-prolog-

63 27 19
                                    

Happy birthday too you
Happy birthday too you...

"Gila, kenapa kuenya muka gue?", sambil membersihkan wajahnya yang dipenuhi tepung.

"Gak usah protes, cepet tiup lilin", Razan menatap cewek yang memegang kue ulang tahunnya. "Zan, ini gak gratis. Lo harus bayar selesai acara ini".

"Iye-iye brisik banget lo, hargain gue dong ini ulang tahun gue", Razan mendapat tamparan pelan dikepalanya.

"Diem guys diem gue punya wish buat Razan".

"Lebay lo kek cewek", Pevo membekam mulut Razan sebelum kata katanya berlanjut.

Pevo melirik Acha dan kembali memandang Razan. "Gue harap Razan sama Acha langgeng sampai pernikahan mereka, gue harap kalian punya banyak anak dan cucu", ia menyemprotkan krim ke muka Razan. "Guys ayo foto bareng pengantin baru kita".

"Sialan"

"Anggap aja ini latihan pernikahan", ucap Deri dengan polos.

"Hmm, suka suka kalian aja. Makasih udah buat ini semua"

Pevo mengambil mic. "Guys kotak sumbangannya ada di ujung panggung ya, tolong di ingat soalnya ini acaranya butuh uang banyak".

Semuanya bersorak mengabaikan Pevo yang ada di tengah panggung.

"Makasih Cha, aku gak nyangka suprisenya kek gini"

"Iya, ini juga berkat yang lain juga", senyum Acha terukir membentuk sesuatu di pipinya.

"Hmm makasih Acha", Pevo mengikuti tutur kata Razan yang manja dihadapan Acha.

"Heh, stop gak usah gangguin gue napa?"

Dari kejauhan Neo dan Shira memerhatikan kemesraan Acha dan Razan.

"Huhh so sweet banget kan, Nee", Neo mengangguk.

Handphone Neo berdering, "Bentar"

"Itu siapa?", Shira mengambil handphone Neo. "Halo? Lo mau bicara sama Neo? Neo udah punya pacar, udah ya", ia mematikan telfonnya dan mengembalikannya ke Neo.

"Astaga Shira", menepuk dahinya frustasi.

"Kenapa? Memangnya kamu suka sama dia?"

"Tidak, tapi..."

Shira memegang kedua pipi Neo, "inget ya Ne, kalo ada yang mau deketin kamu bilang kalo kamu udah punya pacar", Neo terdiam, "aku yang bakalan urusin mereka".

"Kamu gila ya?"

"Aku serius, Neo. Biar gak ada lagi yang ganggu kamu dan kita bisa resmi pacaran"

Pevo datang dan duduk di sebelah Neo. "Ada yang pacaran nih"

"Gak usah ganggu gue sama Neo deh"

"Dihh yang mau gangguin juga siapa, gue kesini nyari teman lo. Mana Yuli? Kok gue gak ngeliat dia disini"

"Diare, dia gak bisa datang"

"Astaga, dah lah malas gue ngelihat keuwuan orang lain"

Acara selesai, satu persatu pun pulang. Neo yang digandeng Shira didepan tempat acara yang sedang bercerita dengan teman teman club musik sekolahnya.

"Nee, kamu maukan anterin aku pulang"

"Kamu mau pulang?"

"Ciee ciee", teman temannya menyoraki.

"Gue anterin dia dulu ya"

"Hati-hati, Ra. Neo kadang nakal"

Mereka berlalu meninggalkan teman-teman Neo yang masih menyoraki Neo dari kejauhan.

Di perjalanan mereka hanya diam, sesekali Neo melihat Shira melalui kaca spion untuk memastikan dia baik baik saja.

"Nee,", Shira memecah keheningan. "Kamu gak suka ya sama aku?"

"Hah?", ia pura pura tidak mendengar.

"Kapan kita bisa resmi pacaran?"

"Gak kedengeran"

Neo selalu mengalihkan pembicaraan saat Shira mengutarakan kalimat itu. Ada rasa tidak enak hati saat Neo mendengarnya. Ia bukan tidak menyukai Shira, hanya saja hatinya belum mau untuk melanjutkan hubungannya lebih jauh.

Neo tau ini egois, tapi ia takut jika kedepannya Neo tidak bisa membahagiakan Shira"

^^^

Bell pulang berbunyi...

Neo dan teman temannya menyusuri koridor.

"Kita jadi pergi gak nih?", Juna mengingatkan.

"Tolong ya, Jun. Kita ada rapat hari ini"

"Yaudah lo aja yang rapat, gue sama yang lain pergi", ucap Juna dengan santai.

"Sialan lo, dahlah gue sama Juna rapat dulu", ia dan Juna meninggalkan temannya menuju ruang musik yang menjadi basecamp mereka.

Semua sibuk dengan alat musik dan beberapa lembar kertas disana. Neo membuka pintu dan tatapan menuju kepadanya.

"Nee, surat lo salah"

"Salah gimana?"

"Lo salah masukin estimasi dana buat alat alat"

"Serius?", Neo mengambil lembaran kertas itu dari Putra. "Astaga".

"Hmm, sekarang gimana kakak-kakak sekalian. Apa kita harus jual ginjal?"

"Tunggu bentar", Neo meninggalkan ruang musik dengan terburu-buru.

Saking terburu-burunya ia menabrak orang-orang yang berjalan dikoridor. Dan tetap berlari.

"Dia kenapa sih?"
"Gak tau mungkin mau ke ruag osis"
"Ngapain?"
"Nyari ketua osis kali"
Orang itu terdiam satu sama lain.
"Lo kan ketua osis bego"
"Eh, iya ya?"
"Terus kalo dia nyari lo, kenapa dia buru-buru?"
"Bodo amat lah", sedikit tertawa. "Gue laper"

Neo membuka pintu ruang osis yang terlihat sepi. "Haloo, gue Neo ketua club musik", sambil mengatur nafasnya.

Acha keluar dari toilet yang ada di ruangan osis dan melihat Neo yang masih ngos-ngosan.

"Chaa. Ketua osis mana? Deri"

"Deri? Dia tadi kekantin"

"Astaga, gue tadi ketemu dia dikoridor", ia terdiam. "Cha, lo sekret osis kan?"

Acha mengangguk.

"Cha, liat proposal gue dong. Pliss... pliss..."

Acha mencari berkas berkasnya dan ia mendapatkannya, "nihh"

"Lo bisa ubah gak, gue butuh dana lebih buat bayar alat alat yang udah gue pesen"

"Bisa kok tapi ada syaratnya"

"Apa, Cha?"

"Pukul pala kepsek"

"Lo gila, Cha?"

"Becanda", Acha memikirkan syarat yang akan diberikan ke Neo. "Lo mau jadi pacar gue?"

"Woi, Cha", Neo terkejut dan berlalu keluar dari ruang osis meninggalkan Acha.

^^^

Ini cerita pertama aku.

Semoga suka yaa:))

Jangan lupa tinggalin jejak😭🤣

Next or no?

LOVE MAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang