(7). Hukuman

53 4 0
                                    

"Berdua bersamamu, ya itulah yang aku inginkan saat ini."

🌸🌸
_____


Alvena dan Alveno kini sudah berada di taman belakang sekolah. Ya mereka mendapatkan hukuman setelah ketahuan oleh Bu Sinta tadi.

Usaha Alvena akhirnya berhasil. Ia pasti sangat senang sekali saat ini. Tidak mengikuti upacara, dan bisa berduaan dengan Alveno. Walaupun hanya sekedar mendapat hukuman.

Benar-benar hari yang menyenangkan.

Alvena segera menyamperi Alveno yang sedari tadi sudah sibuk membersihkan taman.

"Sini biar gue aja. Vena tau, lo pasti capek kan?"

Alveno kembali menunjukkan sifat dinginnya. "Gak usah sok baik!"

Alvena mendengus kesal. "Vena cuman mau bantu Veno, emang gak boleh?"

"Gak usah pake nama ngomongnya. Gue enek dengernya!" balasnya ketus.

"Udah sini, biar Vena aja." ucap Alvena sembari mengambil alat bersih itu dari tangan Alveno.

Dengan sangat kesalnya Alveno tidak sengaja mendorong Alvena, hingga cewe itu terjatuh ke tanah.

"Awww..." lirihnya.

Kini kaki Alvena mulai mengeluarkan darah, akibat dorongan Alveno tadi. Dan saat ia terjatuh, Alvena jatuh pas di atas batu yang ada di taman tersebut. Jadi bisa dipastikan bahwa darahnya sangat banyak.

Karena Alvena agak sedikit takut jika melihat darah banyak, untuk saat ini ia sedang menahan agar tidak menangis di depan Alveno.

Alvena hanya takut bukan membuat cowo itu khawatir, melainkan hanya di kira merepotkan nantinya.

Tetapi usahanya gagal. Ia tidak bisa menahan tangisnya, karena semakin banyak mengeluarkan darah.

"Hiks..hiks.." kini air matanya mulai berjatuhan mengenai pipinya. Dan suara isakan mungkin sudah mulai terdengar oleh Alveno.

Namun, cowo berhati es itu malah diam melihatnya. Dan mungkin tidak ada niatan untuk menolongnya.

Benar-benar kejam, Alveno!

Alveno yang menyadari Alvena menangis pun, ia sedikit ragu untuk menolongnya. Toh dia juga bukan siapa-siapa nya.

Tetapi, dihati kecilnya terdapat rasa iba pada cewe itu. Ia sadar bahwa yang sudah membuatnya terjatuh adalah dirinya.

Akhirnya untuk saat ini Alveno menuruti hati dibandingkan logikanya. Ia segera berjongkok didepan Alvena. "Lo, gak papa?" tanyanya.

Tidak ada jawaban dari Alvena. Cewe itu sudah diam tak berkutik saat Alveno mendorongnya tadi. Hanya ada suara isakan tangis yang Alveno dengar.

Alveno mengambil kaki Alvena dengan lembut. Dan dilihatnya luka itu. Ternyata luka yang di dapat Alvena tidak sepemikiran yang Alveno kira.

Ternyata hanya luka kecil dan tidak mengeluarkan darah. Namun dugaannya salah. Ternyata luka Alvena hampir parah, dan mengeluarkan banyak darah.

"Gu-gue, minta maaf," ucap Alveno. "Gue gak sengaja tadi. Gue kira luka lo gak separah ini."

Alvena akhirnya menatap Alveno, dengan mata sembab dan merah. "G-gu-gue, takut darah. Hiks.. Hikss.." ucapnya sambil masih mengeluarkan isakan tangis.

Alveno kaget melihat raut wajah Alvena. Setakut ini kah dia sama darah?

"Biar gue obatin." ucapnya lembut. "Ayo, ikut gue." ajak Alveno.

Hi, Alveno!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang