2

263 47 10
                                    

15 belas tahun lalu, di 10 menit terakhir menjelang pergantian hari dan bulan, hadir sosok  kecil dengan tangis yang begitu nyaring dan keras hingga membuat beberapa orang diruang persalinan tertawa, menambah suka cita mereka yang menyambut kehadirannya.

"Lihat si kecil ini, dia begitu bersemangat menyapa dunia!"
Ucap dokter wanita itu sambil memperlihatkan pada beberapa orang disana bagaimana rupa sang bayi yang tali pusarnya masih terhubung pada sang ibu.

Semua tersenyum melihat betapa sehat dan lucunya malaikat yang tak mau berhenti menangis itu.

Namun, suka cita itu tak berlangsung lama saat wanita yang terbaring lemas itu merasakan kembali sakit di perutnya. 20 menit setelah bayi dengan tangisan nyaring itu terlahir, hadir kembali sosok serupa yang sadari tadi menunggu gilirannya untuk menyapa dunia juga. Namun tak seperti sang kakak, tangisan sang adik terdengar lebih tenang, namun tetap berhasil menciptakan senyum lebar dan tetesan air mata bahagia dari dua sosok yang kini resmi menjadi ayah dan Ibu.

---

"Kau bilang, kau sudah menyiapkan nama yang cocok untuk mereka, sekarang boleh beri tahu aku?"
Tanya seorang pria yang tengah menatap lembut pada bayi kecil yang tengah menngenggam kelingking sang pria dengam tanggannya yang amat kecil.

"Em"
Angguk wanita yang tengah menggendong bayi tersebut.
"Dia bernama Junhui, panggilannya Juni karena lahir dibulan Juni. Lalu, adiknya adalah Jullian dan panggilannya Juli karena lahir pada bulan Juli"
Jelasnya dengan senyum lembut, menatap sepasang manik kecil yang dengan ajaibnya balik menatap mata sang wanita walau pandangannya belum sempurna hingga bisa mengenali objek di depannya.

"Wen Junhui dan Wen Jullian, nama yang bagus, sayang, aku suka"
Pujinya pada sang istri, lalu mengecup pipi wanita cantiknya untul yang kesekian kali sebagai ungkapan rasa bahagia.

"Tentu saja kau akan suka, nama mereka cukup unik dan spesial karena mereka adalah kembar yang lahir di bulan yang berbeda"
Bangga si wanita.

Kini atensi wanita itu beralih kembali pada wajah lucu anaknya.
"Hey, kenapa sekarang Juni diam saja, hm? Padahal tadi tangisanmu keras sekali hingga membuat dokter dan suster kagum dan tertawa"
Ucap sang ibu pada bayinya.

Sedangkan sang anak hanya menggeliat sambil membuka mulut kecilnya menguap.

"Suara Juni habis, Juni capek, mau tidur"
Tentu bukan sang bayi yang bicara, melainkan ayahnya yang mengecilkan suaranya dan menggoyangkan kelingkingnya hingga tangan kecil itu bergerak seolah simungil tengah menanggapi perkataan ibunya.

Keduanya pun tertawa melihat kelucuan anak mereka hingga pintu ruang rawat terbuka dan nampaklah seorang dokter bersama asistennya yang menggendong anak kedua mereka yang sudah bersih dimandikan.

Mereka tersenyum menyapa, senyuman itu pum makin melebar saat suster itu menyerahkan Juli kecil pada sang ayah. Namun ada satu hal yang mengganjal hati kedua pasangan itu, sang Dokter juga asistennya nampak tidak turut merasakan kebahagiaan pasangan Ibu dan ayah baru itu.

Dan semua itu tetjawab tatkala sang dokter membuka suaranya, memberitahukan berita buruk bagai petir yang menyambar tepat di jantung dan membuat senyum bahagia di wajah keduanya luntur seketika.

---

1 Juli, 2011. Hari dimana aku selalu merasa bahwa aku terlahir hanya untuk menjadi beban di keluargaku.

Membuat mereka kesusahan, membuat mereka menangis sampai merenggut juga merusak kebahagiaan mereka sejak hari ku dilahirkan.

Terlahir dengan penyakit jantung bawaan dan hidup bergantung pada obat-obatan terkadangan membuatku bertanya, apa gunanya aku hidup?

Terlebih semalam aku mendengar perkataan Baba di meja makan yang cukup membuatku mengerti bahwa aku tak punya tujuan hidup juga guna bagi kaluarga ini, aku tak lebih dari sebuah -

'Tok tok'

"Juli..?"
Suara seorang wanita terdengar memanggil setelah ia mengetuk pintu kamarnya.

Juli, si pemilik kamar yang tampak tengah menulis pun menutup bukunya lalu menyimpannya didalam laci meja belajar yang kemudian ia kunci.

Ia lalu berjalan menghampiri pintu, raut mendungnya berubah menjadi senyum bersamaan dengan dirinya membuka pintu.

"Hai, Ma"
Sapanya pada wanita di hadapannya.

"Teman-temanmu sudah datang menjemput, katanya kalian akan pergi merayakan ulang tahunmu?"

Juli mengangguk.
"Mama benar"

"Pantas saja kau sudah terlihat rapi dan tampan, ya sudah, pergi dan bersenang-senanglah!"
Ucap nyonya Wen memperhatikan penampilan anaknya.

"Ok!"
Jawabnya, membentuk huruf O dengan jarinya.

Juli sekilas melirik pintu kamar di sebelah kamarnya dan rupanya nyonya Wen menyadari itu.

"Juni sedang tidak di rumah, dia bilang dia sibuk dengan kegiatan sekolah"
Jelas nyonya Wen dan Juli hanya membalasnya dengan senyum tipis.

Juli menyambar tasnya yang tergantung di dinding tak jauh dari pintu, ia pun menutup pintu kamarnya lalu bergegas menemui teman-temannya diikuti oleh nyonya Wen.

––––

Hari yang melelahkan, Juli melempar asal dua kantong belanja bertuliskan sebuah nama brand fashion dan sepatu sport itu saat memasuki kamarnya dengan lesu.

"Juli, jangan lupa obatmu!"
Seru Nyonya Wen bersamaan dengan ia menutup pintu.

"Iya.. "
Balasnya.

Remaja dengan rambut bercat pirang itu melirik malas pada beberapa jenis kapsul dan tablet dalam botol itu malas, ia sedikit membanting pantatnya di sisi ranjang dekat nakas dimana obat-obatan juga segelas air terletak disana.

Bukannya menelan obatnya bersamaan dengan meminum air, ia malah meneguk habis air itu tanpa menyentuh obatnya.

Usai merasa lega karena dahaganya sudah hilang, Juli menghempaskan tubuhnya diatas kasur. Namun rasa nyaman dari empuknya kasur tak ia dapatkan karena kepalanya mengenai sebuah benda yang tak bisa dibilang empuk.

"Auch!"
Juli kembali bangkit dan dibuat kesal saat melihat sebuah box yang bentuknya sudah tidak kubus lagi akibat benturan dari kepalanya.

Ia sedang lelah, tentu emosinya tidak stabil, wajar jika kini emosinya tengah terkumpul di dadanya dan siap ia keluarkan.
"Siapa yang–!"
Ucapannya terpotong saat matanya terpaku pada kertas yang tertempel di kotal itu, dan setelah ia sadari ternyata kotak itu adalah sebuah kado berwarna biru tua dan motif bulan sabit.

Ia masih kesal dan rasa sakit di kepalanya masih membekas, namun berkat rasa penasaran ia pun memilih untuk tenang dan meraih kado tersebut lalu membaca pesan yang tertulis disana.

Selamat ulang tahun, Juli. Semoga kau suka hadiah dariku. - Juni.

Kelopak matanya melebar, jantungnya berdegup kencang. Senang, gugup dan tak percaya bercampur aduk ia rasakan. Pasalnya ini pertama kalinya sang saudara kembar memberinya hadiah ulang tahun seperti ini. Bukannya berlebihan, tapi ini benar-benar seperti mimpi.

Ah, ada sedikit catatan di pojok kertas.

"Jangan lupa obatmu."

Tanpa pikir panjang, Juli langsung mengambil obat-obatan itu dengan dosis sesuai anjuran. Nampaknya ia termotivasi oleh pesan dari Juni, ia bahkan tak peduli jika air di gelas itu kosong, ia langsung menelan semuanya tanpa bantuan air.

"Aagh.. Pahit sekali.. "

–TBC–

Aduh, masih belibet aku sama nama Juni dan juli, kadang suka ketuker namanya😅

Juni & JuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang