2

35.5K 1.4K 69
                                    

Pov Lexsa
Sudah satu minggu aku hanya sendirian di dalam kamar ini, dengan sangat terpaksa aku hanya bisa memakan sayuran yang diletakkan pelayan itu satu minggu yang lalu. Meskipun aku benci dengan sayur tapi jika sudah tidak ada makanan lagi maka aku terpaksa memakannya. Setiap kali aku memakan sayur itu maka tanpa bisa dicegah air mataku akan mengalir.

Aku tahu bahwa Leon pasti puas dengan reaksiku tapi mau bagaimana lagi, air mataku tidak bisa di kontrol. Setelah selama dua bulan tidak berinteraksi dengan dunia liar dan sekarang aku hanya berada didalam kamar ini tanpa berinteraksi dengan siapapun bahkan suamiku sendiri. Hal ini semakin membuatku tidak berdaya dan muram.

Aku tidak tahu apakah aku harus menyesal atau tidak karena sudah membantah Leon tapi yang jelas sekarang aku merasa tersiksa. Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi jika harus selalu sendirian di kamar ini karena aku juga makhluk sosial, selama dua bulan ini aku biasanya mengajak pelayan yang masuk ke dalam kamarku berbicara dan aku akan bersama suamiku saat Leon berada di rumah.

Rasa kesepian ini membelengguku hingga aku tidak tahu harus melakukan apapun, meskipun aku marah pada Leon tapi aku merindukan suamiku itu. Aku ingin melihat wajahnya saat aku membuka kelopak mataku di pagi hari. "Aku merindukanmu Leon." ucapku sambil menangis entah pada siapa.

Aku pun beranjak dari sofa dan naik ke atas ranjangku lalu merebahkan diriku. Aku menangis terisak sambil terus memikirkan orang yang aku rindukan, orang itu tentu saja adalah  Leon. Tangisanku semakin menjadi jadi saat aku mengingat momen pernikahan kami dimana itu adalah hari paling membahagiakan bagiku.

Aku pikir menikah dengan pria itu adalah keputusan paling benar yang kulakukan dalam hidup ini, namun siapa duga bahwa ini akan menjadi belenggu ketidakberdayaan yang besar. Cinta dan rasa sakit sepertinya berkaitan erat dalam hidupku ini. Mungkin ini adalah karma atas apa yang mungkin pernah aku lakukan.

Pikiranku berkecamuk dengan segala bertanyaan tidak berarti yang bahkan tidak aku ketahui artinya, tentang berkah atau kutukan, mungkin ini berkah karena aku bisa mengenal pria setampan Leon tapi mungkin saja ini kutukan untuk mencintai pria yang penuh keparanoidtan.

Clek

Suara pintu yang dibuka, spontan membuatku langsung beranjak dari ranjangku untuk melihat siapa yang masuk ke kamarku dan betapa bahagianya diriku saat kulihat yang datang adalah orang yang selama ini aku rindukan. Tanpa berpikir panjang aku langsung menghampiri Leon lalu memeluknya, aku sudah tidak peduli bahkan jika Leon tidak membalas pelukanku.

"Aku merindukanmu." ucapku sambil menangis terisak didalam dada bidang suamiku.

"Aku tahu." kemudian kurasakan Leon juga memelukku. Aku sangat senang karena dia membalas pelukanku, bahkan meskipun itu hanya perhatian yang dianggap kecil bagi orang lain namun bagiku ini adalah rasa cinta dari pria ini.

Kami berpelukan sangat lama hingga aku yang pertama memisahkan diriku lalu menatap suamiku yang juga menatapku dengan intens. Mata itu segelap malam tanpa bintang namun memiliki daya pikat untuk membuat orang lain tenggelam didalamnya.

"Apa kau susah tahu kesalahanmu honey?" aku tahu bahwa akan ada saatnya aku harus kembali mengatakan bahwa aku bersalah dan meminta maaf pada Leon. Tidak mungkin pria ini merasa bahwa dirinya bersalah dalam memperlakukan diriku dengan kejam, syukurlah aku sudah tidak peduli lagi apakah semuanya adalah salahku atau Leon. Jika pria ini mengatakan bahwa aku bersalah maka dengan rela aku harus mengalah.

"Aku tahu." kataku sambil menundukkan kepalaku.

"Tatap aku saat kau berbicara honey."

Aku pun menatap Leon dan terjadi keheningan yang mencekam saat tatapan kami beradu, tatapannya membuatku merasa takut tapi aku sama sekali tidak bisa mengalihkan tatapanku darinya karena tatapan itu  seakan akan mengunciku hingga membuatku tidak berdaya. Inilah harga yang harus kubayar untuk rasa cintaku padanya, inilah pengorbananku dalam hubungan ini, tidak peduli apa yang dilakukan pria ini padaku bahkan meskipun dia memintaku mencium kakinya, aku masih harus mematuhinya.

"Aku menunggumu untuk mengucapkan kalimat yang harus kau ucapkan honey."

"Aku minta maaf Leon, lain kali aku tidak akan melakukan hal itu lagi." Ucapku dengan pelan sambil menatap Leon yang menatapku dengan tatapan menelisik.

"Tidak akan ada lain kali honey karena jika kau melakukan hal itu lagi aku tidak akan memberimu makanan sama sekali dan kau bahkan tidak akan memiliki kesempatan untuk melihat matahari lagi. Apa kau tahu honey, aku sudah menyiapkan sebuah ruangan yang akan membuatmu selalu bersamaku untuk selamanya. Jika kau berada didalam ruangan itu maka orang lain tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk memisahkan kita."

Aku bergetar ketakutan mendengar apa yang pria ini katakan, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa mulai sekarang aku tidak akan membantah suamiku lagi karena aku sama sekali tidak mau dikurung selamanya oleh Leon. "Aku berjanji bahwa aku tidak akan melakukannya lagi."

Leon tersenyum seakan akan ketegangan diantara kami tidak pernah terjadi. "Patuhlah, kau tahu aku sangat senang jika kau menjadi wanita yang baik dan penurut, sekarang aku akan meminta pelayan untuk membawa makanan ke sini untukmu." Leon mengelus rambutku dengan senyum yang masih tersemat di bibirnya, senyuman itu membuatku merinding, senyuman yang mengandung janji gelap akan kendalinya padaku.

Aku pun bertingkah seolah olah tidak ada yang terjadi, kami duduk di sofa sambil menunggu pelayan datang untuk membawa makan siang ke sini.

"Honey, dokter Eliana akan datang sekitar satu jam lagi, dia akan mengecek kondisi kesehatanmu dan juga kondisi rahimmu, aku benar-benar sudah tidak sabar untuk memiliki seorang anak yang akan menjadi penerusku nantinya."

Aku tersentak kaget mendengar apa yang dikatakan Leon, jujur saja aku juga ingin memiliki seorang anak hanya saja aku belum siap. "Leon apa kita akan melakukan program kehamilan?"

"Ya honey kau benar."

"Emm apa benar-benar harus secepat ini?"

Tiba-tiba ekspresi bahagia di wajah Leon langsung berubah datar saat aku mengatakan pendapat mengenai program kehamilan, aku merutuki kebodohanku yang seharusnya tidak mengatakan hal itu, pria ini pasti salah memahami maksudku.

"Apa kau tidak mau mengandung anakku?"

"Bukan begitu hanya saja aku belum siap, aku beberapa kali pernah melihat proses melahirkan dan itu membuatku sedikit takut." aku memang merasa takut setiap kali memikirkan tentang proses melahirkan, gambaran aku akan melahirkan seorang anak membuatku khawatir, melihat perjuangan para wanita yang bersusah payah dalam melahirkan bayinya membuatku berpikir ulang tentang rasa sakit yang ditanggung oleh mereka dan aku bukan orang yang menyukai rasa sakit.

"Kau adalah istri Leon Gianovick jadi kau harus siap dalam berbagai kondisi. Suamimu ingin agar kau mengandung seorang anak maka kau harus mengandung, jadilah wanita pemberani dan patuh pada suamimu lagi pula jika kau memang tidak mau mengalami proses melahirkan kau bisa melakukan caesar honey."

"Tap-"

"Tidak ada tapi tapian honey, keputusanku tidak bisa dirubah. Kau akan hamil saat aku menginginkannya!"
*****
Gimana nih kalau kalian dapet pasangan kayak si Leon, pasti bakalan cere yee, ya gak sihh😂

Jangan lupa votenya, komen dan follow agar minvi makin semangat updatenya

Cek cerita serupa juga di karya karya Author yang lainnya, gak kalau seruu juga 🤓

TOXIC LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang