2.

769 91 27
                                    

Pukul 23.05 Alana belum juga tidur, ia sudah menjadi biasa. Karena Alana sering ada jadwal balap motor yang hari ini kosong.

"Umm, ngapain ya? Gak ada kerjaan, gak bisa tidur," Alana duduk di kursi meja belajarnya dengan memainkan handphone. Jarinya mengetuk meja berirama, lintas ingatan tadi siang lewat begitu saja.

"Oh iya, kameranya si bunglon kan sama gue," Alana beranjak mengambil kamera ditasnya, yang untung saja belum ia serahkan untuk dicuci bi Asih, pembantu Alana.

Alana mencoba kamera tersebut, memotret benda-benda yang hasilnya lumayan bagus bagi seorang pemula. Ia melihat-lihat foto lain.

"Oke juga skill nih cowok," puji Alana pada beberapa foto yang tersimpan di kamera tersebut, foto pemandangan yang terlihat aesthetic, bisa ia tebak Fathur mengikuti ekstrakurikuler photography. Lebih tepatnya, Fathur adalah ketua ekstrakurikuler itu.

Ia mengira akan menemukan foto dirinya. Ternyata benar dugaan gue, cowok itu matanya minus, Batin Alana.

"Gue kira bakal dapet potret gratis, lumayan jadi koleksi foto IG, dia gak bisa lihat apa ada cewek cantik didepannya?" Tangannya terus menggeser foto yang ada di kamera. Percuma saja kalau bagus-bagus tapi tidak ada foto Alana, sedikit penasaran sebenarnya.

"Ini apa?" Henti Alana pada gerakan tangannya, bermonolog pada diri sendiri. Alisnya mengkerut, dia menemukan sebuah foto yang janggal, Alana melakukan zoom pada jepretan itu.

"Gue!" Alana menunjuk dirinya sendiri,"dia?"

Berarti waktu itu, batin Alana menarik benang merah dan mengaitkannya, hatinya bergemuruh.

"COWOK BUNGLON ITU YANG FITNAH GUE?! BUAT APA NYING, DIA SIAPA?" Teriak Alana histeris, tapi suara Alana tidak akan sampai keluar karena kamarnya yang kedap suara.

"AWAS AJA LO! GUE HAMPIR MATI KUTU DIKELUARIN DARI SEKOLAH. DAN GUE GAK AKAN NGELEPASIN LO GITU AJA!" Murka Alana, adrenalin jantungnya meningkat, otot sarafnya mengerat. Pusing memikirkan hal yang sudah terjadi tapi hatinya masih tak rela melepaskan masalah, dia akan menuntut balas.

Walau harusnya, balas dendam terbaik adalah cukup menjadi lebih baik.

🌠🌠

"Bi, mama papa udah berangkat?" Alana menguap sembari sesekali mengucek matanya, mencoba menghilangkan kantuk yang bergelayut. Bangun pagi bukan passion Alana.

"Udah non," pembantu Alana membungkuk dan kembali ke dapur.

Alana berdecak, selalu saja seperti ini. Alana pikir, Orang tuanya adalah dua diantara sekian workaholic di bumi sampai-sampai tidak mengingat anak semata wayangnya yang kesepian, Alana selalu saja sendiri bahkan disaat ia terpuruk mereka tidak akan duduk disamping Alana meski hanya untuk mengusap pipi, mengelus kepala atau menghapus air mata Alana.

Kenapa sih lan, udah biasa juga, Alana meringis dalam hatinya.

Alana membuat sarapan roti dengan selai, setelah itu baru mandi.

Seragam ia kenakan dengan presisi, menatap cermin dengan senyum congkak pada pantulan dirinya sendiri.

"Gue cantik ya, of course," Alana mengibaskan rambutnya seolah bicara dengan seseorang. Ia menyambar kunci dan mengeluarkan motor besar dari garasi.

Brum Brum brummm

Alana memanaskan mesin kemudian memakai helm full facenya. Ia menggunakan jaket kulit setelah seragamnya dan leging untuk memudahkan berkendara.

My Crazy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang