#2

1.3K 258 77
                                    

"Assalamua'alaikuum ... mau saya bantu, Dik?" tanya Ustad Zayd, saat keesokan harinya, kembali di sore hari, melihat Zulaikha menyiram tanaman yang tumbuh lebat di halaman rumahnya.

"Wa alaikum salam, nggak, makasih,"

Dan Zu berlalu meninggalkan Ustad Zayd yang tersenyum melihat wajah kesal Zu. Lalu ia mengambil selang yang ditinggalkan oleh Zu, melanjutkan menyiram tanaman di halaman rumah Ustad Khaedar.

"Maafkan Zu, Ustad jika dia tak bisa ramah," ujar Ustad Khaedar tiba-tiba muncul saat Ustad asik menyiram tanam.

"Ah, Ustad Khaedar, iya nggak papa, Ustad, saya juga sih pas pertama ketemu gak enak nyapa Dik Ulay jadinya dia marah terus," sahut Ustad Zayd.

"Ulay?" tanya Ustad Khaedar bingung.

"Biar gampang saya ingat ustad, Zulaikha kayaknya terlalu panjang, jadi saya panggil pendek saja, Ulay, Dik Ulay," sahut ustad Zayd dan ustad Khaedar tertawa.

"Ada-ada saja Ustad ini, dia tidak bisa diajak bergurau seperti itu ustad, dia akan semakin marah, tapi dia baik, dia anak yang patuh, sejak kecil nggak neko-neko, hanya adaaa saja cobaan baginya," ujar Ustad Khaedar.

"Allah menyayangi Dik Ulay berarti Ustad, makanya Allah selalu memberi cobaan, nantinya setelah cobaan berlalu, Dik Ulay akan mendapat hal yang membahagiakan, lah kok malah saya banyak omong ini Ustad," ujar ustad Zayd dan keduanya tertawa.

"Oh iya, kan Ustad buka penjilidan buku juga ya, itu Zu mau membukukan sikripsinya, bisa ya Ustad?" tanya Ustad Khaedar dan Ustad Zayd langsug mengangguk.

"Bisa, biar nanti pengennya Dik Ulay seperti apa, biar dia milih sendiri. Nanti saya bawakan contohnya ke sini Ustad," ujar Ustad Zayd bersemangat.

"Iya, iya, nanti saya tanyakan sama orangnya dulu Ustad, jangan dibawa nanti," sahut Ustad Khaedar melihat Ustad Zayd yang antusias.

"Omong-omong ustaz Zayd ini aslinya mana? Saya kok ya lupa mau nanya. kalau melihat logatnya bukan orang Sumenep ya?" tanya Ustad Khaedar dan Ustad Zayd terlihat gugup. Sejujurnya ia tidak suka jika ditanya hal seperti itu, ia pindah ke kabupaten di ujung Madura ini karena ia jenuh dengan kehidupan di kota besar. Ia tinggalkan semuanya karena kecewa pada keadaan yang ia alami, hingga meminta ijin pada kedua orang tuanya akan belajar hidup mandiri dan menjauh dari segalanya.

"Ah, Maaf jika Ustad tidak berkenan saya tanya," ujar Ustad Khaedar dan Ustad Zayd segera tersadar.

"Ah tidak apa-apa Ustad, Saya lahir dan besar di kota besar ustad, saya ke sini juga diajak oleh teman sekamar saya saat di pondok, di sini rumahnya di daerah Karangduak, di jalan Delima kalau tidak salah, saya beberapa kali ke sana, saya dua bersaudara, saya bungsu Ustad, kami dibiasakan ulet karena pendahulu kami bergelut dibidang bisnis, sampai akhirnya ada hal yang menyakiti saya, setelah saya pulang dari kuliah saya S-2 di Australia, saya putuskan ke sini, saya hubungi sahabat saya dan dia siapkan segalanya lalu yah akhirnya saya kenal Ustad, dan saya bahagia di sini," ujar Ustad Zayd dan Ustad Khaedar kaget mendengar ceritaUustad Zayd.

"Waaaah ternyata Ustad ini bukan orang sembarangan, sudah S-2 pula, kok gak ke Mesir? Kok malah ke Asutralia Ustad? " tanya ustad Khaedar, dan ustad Zayd kaget,

"Lah, emang tadi saya bilang gitu? Duuuh keceplosan ini saya heheh, mengapa memilih Australia ya papa inginnya saya memperdalam bidang bisnis Ustad dan di sana juga ada apartemen, kakak dan papa saya juga kuliah di sana dulu, jadi ya ke sana akhirnya pilihannya, eh Ustad, benar tadi saya bilang ya kalau saya kuliah sampai S-2?" tanyanya kaget sambil menutup mulutnya.

"Lah iya kan, tadi Ustad bilang gitu, masak lupa wong Ustad masih muda, baruuu saja bilangnya," ujar ustad Khaedar.

"Ya Allah, astaghfirullah, saya ujub ya Ustad?" tanya Ustad Zayd dan Ustad Khaedar tertawa.

Dek Ulay, Wo Ai Ni (End)Where stories live. Discover now