Chapter 2

20 5 2
                                    

"Ray," geram Ayah yang kembali menatap bang Ray tajam.
_________________________________________

"Abang gak boleh gitu dong," celetuk bunda melerai sebelum ada tatap-tatapan tajam lagi antara Ayah dan bang Ray yang kali ini aku lagi penyebabnya.

Sebelum berangkat aku terlebih dahulu bersalaman dengan Ayah, Bunda. Sedangkan bang Ray udah nyelonong keluar begitu saja.

"Cepatan," teriak bang Ray.

"Iya bang."

Dengan langkah tergopoh-gopoh aku berlari keluar. Alhamdulillah. Masih ada motornya berarti masih ada orangnya. Untung aja enggak di tinggal bang Ray.

"Astagfirullah," kagetku saat baru saja menaiki motor.

Gimana gak kaget coba. Baru aja aku duduk tapi bang Ray udah tancap gas gitu aja. Pantas dong aku kaget.

"Lebay."

Diam mungkin lebih baik daripada menanggapi cemoohan dari bang Ray.

"Udah lebay, udik, diam mulu lagi. Situ gak bisu kan?" bang Ray bertanya dengan teriakan agar aku mendengar.

Ok, fiks. Ini aku harus gimana. Nanti kalo aku jawab, aku yang salah. Kalo aku diam juga salah. Salah mulu perasaan.

Diam. Aku memilih diam hingga aku mendengar bang Ray mendengus kesal sebelum menancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata. Pengen teriak, mau bilang, "abang kalo mau mati jangan ajak-ajak aku." Tapi sayang keberanianku tidak sehebat itu. Walaupun ini sama abang sendiri. Mau pegangan sama bang Ray takut dimarahin. Maka dari itu aku memutuskan untuk memejamkan mata seerat mungkin dan memegang tas ku sangking takutnya. Ini benar-benar uji adrenalin pertama dalam hidupku. Serius. Ga boong. Dan ini pertama kali aku naik motor bareng bang Ray. Biasanya aku kalo jalan-jalan pasti naik mobil ayah. Sedangkan bang Ray naik motor. Alasan kenapa bang Ray memilih naik motor. Ya, karna gak mau semobil sama aku lah.

"Turun bego," tutur bang Ray refleks membuat aku membuka mata dan menatap sekeliling.

Oh, jadi ini suasana sekolah. Aku menatap punggung bang Ray yang sudah menjauh. Hhha. Jangan harap bang Ray akan menunggu aku dan akan mengantar aku ke ruang kepsek. Itu cuman hanya menjadi khayalan konyolku saja. Aku tertawa miris dalam hati.

Kakiku melangkah dengan kepala yang tertunduk. Aku gemetaran. Aku merasa sedang seperti pusat perhatian. Kondisi yang paling aku benci. Ini keringat lagi kenapa pada keluar. Padahal cuaca pagi ini sejuk. Helaan nafas berkali-kali aku keluarkan. Udah kayak orang mau ngelahirin aja ini.

Mungkin karena terlalu menunduk aku jadi tidak melihat kaki yang menjulur sehinggan membuat aku tersandung.

"Awss," ringisku.

Suara tawa menggelar membuat aku ingin menangis. Aku memang cengeng. Kuangkat kepalaku. Disana. Hahaha. Kuliat bang Ray dan teman-temannya sedang menertawakanku. Hanya satu orang yang tidak tertawa, dia hanya menatap ku intens.

Kualihkan pandanganku. Aku menunduk.

Seorang cewek berpakaian sekolah tapi ketat sehingga menampilkan lekuk tubuhnya mendekat kearahku, dia mengangkat daguku agar menatap wajahnya. "Makanya ukhti, kalo jalan jangan nunduk mulu," katanya.

Aku hanya diam. Tapi, aku membalas tatapannya menantang.

"Cuih." Dia menyentak daguku sehingga membuat kepalaku tertoleh kesamping.

"Eh, tadi pagi lo bareng dia gak sih Ray?" tanya salah satu teman bang Ray.

Apa yang akan dibilang sama bang Ray. Aku anak pembantu, ketemu dijalan, apa aku anak hilang?

"Gak kenal gue. Tadi pagi aja dia tiba-tiba cegat motor gue untuk numpang. Kalo gak karna takut telat mana mungkin gue mau bonceng dia. Dia ini ukhti tapi gak ada harga diri." Bang Ray menyeringai menatapku.

Ya Allah. Bang Ray jahat. Kenapa bang Ray tega ke aku kayak begitu. Aku ini adiknya sendiri. Air mata yang sedari tadi aku tahan akhirnya tumpah. Sesak banget rasanya.

"Air mata buaya gays," ejek perempuan berpakaian ketat itu. Menatap cemooh padaku.

Akibat ucapannya, otomatis semua yang ada disana tertawa terutama teman-teman bang Ray. Sedangkan, orang-orang yang berlalu-lalang  hanya dapat menatap aku kasihan. Tatapan yang paling aku benci.

Kutatap bang Ray dengan pandangan terluka. Sedangkan bang Ray mengalihkan pandangannya seakan-akan tak tejadi apa-apa. Dia kembali tertawa bersama teman-temannya.

__________

Next 👇

Rainha AsyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang