SIX

25 6 5
                                    

"Karena aku ingin mencicipi tubuhmu terlebih dahulu!"

Perkataan Jace beberapa waktu lalu sukses membuat otak Allora tidak henti-hentinya berpikir. Entah sudah keberapa kalinya gadis bersurai panjang itu mengumpat sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Allora sendiri tidak habis pikir bagaimana bisa ia akan memberikan tubuhnya kepada seorang pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya, padahal selama dua puluh dua tahun umurnya ia berusaha keras untuk menjaga tubuhnya dari seorang lelaki.

Allora menghembuskan nafas kasar. Tidak ingin berpikir lebih jauh lagi karena dirinya merasa otaknya sudah lelah dan ingin segera meledak. Gadis itu memutuskan untuk merebahkan tubuhnya dilantai dengan posisi terlentang. Allora mengedarkan pandangannya, kemudian gadis itu kembali mengumpat saat dirinya harus menerima kenyataan kalau sekarang ia harus tidur dilantai yang dingin dan kotor. Lagi.

Tepat sekali, sekarang Allora sudah kembali kedalam sel penjara ruang bawah tanah di mansion milik seorang pria penculik berdarah dingin. Habis mau bagaimana lagi, sangat sulit bagi Allora untuk melawan pria itu. Jace adalah pria yang memiliki tubuh kekar dan atletis, jelas secara fisik Allora tidak ada apa-apanya. Bahkan tadi Jace dengan mudah menggendong Allora untuk membawa gadis itu kembali kedalam selnya.

Bukan tanpa alasan Jace mau menggendong Allora untuk membawa gadis itu ke ruang bawah tanah. Hanya saja, pria itu sudah muak dengan segala pertanyaan yang keluar dari mulut Allora.

Allora mengingat kembali kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya beradu mulut dengan Jace. Gadis itu terus memaksa Jace untuk mengatakan alasan mengapa pria bermanik biru keabu-abuan itu menculiknya. Meskipun Jace sempat mengatakan kalau ia ingin membunuh Allora, tapi entah kenapa Allora tidak merasa seperti itu. Membunuh bukanlah alasan yang sebenarnya, ada sesuatu yang disembunyikan pria itu dari Allora. Allora yakin itu. Tapi entah alasan apa, Allora sendiri tidak tau.

Lamunan Allora terbuyar saat perutnya tiba-tiba bersuara. Sekarang ia merasa sangat lapar. Bagaimana tidak, pria kejam itu tidak memberinya makan seharian ini.

Allora kemudian bangkit dari posisi tidurnya lalu menyenderkan punggungnya ditembok. "Kapan aku bisa keluar dari sini?" tanya Allora pada dirinya sendiri sambil menundukkan kepalanya.

"Jangan coba-coba untuk keluar dari sini!" suara seorang lelaki terdengar begitu tegas ditelinga Allora. Allora mendongak untuk melihat siapa pemilik suara itu.

Dan terpampanglah Jace yang tengah berdiri sambil membawa piring berisi makanan, entah makanan apa Allora sendiri tidak tau karena dirinya tidak bisa melihatnya mengingat penerangan diruangan ini yang sangat minim.

Jace berjalan mendekat kemudian berjongkok saat dirinya sudah berada didepan Allora. Jace langsung menyodorkan sepiring bubur kacang merah dan segelas air putih kepada gadis itu melalui sela-sela jerusi besi. Jace seolah mengerti apa yang sedang dirasakan Allora. Haus dan lapar.

Dengan cepat Allora menyambar piring berisi bubur kacang merah itu dan langsung melahapnya. Setelah acara makannya selesai, Allora langsung menegak segelas air putih itu tanpa sisa. Gadis itu mendesah ketika dirasa perutnya sudah kenyang dan rasa haus tidak lagi memenuhi tenggorokannya.

"Kau tidak mengucapkan terimakasih?" tanya Jace kepada Allora. Menurutnya pantas saja Allora mengatakan terimakasih kepadanya karena kebaikan hatinya yang masih mau memberikan gadis itu makan dan minum.

"Untuk apa aku berterimakasih kepada pria kejam sepertimu?" balas Allora sarkastik.

Jace tersenyum miring, dirinya memang mengakui kalau gadis didepannya ini sangat berani. Sebelumnya tidak ada yang berani berhadapan dengan seorang Elrond Chevalier. Mungkin karena Allora belum mengetahui siapa sebenarnya pria didepannya ini.

Bahkan saat ini Allora berani untuk menatap wajah Jace dengan tajam. Manik matanya menyorotkan kebencian yang teramat dalam. Karena pria itu Allora gagal bunuh diri agar segera bisa bersama-sama dengan kedua orangtuanya.

"Apa?" tanya Jace bingung karena ditatap seperti itu oleh Allora.

"Lepaskan aku dari sini!" Bukannya menjawab, Jace malah tertawa sebagai balasan.

Allora memutar bola matanya malas, Allora tau Jace tidak akan membebaskannya begitu saja. Kalau Jace tidak mau membebaskannya, Allora akan keluar dari sini dengan caranya sendiri.

"Jangan pernah mencoba kabur dari sini kalau kau tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu!" ucap Jace seolah mengerti apa yang ada dipikiran Allora. Jelas terdengar bahwa pria itu tidak main-main dengan ucapannya.

Allora tersenyum miring. "Aku tidak takut!" balas Allora tanpa ada rasa takut sedikitpun.

***

Disisi lain. Jauh dari tempat Allora dan Jace berada, dua orang lelaki berparas tampan sedang menatap serius layar laptop yang berada didepan mereka. Kedua pria itu bahkan menatap layar laptop itu tanpa berkedip seolah tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Ternyata kau benar, Felix. Pria itu memata-matai kita sampai sejauh ini," ucap salah satu pria itu sambil geleng-geleng kepala.

Pasalnya mereka berdua sedang melihat kamera cctv yang menampakkan seorang lelaki mengenakan pakaian serba hitam serta topi hitam yang sedikit menutupi wajahnya. Lelaki itu sedang berada disebuah minimarket yang letaknya berdekatan dengan mansion milik Jace.

Meskipun wajahnya sedikit tertutupi, kedua pria tampan itu masih bisa mengenali siapa lelaki tersebut. Karena bodohnya, lelaki serba hitam itu tidak menutupi tato bertuliskan Erebos yang berada di leher kanannya.

Jelas kedua pria tampan itu mengenalnya, karena mereka berdua mengetahui apa arti tato itu. Dan setiap orang yang memakai tato itu di leher kananya, dapat dipastikan kalau orang itu sangat berbahaya.

Felix mengangguk. Kemudian menatap pria disampingnya dengan serius. "Dev, kita harus segera pergi dari kota ini,"

Dev menganggukkan kepala tanda mengerti. "Aku akan memberi tahukan hal ini pada Elrond,"

"Bagaimana kabar gadis itu?" tanya Felix.

Dev mengedikkan bahunya, kemudian tersenyum. "Aku tidak tau, Elrond terlalu bersikap kejam padanya. Pria itu memang sudah seperti penculik sungguhan," jawab Dev.

"Aku tidak kaget mendengarnya," balas Felix sambil tertawa.

Setelah itu tidak ada satupun dari mereka yang bersuara. Hingga suara dering telepon memecah keheningan diantara kedua pria tampan itu.

"Bagaimana?" tanya seseorang dari balik telepon.

"Anak buah Dail memang sedang di Las Vegas,"

Terdengar suara umpatan dari seberang telepon.

"Aku ingin berbicara dengan Felix,"

Dev segera memberikan teleponnya kepada Felix yang sedang berdiri disampingnya.

"Ada apa?" kata Felix setelah ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya

"Siapkan helikopter untuk besok siang!"

"Kau akan pindah kemana?"

"Aku akan membawa gadis itu ke markas besar!"

|TO BE CONTINUED|

Holla!!!
Bagaimana part kali ini? Ada yang penasaran ngga?

Jangan lupa divomment!!! WAJIB!!

Btw, kalian pada kepo sama mukanya Elrond ngga sii?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELROND CHEVALIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang