FIVE

35 11 8
                                    

Mata Allora mengerjap beberapa kali saat dirinya mulai terbangun dari tidurnya karena merasa tenggorokannya sangat kering. Allora bangkit dari posisi tidurnya kemudian mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Gelap, tidak ada satupun lampu yang menyala dikamar itu.

Tidak berniat untuk menyalakan lampu, Allora lebih memilih berjalan keluar kamar untuk menuju dapur. Gadis itu kaget karena setelah dirinya membuka pintu kamar, tidak hanya di kamar saja yang gelap, tapi semuanya gelap. Tidak ada satu lampu pun yang menerangi rumah sebesar ini.

"Apa pria itu tidak mampu membayar listrik?" pikir Allora sambil menggelengkan kepalanya.

Dirinya mencoba melangkah sedikit demi sedikit dengan hati-hati takut kalau ia akan menabrak sesuatu. Tangan Allora juga mencoba untuk meraba tembok agar sedikit membantunya untuk terus berjalan.

Mencari saklar lampu adalah pilihan Allora sebelum ia mencari dimana letak dapur. Sesekali Allora mengumpat dan meringis saat kakinya tidak sengaja menabrak sesuatu. Kalau saja tenggorokannya tidak sekering padang gurun, ia tidak akan mau susah-susah begini hanya untuk mencari air minum. Allora juga tidak habis pikir dengan pria itu, untuk apa mempunyai rumah sebesar ini kalau akhirnya mirip seperti rumah hantu?

Mata Allora berbinar saat tangannya menemukan saklar lampu, kemudian Allora mencoba untuk menekannya. Tapi anehnya sudah beberapa kali Allora menekan saklar, tetap saja gelap. Tidak ada lampu yang menyala.

Allora mengumpat kesal. "Pria itu sudah mirip seperti monster kegelapan," kesal Allora, lalu dirinya bergidik ngeri saat memikirkan apa yang ada di pikirannya sendiri.

Karena frustasi akhirnya Allora memilih menahan rasa hausnya dan memilih untuk kembali ke kamar tempat ia tidur tadi. Tapi saat dirinya berbalik tubuhnya seperti menabrak sesuatu. Allora mengernyit, karena seingatnya tidak ada benda apapun disitu saat ia melewatinya tadi. Allora mencoba meraba-raba benda apa yang ada didepannya.

"Kenapa jadi ada tembok disini?" tanya Allora pada dirinya sendiri. Tepat setelah mengucapkan itu, tiba-tiba semua lampu yang ada dirumah itu menyala.

Sontak setelah itu, mata Allora membulat saat melihat sesuatu yang ada didepannya. Bukan menabrak benda seperti dugaannya, melainkan tubuh manusia. Tepat sekali, siapa lagi kalau bukan Jace?

Pria itu menatap Allora tajam. Terlihat kilatan tidak suka yang dilemparkan Jace kepada Allora. Allora sendiri bingung kenapa Jace menatapnya seperti itu.

Allora menaikkan satu alisnya karena tidak mengerti dengan sikap Jace kepadanya. Lalu tatapan Jace jatuh pada tangan Allora yang sedang memegang dada bidang miliknya. Allora mengikuti arah pandang Jace.

Allora melotot, lalu dengan secepat kilat gadis itu menarik tangannya dari dada bidang milik Jace. Allora gelagapan dan pipinya bersemu merah karena menahan malu. Allora mencoba menggaruk tengkunya yang tidak gatal untuk sekedar menetralkan kegugupannya. Sial, mau ditaruh dimana mukanya sekarang.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Allora setelah berhasil mengontrol dirinya untuk bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kau lupa? Ini adalah rumahku!" jawab Jace datar sambil menyilangkan tangannya.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Jace menirukan perkataan Allora tadi.

Allora tersenyum miring mendengar pertanyaan pria itu. "Kau lupa? Kau menculik ku!" jawab Allora yang tak kalah menirukan jawaban Jace.

Jace memutar bola matanya malas, "Maksud ku, kenapa kau bisa berdiri disini? Bukankah kau tadi ada dikamar?"

"Aku haus, tapi saat aku ingin ke dapur semua lampunya mati! Apa kau tidak mampu membayar listrik hingga kau mematikan seluruh lampu dirumah ini?" ucap Allora kesal.

Jace tidak menjawab pertanyaan Allora. Pria itu terus melemparkan tatapan tidak suka yang disertai dengan aura menyeramkan. Bahkan raut wajah Jace sekarang lebih meyeramkan dari wajahnya tadi. Apa pria itu marah hanya karna Allora mengatainya tidak mampu membayar listrik? Bukankah itu terlalu kekanak-kanakan?

Allora berdehem untuk sekedar menetralkan detak jantungnya yang berdetak dengan kencang. Jujur saja Jace yang saat marah sekarang berbeda dengan Jace saat marah tadi pagi. Sekarang Jace benar-benar mirip dengan pembunuh berdarah dingin.

"Aku akan kembali ke kamar!" kata Allora.

Saat Allora melewati Jace saat itu pula gadis itu memberhentikan langkahnya karena dirinya merasa tangan Jace mencekal tangannya. Allora kemudian berbalik menatap punggung Jace karena posisi pria itu memunggunginya.

"Kembali kedalam sel mu!!" ucap Jace tegas dan penuh penekanan tanpa melihat wajah Allora.

Perkataan Jace barusan berhasil membuat Allora membulatkan matanya karena tidak percaya. Meskipun Allora tidak bisa melihat wajah Jace, tapi lewat nada suaranya saja Allora sudah yakin bahwa pria itu benar-benar marah.

"Sebenarnya apa salahku padamu?" tanya Allora. Menurutnya sekarang adalah waktu yang tepat untuk menanyakan alasan kenapa Jace menculiknya.

Mendengar itu, Jace memutar tubuhnya untuk menghadap Allora. Manik mata biru keabu-abuan milik pria itu menyorot manik mata cokelat milik Allora dengan tajam. Jace memberikan seringaian seolah dirinya tau bahwa sebentar lagi akan terjadi adegan yang menarik.

"Kau mau tau?" tanya Jace. Pria itu maju satu langkah untuk mengikis jarak antara dirinya dengan Allora.

Allora mengangguk. Dirinya memang butuh penjelasan kenapa pria itu menculiknya dengan tiba-tiba. Bahkan Allora yakin seribu persen kalau ia tidak mengenal Jace. Dan begitu juga sebaliknya. Hal itu membuatnya sangat bingung.

"Karena aku ingin membunuhmu," jawab Jace enteng seolah itu bukan masalah besar.

Psychopath. Itulah yang ada dibenak Allora sekarang.

"Kenapa kau ingin membunuhku?" tanya Allora lagi.

"Bukankah kau ingin mati?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku!" Allora mulai kesal sekarang. Bukannya menjawab Jace malah balik bertanya.

"Kau juga belum menjawab pertanyaanku!"

Baiklah Allora sudah kesal. Ia menghentakkan satu kakinya sambil mengumpat. Ingin sekali Allora menjambak rambut pria itu hingga terlepas dari kepalanya.

"Kalau begitu, bunuh aku sekarang!" Tidak ada nada ketakutan sama sekali yang keluar dari mulut gadis bersurai panjang itu. Manik cokelat milik Allora menatap manik mata biru keabu-abuan milik Jace dengan tak kalah tajamnya.

Jace menyeringai, dirinya mengakui keberanian gadis yang berdiri didepannya.

Setelah itu, tangan Jace terangkat menyentuh pipi mulus Allora. Allora sendiri terkesiap dengan apa yang dilakukan Jace. Tubuhnya menegang karena sentuhan lembut yang diberikan pria itu pada pipinya.

"Aku tidak mau!" kata Jace, tangannya masih setia mengusap lembut pipi Allora.

"Kenapa? Bukankah kau ingin membunuhku? Maka lakukan sekarang!"

Kemudian Jace mendekatkan mulutnya ke telinga Allora. Hembusan nafas pria bertubuh kekar itu terasa hangat dibagian telinga hingga ceruk lehernya. Dengan sekuat tenaga Allora menahan dirinya untuk tidak terbuai dengan apa yang dilakukan Jace padanya.

"Karena aku ingin mencicipi tubuhmu terlebih dahulu!"

|TO BE CONTINUED|

Holla!
ELROND CHEVALIER udah up
Jangan lupa vomment hihihi

Salam hangat,
MagicBub❤

ELROND CHEVALIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang