badai

398 36 0
                                    

Crittt

Suara pintu itu membuat seseorang yang sedang mondar-mandir sedari tadi menghentikan langkahnya. Dengan cepat ia menghampiri pintu. Dari belakang pintu muncul seseorang yang masih setia dengan seragam sekolah yang sudah basah kuyup. Suasana rumah besar itu sangat sepi karena jam menunjukkan pukul satu malam, semua penghuni rumah sudah tidur kecuali Wira kakaknya yang masih setia berada diruang tamu sembari menunggu kepulangan Angin.

"Dari mana aja Ngin? Kenapa handphone lo ngga aktif?"

"Ngga usah sok peduli"

"Lo ngga boleh kaya gini terus, apa kata mama papa kalo mereka tau gue sama lo berantem terus kaya gini"

Angin mengangkat sudut bibirnya ke atas kemudian mencengkeram erat kerah baju Wira "Lo urus aja hidup lu dan keluarga lu sendiri, kita bukan siapa-siapa dan lu ga perlu merasa bersalah akan hal itu" seraya melepaskan cengkeramannya.

Angin pun berlalu menuju kamarnya meninggalkan Wira yang masih terdiam di ruang tamu.

***

Flash back on

Satu tahun yang lalu

"Selamat cucu kakek yang ganteng"

"Papa bangga sama kamu" seraya menepuk bahu Wira

"Makasih pah, Wira ngganyangka akan lulus secepat ini"

"Selamat ka, lo keren"

"Thanks Ngin" seraya tersenyum lembut sembari menepuk pundak Angin.

"Makanya, kamu contoh dong kakak kamu, jangan main yang ngga jelas"

"Ngin dengar apa kata papa kamu, bisanya malu maluin keluarga aja. Kalo sampai kamu buat ulah lagi di sekolah. Kamu cari wali yang lain, mama udah cape"

"DIAM KALIAN!, Ini cucu kesayangan kakek. Siapapun yang menyakiti hati cucu kakek berarti sama dengan menyakiti hati kakek juga" seraya menepuk pundak Angin.

Angin hanya terdiam seraya tersenyum sumbang, Ada rasa bahagia masih ada yang sayang kepadanya. Jika ia pikir lagi Ini memang rumahnya, tapi ia sangat tidak nyaman lama-lama berada dirumah itu. Tetapi kakeklah yang menjadi alasannya untuk tetap tinggal. Angin sangat menyayangi kakeknya melebihi keluarganya sendiri. Angin pun kadang lebih memilih untuk pulang kerumah salah satu sahabat nya atau menghabiskan waktu di luar rumah dengan berlatih basket.

"Sebagai hadiahnya...," Seraya tersenyum Daniel mengeluarkan sebuah kunci mobil dari sakunya dan menyodorkannya pada Wira.

Semuanya sangat terkejut tak terkecuali Angin.

"Papa ko ngga kasih tau mama?!"

"HAHAHA surprise"

"Makasih banyak pah"

"Sama sama jagoannya papi" ucapnya bersamaan.

Hanya karena berbeda bakat membuat Angin merasa seperti tidak adil. Ia merasa tidak dianggap ada jika itu sudah menyangkut kepentingan Wira. Angin mengaku kalah dan jauh dari Wira jika berkaitan dengan Akademik, tetapi dibalik itu semua Angin justru sangat handal dalam bidang non akademik. Ia menjadi kapten tim basket SMA Grass dan sering menjuarai pertandingan-pertandingan yang membawa nama sekolahnya. Tidak satupun orang tuanya yang mendukung bakat Angin, itu karena mereka menginginkan Angin menjadi seperti Wira.

Merasa tak diperlukan membuat Angin bergegass berpamitan menuju sekolahnya.

"Kakek Angin berangkat ke sekolah dulu"

"Hati-hati nak"

***

Pukul 10:00 Kantin SMA Grass

BAD SENIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang