#Ramadhan 20: Jadi Mahasiswa

82 9 0
                                    

"Emma gue udah mutusin" Tekad bulat gue.

"Mutusin apa?" Emma masih sibuk periksa tas diatas travel.

"Emma dengerin dong" gue menarik lengannya.

"Iya apa?" Tanyanya lagi, sekarang dia melihat gue.

"Gue mau move-on dari Kak Hakim dan nggak mikirin ada dua Kak Hakim lagi. Gue mau serius kuliah, biar masa depan gue cerah.

"Ckckck" lalu Emma ketawa. Orang didepan kami menoleh, karena suara Emma.

"Yakin loe mau move-on? Sama Kak hakim yang Sholeh?" Dia malah menguji gue.

"Gue udah mikirin semalem, kalo begini terus gue nggak bisa tenang kuliah. Mana gue satu jurusan lagi sama Kak Hakim, walaupun beda angkatan, huft" gue mengeluh.

"Gue dukung Mad!" Emma memukul pelan bahu kanan gue.

"Nah gitu dong teman yang baik mesti saling support untuk kesuksesan, tapi loe ingetin gue ya kalo melanggar?"

"Insyaallah" ucapnya.

"Mad tadi Diandra nelpon gue. Katanya loe nggak jawab telpon dia"

"Udah chat kok, gue bilang nggak perlu nganter gue sama Emma. Kita bisa berdua, emang masih anak kecil?" Sewot gue.

"Bukannya loe belom pernah ke kampus baru kita" Emma ngelirik gue.

"Loe juga!" Kita hanya mengandalkan keberanian dan GPS datang ke kota ini dan daftar ulang di Universitas.

***

Empat jam perjalanan, akhirnya kita sampai. Kampus ini sejuk, banyak pepohonan, nggak kayak kota gue yang agak panas. Terpampang jelas ucapan selamat datang mahasiswa baru. "Wah... Kita udah jadi mahasiswa sekarang, Emmaaaaaa...." Teriak gue.

"Madiaaaaaa.... Gue seneng bangeeeet" diapun ikutan teriak. Gak lupa kita selfie bareng.

Berdasarkan pengumuman, kita daftar ulang langsung di aula universitas. Segera saja kita kesana. Ternyata sudah penuh antrian yang panjang. Gue siapin berkas-berkas dalam map, begitupun Emma. Cewek putih belakang gue ngajak kenalan, ternyata kita sejurusan, namanya Chichi.

Setelah setengah jam berdiri ngantri, sampai jua giliran gue. Didepan ada kakak-kakak senior yang menyambut kami.

"Farmasi ya? Oh dari kota sebelah. Kenal Iqbal Hakim dong? yang alim tinggi putih ganteng?" Mendengar nama Hakim gue kaget.

"Eh... Emangnya loe pikir semua orang tau si Hakim" saut teman sebelahnya yang berlesung pipi.

Gue jawab, "kenal kak".

"Nah apa gue bilang, Hakim tuh terkenal di Kota dia, bukan di kampus doang. Apa Loe?" Dua cowok ini malah berdebat.

Gue hanya tersenyum kecil, ternyata Kak Hakim sefamous itu di kampus yang gede ini. Denger-denger mahasiswanya aja sampe 20.000an. Lanjut ke meja berikutnya, gue mencoba jeket almamater. Warnanya bagus, maroon gitu. Gue pilih size M, karena ukurannya agak pas, walaupun kebesaran dikit. Gak papa, daripada size S ngepas ntar malah nyetak badan.

Syukurlah sudah selesai, lancar jaya. Emma masih mengantri, gue tunggu dia diluar aula. Tak lama berselang, dia datang dengan wajah sumringah.

"Madiaaaaaa, kakak yang di regis pertama tadi ganteng banget" dia nyaris teriak, gue ingatin kalo lagi banyak orang.

"Yang mana? Gue nggak liat" soalnya tadi gue di meja nomor tiga.

"Seumur idup, baru kali ini liat orang seganteng dia. Matanya teduh, wajahnya tenang bersih kinclong, tinggi juga. Ya Allah ciptaan mu, masyaallah" Emma menengadah ke langit nan cerah.

Belum liat aja Emma Kak Hakim yang aslinya, bukan di foto. Dalem hati gue ngomong.

"Siapa tadi namanya? ... Aduuh mirip nama merek coklat itu lho..." Emma mencoba keras mengingat nama cowok itu.

"GARY!!!! Iya nama dia GARY!" Dengan suara keras. "Tapi nggak tau jurusan apa, moga anak FK biar bisa sering ketemu" Soalnya Emma jurusan Keperawatan yang masih satu fakultas dengan Kedokteran.

"Kalo udah mulai kuliah, bisa dicari kok. Kita ke fakultas Farmasi sama Kedokteran yuk abis itu cari kosan" ajak gue.

****

Telah empat kosan kita telusuri, beragam harga dan isi kamar ada yang satu orang perkamar ada yang bisa berdua. Sewanya juga ada yang perbulan, persemester, bahkan pertahun, mungkin supaya mahasiswa nggak sering pindah.

"Mad capek" Emma duduk ditepi pagar rumah orang.

"Kita istirahat dulu ya, ntar kita cari lagi sekitaran sana belum tuh!" Nunjuk gang kecil yang hanya muat motor, tapi bisa tembus ke arah kampus.

Tenaga kita cukup pulih, lalu bangkit dan berjalan. Ada rumah berlantai dua bercat kuning yang didepannya ada pohon jambu. Rumah ini arsi, sejuk dan dijaga sepasang suami istri yang ramah. Setelah berdiskusi panjang lebar dan meminta no handphone bude. Sepertinya gue dan Emma udah klik dengan kosan gede ini.

Kita menghubungi orang tua masing-masing, tak lupa mengirim foto kosan. Alhamdulillah mereka suka dan sepakat bayar DP dulu, supaya nggak diambil orang lain. Tau aja, sekarang persaingan kosan sangatlah ketat. Supaya nggak kemalaman, Emma menelpon travel yang sudah kita pesan dan menunggu di tepi jalan raya.

Di perjalanan kita langsung molor karena ngantuk dan kecapean. Nggak sadar udah sembilan panggilan tak terjawab dari Diandra.

***


Jangan lupa like ya teman-teman semua 😃

30 Hari Hijrah di Bulan Ramadhan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang