ONE

68 22 15
                                    

Las Vegas, AS
08.20 AM

Arghh...

Ringis seorang gadis sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Matanya mengerjap beberapa kali berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya. Gadis itu segera bangkit saat menyadari tubuhnya tertidur di sebuah ruangan yang temaram dan aura seram memenuhi seluruh ruangan itu.

"Dimana aku?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri. Mencoba mengingat kembali kejadian yang terakhir kali ia ingat. "Apakah aku di surga?" tanyanya lagi.

Gadis itu mengedarkan pandangannya, lalu menggeleng cepat. Bukankah surga adalah tempat yang indah? Sedangkan dirinya berada di sebuah ruang temaram yang dikelilingi besi. Tunggu..besi?

Shit!

Tidak salah lagi, dirinya dipenjara!

Apakah ia masuk ke neraka? Ya, tentu saja. Ia sangat menyadari kalau dirinya manusia yang penuh dosa. Tapi, bukankah neraka penuh dengan api? Argh, entahlah. Kepalanya semakin terasa sakit saat memikirkan itu semua.

"Mom, Dad." teriak gadis itu dengan keras. Ingin sekali ia bertemu dengan Mom dan Dad-nya. Meskipun dirinya masuk neraka tapi tetap saja ia sudah mati kan?

"Mom-" suara samar-samar langkah kaki berhasil membungkam mulut gadis itu sebelum ia menyelesaikan ucapannya. Suara langkah kaki itu semakin jelas terdengar hingga menampakkan seorang lelaki bertubuh tinggi mengenakan hoodie berwarna hitam dengan kerudung yang menutupi kepalanya, celana panjang berwarna hitam, dan sepatu berwarna hitam.

"Siapa kau? Apa kau malaikat pencabut nyawa?" tanya gadis itu langsung saat lelaki itu berdiri didepannya.

"Apa maksudmu? Tentu saja aku bukan malaikat!" Lelaki itu berjalan mendekat dan kemudian berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan gadis didepannya yang sedang terduduk di lantai.

Gadis itu tertegun saat matanya bertemu dengan manik mata biru keabu-abuan milik lelaki itu.
"Wow, warna matamu indah sekali Mr. Angel," ucapnya polos dengan mata berbinar.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut lelaki itu. Ia malah menyodorkan piring berisi bubur yang ternyata sudah dibawanya sedari tadi.

"Apa ini?" tanya gadis itu.

"Makanlah! Kau pasti lapar, kau sudah tiga hari pingsan," kata lelaki itu sambil berdiri dari posisi jongkoknya.

"Pingsan? Bukankah aku sudah mati?" sungguh membingungkan bagi gadis itu untuk mencerna apa yang telah terjadi. Seingatnya ia sudah menusuk dadanya sendiri dengan pisau. Tapi, kenapa lelaki itu mengatakan kalau dirinya hanya pingsan?

"Kau belum mati!" ucap lelaki itu sambil memutarkan bola matanya. Sekarang ia mengerti kenapa gadis itu memanggilnya dengan sebutan Mr. Angel. Gadis itu mengira dirinya sudah mati.

"Siapa nama mu?" tanya lelaki itu.

"Namaku..., Allora. Allora Grissham," jawab gadis itu sedikit ragu. Lelaki itu hanya mengangguk. Tidak ingin memperpanjang percakapannya dengan Allora. Sedangkan Allora memilih menyibukkan diri dengan memakan bubur yang tadi diberikan oleh lelaki itu. Terus terang saja, perutnya memang sudah sangat lapar.

Manik biru keabu-abuan milik lelaki itu terus memperhatikan Allora yang sedang memakan buburnya dengan sedikit tergesa-gesa. Ia mengakui kalau Allora cukup cantik meskipun wajahnya sedikit berdebu karena tertidur di lantai. Hidung mancung, bibir tipis, bulu mata yang lentik, alis tebal, dan manik mata berwarna cokelat gelap.

"Apa kau mulai tertarik padaku, Mr. Angel?" kata Allora saat menyadari lelaki itu memperhatikannya dengan sangat intens, dan jujur Allora sedikit risih dengan itu.

Mendengar itu, lelaki itu hanya menyeringai. "Butuh seribu tahun lagi hingga aku bisa tertarik padamu!"

"Dan berhenti memanggilku dengan sebutan Mr. Angel!" lanjut pria itu.

"Ya, Baiklah. Kalau begitu siapa nama mu?"

"Panggil aku Jace," kata lelaki itu. Allora hanya menganggukkan kepala tanda mengerti, kemudian kembali memakan buburnya yang tinggal sedikit. Sedangkan Jace kembali memperhatikan Allora.

Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin Allora tanyakan kepada Jace. Namun, ia menahan niatnya itu. Allora memilih untuk menyelesaikan acara makannya terlebih dulu. Baru setelah itu ia akan menyerbu Jace dengan beribu pertanyaan yang sedari tadi sudah memenuhi kepalanya.

Tak terasa, Allora sudah menghabiskan makanannya tanpa sisa sedikitpun. Allora kemudian bangkit dari posisi duduknya dan berjalan mendekat ke arah Jace. Posisi mereka berdua terhalang oleh pintu besi. Tentu saja Allora berada dalam sel penjara, dan Jace berada di luar.

"Aku ingin bertanya pada-" ucapan Allora terpotong saat ia mendengar suara dering telepon yang berbunyi dari balik saku celana milik Jace. Jace mengangkat satu alisnya, menunggu Allora untuk segera menyelesaikan ucapannya karena ia sama sekali tidak berniat untuk mengangkat telepon itu.

"Angkatlah terlebih dulu!" kata Allora. Jace mengangguk, kemudian dirinya mengambil benda pipih itu dari saku celananya dan langsung menekan tombol hijau yang ada dilayar ponsel.

"El! Bagaimana? kau sudah menyelesaikan tugasmu?" teriak orang yang berada di balik telepon. Jace menatap Allora sekilas dan kemudian berjalan sedikit menjauh dari posisi Allora berdiri. Tidak ingin Allora mendengarkan percakapannya terlalu jauh.

Allora mengernyit saat ia samar-samar mendengar ucapan seseorang yang ada dibalik telepon.

"El? Siapa El?" tanya Allora pada dirinya sendiri.

Allora mencondongkan telinganya kearah Jace yang tengah berdiri memunggunginya. Mencoba untuk menguping pembicaraan lelaki itu dengan seseorang yang ada dibalik telepon. Katakan saja Allora terlalu ikut campur, tapi dirinya tidak peduli. Jujur saja Allora memang sangat penasaran, dan siapa tau Allora akan mendapatkan informasi mengapa ia bisa berakhir disini bersama pria itu. Allora mendesis kesal saat dirinya tidak bisa mendengarkan apapun, baik suara Jace maupun suara seseorang yang ada dibalik telepon itu.

"Mencoba menguping, huh?" kata Jace sambil berjalan mendekati Allora, ternyata dirinya sudah selesai menelepon.

Allora gelagapan, namun ia mencoba untuk terlihat santai "Tidak! Untuk apa aku menguping?"

"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Jace kembali ke topik awal.

"Bisa kau jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Seingatku, aku mencoba bunuh diri dengan pisau malam itu dan aku kira aku sudah mati. Tapi, kenapa aku bisa berakhir di penjara seperti ini? Dan siapa kau sebenarnya? Apa kau penculik? Kau menculikku?" Allora langsung menghujani Jace dengan berbagai pertanyaan. Dirinya sudah benar-benar bingung, dan ia butuh penjelasan.

"Aku belum bisa menjelaskannya sekarang!" Setelah mengucapkan itu, Jace berbalik, berjalan meninggalkan Allora sendirian di ruangan itu. Allora hanya mendengus sebal karena tidak ada satupun jawaban yang keluar dari mulut Jace.

Jace memang tidak berniat untuk menjelaskan semuanya sekarang, karena ini belum waktunya. Yang terpenting bagi Jace adalah menyelesaikan misinya.

Dan misi inilah yang akan mengubah hidupnya, jauh seperti apa yang lelaki itu bayangkan.

|TO BE CONTINUED|


ELROND CHEVALIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang