilahirkan. Mengapa aku ada di dunia ini. Apakah aku berguna dalam kehidupan ini. Pertanyaan itu selalu datang berulang kali. Hampir setiap malam, aku selalu menghabiskan air mata. Merasa lelah, menginginkan kematian pada diriku. Wajarkah bila seseorang merasa dirinya tak layak lahir di dunia yang penuh dengan orang – orang hebat nan sempurna?

Orang yang mengamati perubahanku tak lain ialah Adera. Gadis remaja yang hendak beranjak SMA. Meskipun umurnya masih dini, namun dia paham tentang gejala penyakit mental. Dia tak langsung berbicara kepadaku, namun kepada Rasya. Lalu membicarakannya kepada kedua orang tuaku.

Hari itu, hari di mana pertama kalinya aku mengikuti tes kesehatan mental. Seorang wanita beraut wajah ceria memberikan empat lembar kertas untuk aku isi. Beliau juga meminta kejadian apapun yang aku alami dan rasakan dalam kurun waktu enam bulan belakangan. Satu minggu yang lalu, diriku didiagnosa sebagai seorang bipolar. Sekarang aku telah menjadi bagian dari rumah sakit ini. Setiap seminggu dua kali, aku kerap mendatangi rumah sakit ini untuk menjalankan terapi. Tak hanya itu, mulai detik itu juga tubuhku dipaksa mengonsumsi berbagai macam obat – obatan.

Haii!!!
Kali ini aku datang dengan cerita yang berbeda:D
Lanjutan cerita sebelumnya gimana?
Masih proses:)
Untuk intronya aku selipkan cerita ini

Do'ain aja semoga nyampe ending:)

Fair BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang