12 ― "CAN I TRUST YOU?"

327 78 0
                                    

🐺

"Hah.. hahahaha! Kau pikir aku percaya?" ucap Akashi dengan tawa maniak keluar dari mulutnya.

(Name) mencoba tetap tenang dan memikirkan hal-hal yang bisa saja membuat Akashi percaya dengannya. Terdengar aneh, tapi percaya atau tidak, (Name) memang peduli, karena dia tahu kasih sayang seorang ibu itu tidak pernah bohong dan (Name) tidak bisa menolak permintaan ibu Akashi meski tidak secara langsung.

Disaat seperti ini, (Name) juga merindukan ibunya.

"Jika kau tidak percaya baiklah, makan saja aku. Dan kau akan menyesal, Akashi," tantang (Name).

Akashi kembali mengfokuskan pandangannya pada (Name). Terlalu bodoh jika dia langsung percaya apa yang dikatakan (Name).

"Apa yang harus kusesali ketika memakanmu?"

"Aku menemukan barang ibumu dan itu ada di saku bajuku," gumam (Name).

Mata Akashi membulat mendengarnya. Dia tidak pernah melihat peninggalan apapun dari keluarga atau ibunya kecuali rumah yang sengaja ayahnya bangun itu. Akashi menghela nafasnya lalu tangannya melepas pegangan (Name) dan dengan kasar membalikkan badan (Name).

(Name) mendesis perih dan menatap Akashi yang sekarang ada di atasnya, tatapannya terlihat kosong tetapi saat tangannya mengambil sesuatu dari saku (Name). Garis lurus bibirnya terbuka kaget.

Itu adalah gelang merah yang dibuatkan ibunya pada saat malam sebelum dirinya berubah seperti ini. Namanya tertulis di gelang itu dengan warna keemasan. Lalu beralih ke surat dan membacanya secara cepat. Dia pernah membaca surat ini dan berniat untuk membuangnya saat tahu ibunya menuliskan pertolongan pada siapapun yang membacanya. Namun, sepertinya ibu Akashi tidak menyerah dalam membantunya untuk kembali.

"Kau pikir dengan ini aku akan berubah menjadi lembut huh?"

Kabut di hutan itu semakin tebal membuat (Name) kesulitan untuk melihat dengan jelas wajah Akashi. Hanya sinar dari dua mata beda warnanya yang terlihat.

Kedua tangan Akashi bertumpu pada sisi kepala (Name) dan saat iris (eye color) (Name) bertemu dengan manik dwi warna yang terlihat berair, (Name) terkejut bukan main.

"Katakan padaku, orang sepertiku pantas dibantu? Apa aku pantas disebut manusia lagi setelah apa yang aku lakukan? Jangan bodoh, (Name)."

"Semua orang berhak mendapatkan kesempatan dan tidak ada salahnya juga memulai berubah sekarang, Akashi," ucap (Name) pelan.

Keluar helaan nafas dari Akashi lalu wajahnya mendekati (Name). (Name) tidak bisa bergerak dan tidak mengerti apa yang Akashi lakukan. Hidung keduanya hampir bersentuhan lalu wajah Akashi turun ke ceruk leher (Name).

"Apa aku bisa mempercayaimu?"

(Name) ingin membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu tetapi aksi Akashi yang diluar perkiraannya ini membuat (Name) merasa aneh dan entah kenapa kesunyian diantara mereka ini lebih nyaman. (Name) merasakan jantungnya dan yang terkejutnya lagi jantung Akashi seirama dengan miliknya.

Cepat.

"Umm, kau bisa Akashi," jawab (Name) berharap apa yang dikatakannya ini benar.

"Setelah aku membunuh keluargamu apa kau masih mau membantuku?"

(Name) sebenarnya masih marah dan sedih atas kehilangan neneknya. Tetapi, meski emosi itu dia luapkan pada Akashi, dia yakin semua itu tidak akan membuat neneknya kembali hidup.

"... Tentu," jawab (Name) agak ragu tetapi untungnya dia tidak gagap menjawab.

Akashi melepaskan diri dari leher (Name) dan memandang mantan mangsanya ini. Tidak pernah sebelumnya ada orang yang mau percaya dengannya. Perasaan nyaman yang ada di dalam dirinya terasa muncul kembali.

🐺

=== Bersambung ===

𝐋𝐮𝐜𝐤𝐲 𝐆𝐢𝐫𝐥 | A. SEIJUUROWhere stories live. Discover now