[3] // Writer 91

100 41 14
                                    

Kami ber-empat sedang jalan santai pagi ini, atas inisiatif Asta yang pagi-pagi buta sudah bersemangat menunaikan hajatnya dari tadimalam.

  "Si Putu, asik sibuk sendiri"
Dengus Arai saat melihat Putu tertinggal jauh dibelakang.
  "Puttt ayo! Toko eskrimnya keburu tutup"
Ucap Asta tidak sabaran,
  "Masih pagi, tutupnya ntar sore"
Jawab Putu dengan menjitak kepala Asta saat sudah mendekat.
  "Oh iya Ning, tukang hama udah mulai kerja katanya. Mereka habis nelfon tadi" lanjutnya beralih pada ku,
  "Dan Ra, ntar kamu yang bayar"
Ucapnya pada Arai kemudian, mengakhiri percakapan dan berjalan lebih cepat mendahului kami bertiga.

Arai melongo, entah apa yang dia pikirkan. Wajahnya berubah masam.
  "Apa nih, bayar apa? Kalian memutuskan sesuatu tanpaku?!"
Tanya nya kesal
  "Putu memanggil Pembasmi hama,untuk kenyamanan mu menginap dirumah Ningsih." Jawab Asta santai. parah sekali,aku hampir tertawa. Ternyata Asta pandai bicara.
  "Bahkan untuk membangunkanmu semalam,Putu tidak tega. Jadi dia membiarkanmu terlihat bodoh dengan tidak tau. Dan kamu harus bayar"
Lanjutnya dengan tangan bersedekap.
Ucapan Asta menjadi tontonan menarik bagiku.

Arai mendecih meremehkan,menjitak kepala Asta hingga sang empu mengaduh. Aku lolos tertawa melihat itu
  "Masih pagi dan udah dua kali dapat jitakan!"
Gumam Asta bersungut-sungut, namun tetap saja terdengar.
  "Ningsih, kamu lihat bagaimana dia bicara? Sangat mahir kan, wejangan ku..jangan pernah percaya dia, oke."
Ucap Arai padaku, aku mengangguk dengan masih setia tertawa.

_ _ _

Kulihat jam dipergelangan tangan menunjukkan pukul sepelas tepat.
kami sampai dihalaman rumah setelah puas membabat habis eskrim beraneka rasa di toko tadi.

Tukang hama menghampiri Putu dan Arai, terlihat sejenak berbincang. Aku tidak dengar apa yang dibicarakan, sekedar basa basi mungkin. Sebab taklama setelah itu Arai menyodorkan sejumlah uang dan beberapa Tukang hama itu izin pergi.

Aku hendak berniat masuk kedalam rumah menyusul Asta, tapi panggilan Arai membuatku harus mengurungkan niat.

  "Ningsih, sini deh bentar"
  "Iya kenapa?"
Tanyaku saat berada didepan mereka berdua.
  "Ngomong tu enakan sambil duduk"
Ucap Putu dengan langsung duduk lesehan diatas rumput dikuti Arai.
  "Mending dikursi, bersih." Saranku dengan terkekeh, namun hanya dibalas gelengan kepala.
  "Udah PW" jawab nya.

  "Jadi gini, kata tukang hama tadi..rumah mu bersih Ning, di atap,loteng dan ruangan lain semua bersih. Tikus atau serangga nggak ada"
Jelas Arai padaku, dan Putu ikut mengangguk.
  "Tapi mereka bilang, sebab salah satu ruangan dikunci dan karna kita nggak bilang, menyinggung, ngeberi izin buat mereka buka. Jadi mereka nggak nge cek ruangan itu"
Ucap Putu bergiliran.

Aku cukup kaget dengan itu, meskipun memang dari kejadian yang ku alami hari lalu, kemungkinan keberadaan hantu lebih besar. Tapi aku benar-benar berharap itu memang tikus.
  "Jadi tadi malam itu suara apa?"
Tanya Putu yang lebih ditunjukan pada dirinya sendiri.

PRANG!

Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah.
Aku, Putu dan Arai buru-buru beranjak dan berlari, takut terjadi sesuatu pada Asta.

  "Hehe"
Tampang bodoh Asta dan senyum cengengesan nya membuatku lega tidak terjadi hal buruk, tapi disisi lain! Ingin kutelan hidup-hidup rasanya, hampir jantungan aku.
  "Kamu nggapapa kan?" Tanya ku khawatir, melihat dia berjongkok dihadapan pecahan piring kaca seperti itu kan bahaya.
  "Nggak kok, tad-"
  "Kenapa bisa pecah?" Tanya Putu memotong ucapan Asta.
  "Sabarrr, tadi juga mau jelasin. Jadi tadi aku mau nyiapin makan buat kalian, waktu ambil piring serasa ada yang dorong. Jatuh deh tapi nggapapa kok, nggak luka"
Jelasnya panjang lebar,

Putu, Aku dan Arai otomatis saling berpandangan. Buru buru menyuruh Asta untuk berdiri menjauh dari pecahan kaca.
  "Put,ambilin Asta minum dulu gih. Ra,siapin makan. Aku mau beresin ini dulu" ucapku dan mereka mengangguk patuh.

  "Ta,kamu beneran tadi ngerasa didorong? Nggak kepeleset?" Tanya Arai saat kami berempat sedang Asik menyantap makanan.
Asta mengangguk dengan mulut penuh mengunyah ayam.
Aku melirik Putu, dia terlihat menghentikan makannya.
  "Ning, sebelum Nenek mu meninggal,ada sesuatu yang beliau ucapkan nggak? Atau dia meninggalkan sesuatu untuk mu gitu?"
Tanya Putu tiba-tiba padaku, aku terbatuk. Hanya mampu menjawab Putu dengan menggelengkan kepala.
Asta menyodorkan segelas air putih untuk kuminum.
  "Berhenti ngomong nya, makan dulu." Ucap Asta dan acara makan kami berlangsung hening kemudian.

Setelah Asta dan aku selesai mencuci piring, kami berdua pergi melihat apakah dua anak cowo itu sudah selesai menyapu halaman.
Padahal tugas bersih-bersih tidak disepakati, tapi secara alami begitu saja tugas terbagi.

  "Kalian berdua, lihat deh"
Seru Putu pada ku dan Asta saat kami mendekat.
Sedangkan Arai terlihat mengamati pohon jambu biji yang sangat jarang berbuah itu.
  "Arai Nemu ini dibawah pohon"
Ucapnya, memperlihatkan kertas kosong yang ditali pada batu bata.
Aku mengernyit bingung,
  "Menurutmu ini aneh? Hanya kertas dan batu bata biasa put, kembalikan ditempat nya lagi. Bahkan dirumahku banyak batu bata dibawah pohon, kau tau, itu untuk menahan akar supaya tidak keluar,biar ngga roboh sebab pohonnya tertanam dangkal"
Penjelasan Asta cukup logis,namun tetap tak disetujui oleh Putu.

  "Orang tua mudah lupa, biasanya saat mereka menyembunyikan sesuatu, mereka selalu memberi tanda yang berbeda agar mudah diingat"
Aku dan Asta saling pandang mendengar penuturan Putu,
  "Jadi maksudmu Nenek nya Ningsih menyembunyikan sesuatu disana?"
Tanya Asta dan Putu mengangguk mantap.

Aku berinisiatif menghampiri pohon itu, diikuti Asta dan Putu.
Setelah sampai, kulihat semua sama kertas kosong dan batu bata diikat jadi satu. Bertumpuk diletakkan melingkari pohon.
  "Sama semua tuh" celetuk Asta saat melihat hal yang sama denganku.
  "Aku udah teliti ngeliat ini. Lihat, yang dipegang Putu warna putih kertasnya sedikit gelap dan terlipat setiap ujungnya, berbeda dengan tumpukan ini"

Arah pandangku kembali pada tangan Putu,
  "warnanya memang sedikit gelap"
Gumamku entah terdengar atau tidak.
Asta berlari masuk kedalam rumah,meninggalkan kami bertiga yang kebingungan.
  "Kenapa anak itu?" Celetuk Arai.
  "Mungkin kekamar mandi" jawab Putu tak memusingkan.
Aku tetap diam merenungkan ini,
Bagaimana mungkin Nenek meninggalkan hal janggal tanpa memberitahuku. Ucapku dalam hati.
  "Nih" seru Asta membuyarkan lamunanku.
  "Sekop? Dapat dari mana kamu Ta?" Tanya Arai saat Asta kembali membawa dua alat gali itu.
  "Di atas lemari bajunya Ningsih, waktu kemarin mau naro koper, ada ini" jawabnya enteng.
Aku memegang kepalaku, memijit pelipisku sekilas.
Bahkan aku nggak tau sama sekali disana ada sekop
Fikirku sedikit mururung.
Arai dan putu mengambilnya, bersiap menggali, namun dihentikan oleh Asta.
  "Tunggu dulu"
  "Kenapa Ta?" Tanya Arai dan Putu bersamaan.
  "Boleh digali Ning?" Tanya Asta padaku.
  "Boleh kok" jawabku mengizinkan.

Cukup dalam mereka berdua menggali, tapi tidak ada apapun yang menampakkan hasil.
Matahari terik membuat peluh mereka keluar banyak.
Ini sudah siang, dan mereka tetap tak mau disuruh berhenti. Putu bahkan beberapa kali berbutar-putar mengelilingi halaman, entah apa yang dicarinya. Sedangkan Arai terus berjongkok mengamati pohon.

  "Aku mau masuk, buatin kalian minum dulu" ucapku yang diacungi jempol oleh Arai.
  "Eh!" Seru Asta, membuat ku yang hendak beranjak terhenti. Begitupun Putu dan Arai, mereka berdua beralih fokus pada Asta.
  "Kalian sadar nggak sih, bisa jadi bukan tempat yang dimaksud, melainkan kertas itu sendiri!"

Writer 91 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang